"Saya adalah anak gembala selalu riang serta gembira. Eh itu lagunya Tasya ding," batinku.
"Saya adalah..."
"Dia teman SMAku dulu Yang, " dengan cepat Roma menyahut.
"Iya bu Rania, saya teman SMA pak Roma." ujarku.
Bu Rania manggut-manggut.
"Saya lanjut menjahit dulu ya, " sambungku lagi.
"Ibu, kalau sudah IMD, bayinya saya ambil dulu ya, mau saya bawa ke ruang bayi. Nanti malam bisa rawat gabung dengan ibu. Tapi kalau ibu ingin istirahat, bayinya biar tidur di ruang bayi." Celetuk Nur.
"Iya mbak, untuk nanti malam, saya tanya ibu saya dulu. Nanti saya kabari," jawab bu Rania.
Nur lalu mengambil bayi dan membawanya berlalu dari kamar tindakan.
"Nah bu, selesaikan jahitnya, tenang saja jahitan saya rapi dan tentu saja saya sisakan lubang sebagai mana mestinya. " Kataku seraya tersenyum dibalik masker.
"Saya bersihkan dulu ya badannya bu Rania, pak Roma bisa minta tolong mintakan baju ganti dan pembalut untuk istrinya?" pintaku.
"O, boleh Del, eh mbak," sahutnya sambil berlalu keluar ruangan.
Aku mengambil waslap, mengambil baskom berisi air bersih dan mulai menyeka dengan hati-hati badan pasien. Kemudian mengoleskan betadin ke kasa steril dan menempelkannya pada jalan lahir bu Rania yang tadi kujahit.
"Del, ini baju yang kamu minta, " Roma mengulurkan baju daster bersih dan pembalut.
"Terimakasih, Pak," aku mengambil baju dan pembalut kemudian memakaikannya pada pasien.
"Bu, sekarang sudah bersih dan segar ya, ibu boleh makan dan minum apapun seperti biasa, tidak ada pantangan, boleh miring-miring dan duduk. Kalau sudah tidak lemas dan tidak capek, boleh jalan perlahan ya." Jelasku.
Bu Rania mengangguk mengerti.
"Dan yang lebih penting ibu coba sekarang meraba perut ibu. Nah, keras kan, ini artinya rahim berkontraksi agar tidak menimbulkan banyak perdarahan, kalau rahim ibu terasa lembek, coba ibuk uyeg-uyeg perutnya sampai keras. Kalau tidak keras juga perutnya, dan ibu merasa keluar darah byor-byoran dari jalan lahir, segera lapor ke saya atau teman saya. Jangan lupa, kalau ingin kencing, kencing saja ya, jangan ditahan, karena kalau menahan kencing bisa menghalangi kontraksi rahim sehingga timbul perdarahan." Kataku panjang lebar.
"Iya mbak, saya paham ." Kata bu Rania.
"Mari saya periksa tekanan darah dulu sebelum saya tinggal ke ruang perawat." Ujarku sambil memasangkan alat tensimeter pada lengan bu Rania.
"Normal ya 110/70, saya ke ruang perawat untuk nyuci alat, itu tempat ari-arinya nanti bisa dibawa pulang." Tunjukku ke arah kendil tanah liat di bawah bed pasien.
Sebelum aku benar-benar pergi dari pandangan bu Rania dan pak Roma, pak Roma memanggilku. "Del,"
"Iya pak, " aku menghentikan langkah.
"Makasih, kamu tetap pintar dan cekatan. Sama seperti saat SMA dulu. Maaf aku sempat buruk sangka padamu." Katanya malu.
Aku mengacungkan jempol kananku. "Yap, sama-sama sudah tugas saya pak, mari saya tinggal dulu," pamitku.
"Asem, apa aku berwajah kriminal sih, sampai dicurigai mau nyubit anaknya dan menutup lub*ng istrinya." Gerutuku dalam hati.
Sesampai di ruang perawat, aku melihat Nur sedang memberikan injeksi (suntikan obat) pada pasien nifas lainnya.
"Nur, wes sholat ashar urung?" tanyaku.
"Sudah mbak, tadi habis ngantar bayi pak Roma langsung sholat." Jawab Nur.
"Ya sudah, aku sholat dulu, ini partus set (alat penolong persalinan) dan heacting set (alat menjahit) aku dekontaminasi (merendam dengan larutan klorin) dulu ya, " kataku.
"Oke mbak, biar saya yang jaga ruangan sambil nulis partograf (lembar laporan persalinan pasien)," sahut Nur.
Jam 16.45 saat aku selesai sholat. Memang kadang tidak bisa tepat waktu saat menjumpai pasien persalinan. Semoga saja Allah mengerti kondisiku.
"Kurang apa Nur tugas yang belum selesai?" tanyaku.
"Ini mbak, nyicil laporan pasien yang lain." Sahut Nur.
"Oke, " tengah asyik-asyiknya aku menulis, tiba-tiba Roma berlari kecil mendekatiku.
"Del, istriku pengen pipis. Aku bingung nuntunnya ke kamar mandi gimana," seru Roma.
"Oh, iya pak, saya bantu ya." Aku lalu bangkit dari duduk dan berjalan terlebih dahulu dari Roma.
"Ibu Rania, sudah ingin buang air kecil?" Sapaku tersenyum begitu masuk VK (kamar tindakan persalinan). Posisi bu Rania sudah duduk di bed pasien.
"Sudah mbak Adel, maaf merepotkan terus. Tadi mas Roma gak berani nuntun saya pipis, takut sayaa jatuh katanya," jawab bu Rania.
"Kalau ibu sudah tidak pusing dan tidak lemas, mari saya tuntun ke kamar kecil, tapi kalau pusing, tidak apa-apa pake pispot saja," tawarku.
"Insyallah saya kuat mbak, " jawab bu Rania.
"Coba berdiri, saya rangkul dari belakang ya," Aku memapah bu Rania. Dan mengantarnya ke kamar mandi.
"Mbak ini kapas betadinnya saya buang ya?" tanya bu Rania dari dalam toilet VK.
"Iya bu, buang saja, kalau pembalut sudah penuh, ganti saja, " instruksiku.
"Masih belum terlalu penuh mbak pembalutnya. " Jawab bu Rania.
"Ya sudah, tidak usah di ganti kasanya bu, " sahutku dari luar.
Setelah bu Rania keluar kamar mandi, aku kembali memapahnya menuju bed pasien.
" Mbak, terimakasih ya sudah membantu saya. Saya percaya mbak kompeten dan amanah, jadi saya minta tolong pasangkan anting-anting pada anak saya ya mbak, " Kata bu Rania memelas.
"Waduh marimar ngasih kerjaan tambahan nih, awas aja kalau suaminya nyriwet dan lebay kayak tadi saat pemasangan anting-anting. " Aku membatin.
"Ehm, bisa bu, boleh nanti saya pasangkan kalau bayinya sudah dibawa kesini." Sahutku.
"Mbak, boleh saya pindah ke ruangan VIP yang tadi dipesan? " tanya bu Rania lagi.
"Belum boleh ya bu, masih belum 2 jam pasca salin. Karena perdarahan yang harus diwaspadai dan sering terjadi pada persalinan normal adalah 2 jam, tunggu sebentar ya, ibu sudah makan dan minum?" jawabku balik bertanya.
"Sudah mbak, " sahut bu Rania pendek.
"Bagus, insyallah habis maghrib, kalau tidak ada keluhan, saya pindah ke ruang vip, saya pamit dulu ya," ucapku berlalu dari bu Rania dan pak Roma.
"Iya mbak," sahut pasutri tersebut kompak.
Maghrib tiba, sesuai janji, aku menghampiri bu Rania.
"Nur, kamu tensi semua pasien di rawat inap ya, kan cuma 6 orang, aku mau ke VK, mindah bu Rania dulu." Pamitku pada Nur.
"Eeee....cie... mbak Adelia, suitt...suittt, mau mindah pasien apa mindah pasien? hahahahaha " Nur tertawa ngakak.
"Hust, saru, ojo ngguyu banter-banter kowe, aku ngono profesinal. Mbuh mantan, mbuh bukan, kita kan harus service excellence." Sahutku sambil berlalu ke VK.
"Gimana bu, ada keluhan ? saya cek tensinya dulu ya," kataku.
"Ya normal, mari pindah ke kursi roda," tukasku.
Bu Rania dengan hati-hati berdiri dan berjalan ke kursi roda. Setelah bu Rania duduk, aku mendorongnya menuju kamar VIP 1. Diikuti pak Roma dari belakang.
"Tok...tok...tok, Assalamualaikum, " aku mengetuk pintu dan mendorong handle pintu.
Begitu pintu terbuka, ternyata di kamar VIP 1 sudah menunggu bayi bu Rania. Dan seraut wajah perempuan yang tidak asing lagi buatku.
"Oalah bwambaaang, apes bener dah ketemu lagi sama beliau," batinku.
"Loh, ini Adelia? Adelia yang dulu gemuk banget waktu masih SMA dan kuliah?" tanya perempuan setengah baya yang rambutnya diblonde tersebut menatapku tak percaya.
"Iya tante saya Adelia, dulu teman pak Roma, " sahutku tersenyum sambil mempersilahkan bu Rania pindah dari kursi roda ke ranjang kamar.
"Kamu kok bisa cantik langsing kayak gini? apa rahasianya? " tanya perempuan itu lagi.
"Rahasia saya jadi langsing adalah...."
Rating 21Cinta lahir bertepatan dengan cinta Adam pada Hawa. Lalu cinta mekar dan berbunga bersamaan dengan cinta Yusuf pada Zulaikha. Sayangnya cinta menjadi gila bertepatan dengan cintanya Majnun pada Laila. Namun sayangnya cinta menjadi mati bersamaan dengan matinya Romeo dan Juliet. Namun hari ini, cinta hidup dan mekar kembali bersamaan dengan hadirnya cintaku padamu.Aku melempar tatapan mendelik pada mas Andi. Sementara mas Andi tersenyum kecil. Hatiku sudah ser-seran rasanya saat mas Andi berbisik di telingaku tadi."Mas, perlu dibantu untuk berdoa setelah akad? " tawar pak penghulu pada mas Andi.Mas Andi menggeleng. "Saya sudah bisa pak, " katanya seraya memegang kepalaku dan berdoa tepat diatas ubun-ubun, "Allahumma inni as'aluka min khoiriha wa khoirimaa jabaltaha 'alaih. Wa a'udzubika min syarrihaa wa syarimaa jabaltaha 'alaih."(Ya Allah, sesungguhnya aku mohon kepadaMu kebaikan dirinya dan kebaikan yang engkau tentukan atas dirinya. Dan aku berlindung kepadaMu dari kej
Aku tidak menyangka Roma yang nekat akan meracuni mas Andi malah berbalik meminum racunnya sendiri. Malah kini dia harus menginap di ruang ICU.Tapi justru ada hikmah besar di balik kejadian tersebut. Menurut mas Andi, tante Ani meminta papa untuk mempercepat rancana pernikahanku dan mas Andi.Aku sangat berbahagia dengan keputusan papa. Apalagi bapakku protes padaku karena belum menikah tapi sudah sering semobil berdua."Bapak takut kamu khilaf dan tiba-tiba memberi bapak cucu," kata bapak waktu itu.Karena itu aku dan keluargaku menyambut baik rencana papa dan tante Ani. Tapi tante Ani juga punya permintaan, yaitu menguji reaksi Roma kalau tahu aku dan mas Andi akan menikah.Maka malam ini aku mengunjungi Roma lagi di ruangan VIP, setelah kemarin aku mengunjunginya di ICU.Sungguh suasana yang canggung banget. Sepi dan hening. Aku cuma bicara satu dua kalimat saja. Tidak tahu cara mencairkan suasana.Sempat bingung juga bagaimana memberitahu Rania dan Roma tentang rencana pernikahan
pov AndiSetelah aku mengantarkan Adelia pulang dari melihat Roma di ICU rumah sakit Al-Hikmah ke kontrakan, aku segera pamit pulang ke rumah baruku untuk melihat pekerjaan tukang.Ternyata lebih cepat dari prediksiku. Mungkin 4 hari bisa selesai dan aku langsung bisa membeli perabotan untuk mengisi rumah.Setelah ashar, para tukang berpamitan pulang, akupun menuju rumah Rania untuk beristirahat.Aku membaringkan tubuh penatku saat ponsel khusus keluarga di atas meja berbunyi.Aku bangun dari ranjang, dan langsung meraih benda pipih itu."Dari papa? tumben papa telepon," gumamku penuh tanda tanya.Tanpa membung waktu, aku bergegas untuk menerima telepon dari papa."Assalamualaikum, apa kabar Pa?" sapaku."Waalaikumsalam, kabar papa baik, ada hal penting yang perlu kita bahas, tentang masa depan kamu, bisa kamu ke rumah sekarang? " tanya papa."Iya Pa, Andi langsung berangkat habis ini ya,"jawabku.Setelah mendapat kepastian kedatanganku, papa langsung menutup sambungan telepon usai m
pov RomaAku seperti bermimpi mendengar suara Rania mengaji di dekatku. Suara itu terdengar samar dan begitu merdu.Selanjutnya masih seperti dalam mimpi, saat aku mendengar Rania berkata, "Mas, cepat sembuh ya, sakit hatiku saat melihatmu masih mencintai Adelia tidak seberapa dibanding khawatirnya aku karena takut kehilanganmu,"Aku merasa Rania mencium kening dan mengelus rambutku. Serta berbisik,"aku mencintaimu Mas, mencintai kelebihanmu dan segala kekuranganmu,"Kemudian sepi lagi merajai hati. Lalu aku merasa berada di padang rumput yang luas.Antara sadar dan tidak, aku seperti melihat Rania menggendong Rum menjauh dariku, "Jangan pergi," seruku.Tapi Rania tetap berlalu sambil melambaikan tangannya. "Kamu sepertinya lebih mencintai Adelia, Mas, jadi apa gunanya aku dan Rum ada di dekatmu," sahutnya semakin menjauh.Terengah-engah aku mengejarnya."Aku minta maaf sayang, aku janji akan melupakan Adelia, aku mohon maafkan aku, aku akan jadi suami dan ayah yang baik." Janjiku."Te
pov RaniaAku baru saja berganti baju seusai mandi saat mendengar mas Andi berteriak. Dari suaranya terdengar begitu panik.Aku buru-buru keluar dari kamar dan menuju ruang makan, asal suara mas Andi berteriak.Mama juga tergopoh-gopoh turun dari kamarnya di lantai atas.Dan betapa terkejutnya aku melihat mas Roma tergeletak miring dengan berwajah kebiruan dan mulutnya berbusa.Aku langsung menangis histeris. Mas Andi lalu memberikan Rum pada mama.Mas Andi segera memeriksa nadi di pergelangan tangan Roma kemudian dia langsung berlari ke arah kamarnya.Tidak berapa lama, ambulance pun datang. Mas Andi segera menuju ruang depan dan kembali ke ruang makan bersama perawat UGD.Kemudian mas Andi dan perawat tersebut menaikkan mas Roma ke atas brangkard kemudian mendorongnya ke halaman."Rania, ayo ikut denganku ke rumah sakit," instruksi mas Andi padaku.Aku mengangguk. Dengan wajah bingung dan masih berlinangan air mata aku mengikuti mas perawat yang mendorong brangkard ke dalam ambulance
pov dokter Andi Semalaman aku memikirkan perkataan Adelia di telepon. Apa benar Roma akan melakukan hal nekat untuk mendapatkan Adelia, sementara aku adalah sepupu Rania. Apa Roma tega melakukan hal buruk padaku.Ah, masa bodoh. Aku cuma perlu waspada saja pada segala ucapan dan tindakan Roma sekarang.Lelah berpikir kemungkinan yang akan Roma lakukan padaku membuatku lelah dan tertidur.Besok harinya, setelah sholat subuh, aku memilih bersantai di kamar sebelum aku mengawasi para tukang di rumahku.Saat sedang asyik membaca artikel kesehatan, aku dikejutkan oleh ketukan pintu. Sepertinya suara Roma."Ndi, coba keluar kamar sebentar, aku mau ngobrol," serunya.Dengan rasa penasaran aku membuka pintu dan tampaklah wajah Roma di depan kamar.Aku mulai bersikap waspada."Ada apa? tumben ngajak ngobrol," tanyaku. Curiga? jelas. Selama aku tinggal disini, dia jarang mengajakku ngobrol lebih dahulu."Iya, cuma mau nanya aja, semalam kayaknya aku denger kamu beli rumah ya," tanya Roma ramah.