Home / Romansa / PASUTRI MAGANG / PASUTRI MAGANG

Share

PASUTRI MAGANG

Author: Upik abu
last update Last Updated: 2025-10-18 11:44:52

BAB, 04.

🌻

Aylin melangkahkan kakinya perlahan menaiki anak tangga yang menghubungkan lantai satu dengan kamar tidur milik suami dadakannya. Setiap langkah terasa berat, seperti membawa segunung keraguan dan rasa asing yang menyesakkan dada.

Begitu sampai di depan pintu kamar, Aylin berhenti. Jemarinya sempat ragu, tapi akhirnya ia mengetuk pintu dua kali dengan lembut. Sunyi. Ia berniat mengetuk sekali lagi ketika sebuah suara dari belakang mengejutkannya.

" Non, itu kamarnya Tuan muda. Nggak usah di ketuk segala, " ujar seorang wanita tua bertubuh gempal sambil tersenyum lebar. Di tangannya, ia membawa nampan berisi dua gelas susu hangat yang masih terlihat kepulan asap tipis.

Aylin menoleh cepat. Wanita itu tampak ramah, dengan wajah bulat dan sorot mata yang hidup. " Saya Bi Jumina, " katanya kemudian, " pengurus rumah tangga disini. Dulu, ikut sama almarhumah ibu Tuan muda dari Jawa Tengah."

Nada suaranya terdengar hangat tapi menggoda, seolah mengerti betul bagaimana gugupnya pengantin baru yang belum akrab dengan rumah suaminya sendiri. " Sudah, non Aylin. Masuk aja, gak usah malu-malu. Namanya juga istri, masa ngetuk dirumah sendiri, " lanjutnya sembari terkekeh kecil.

Aylin tersenyum kaku, pipinya memanas. " Iya, Bi... " Ujarnya pelan. Ia pun mendorong pintu dengan hati-hati.

Begitu pintu terbuka, aroma lembut kayu dan wangi parfum maskulin langsung menyambutnya. Kamarnya luas- terlalu luas bahkan, untuk satu orang. Dindingnya dihiasi beberapa figura foto. Salah satunya menarik perhatian Aylin: Athar tersenyum di samping wanita muda berwajah cantik nan anggun. Mereka tampak begitu dekat, duduk berdua disebuah taman dengan tatapan yang tak bisa disalahartikan.

Aylin menatap foto itu lama. Ia tidak perlu menebak siapa wanita itu- ia tahu. Melody. Wanita yang seharusnya berdiri di posisinya malam ini, bukan dirinya.

Helaan napas pelan terlepas dari bibir Aylin. Ia menunduk, mencoba menahan rasa getir yang tiba-tiba menyelinap ke dada. Tatapannya lalu beralih ke seisi kamar: kasur besar dengan seprai putih halus, lampu tidur berdesain mewah, dan sofa tunggal berwarna krem yang tampak mahal.

Dalam benaknya, Aylin sempat berpikir lirih. ' Kalau saja sofa ini ada di rumah kontrakan, pasti sudah ku taruh di depan rumah biar tetangga bisa lihat betapa bagusnya.'

Senyum kecil terbit di bibirnya, antara getir dan kagum. Dengan hati-hati, ia meletakkan dua gelas susu hangat diatas meja kecil di dekat tempat tidurnya- masih belum tahu, harus duduk di mana, atau bahkan, harus menunggu siapa.

🌻

Aylin melangkah pelan mendekat ke arah kasur besar itu. Ukurannya mendominasi ruangan, dengan seprai putih bersih dan bantal-bantal lembut yang tampak mengundang siapa pun untuk merebah. Dengan hati-hati, ia menekan permukaannya menggunakan telapak tangan.

" Empuk banget...." gumamnya lirih, mata membulat kagum.

Rasa ingin tahunya menang, ia menekan dengan sedikit lebih kuat, lalu- tanpa sadar- menduduki kasur itu. Seketika tubuhnya seperti tenggelam dalam kelembutan busa dan keharuman linen mahal. Aylin tersenyum lebar, matanya berkilat seperti anak kecil yang baru menemukan mainan baru.

" Ya Tuhan...empuk banget. Ini beneran nih, kamar laki gue? gede lagi. Mana kasurnya empuk banget. " Ucapnya sembari menepuk-nepuk kasur. " Kalau kasur kaya gini di bawa ke kontrakan, pasti ibu tidak mau bangun dari tidur. "

Saking girangnya, Aylin pun memantulkan tubuhnya ringan ke belakang, membiarkan punggungnya menempel pada kasur. Rasa nyaman itu membuatnya lupa diri, ia tertawa kecil, menatap langit-langit kamar yang begitu mewah. " Nggak nyangka aku bakal tidur di kasir semahal ini, " bisiknya sambil memejamkan mata sejenak, menikmati momen kecil yang baginya terasa seperti mimpi.

Namun ketenangan itu buyar seketika saat terdengar suara pintu di ruangan tersebut terbuka.

Suara langkah berat mendekat, dan ketika Aylin menoleh-

" AAAA!" teriaknya spontan, tubuhnya langsung menegak dan matanya membelalak.

Athar berdiri disana, hanya dengan handuk putih melilit di pinggangnya, tetesan air masih menuruni dada bidangnya. Ekspresinya langsung berubah kesal begitu melihat Aylin di atas kasur.

" Lo ngapain di kamar gue? dan...Lo kenapa masuk tanpa permisi dulu? " tanya Athar dengan nada suara tajam tapi terkejut.

Aylin panik, wajahnya memerah, tangannya buru-buru mencari barang untuk bisa ia lempar kepada Athar. " A-aku...cuma...Bi Jumina nyuruh aku masuk! " jawabnya terbata, tubuhnya kaku tidak berani menatap.

Athar mendengus, mengacak rambutnya yang masih basah, lalu dengan langkah panjang menuju ruang ganti tanpa menoleh lagi. " Tolong suruh Bi Jumina, lain kali jangan asal nyuruh orang masuk ke kamar gue! " gerutunya kesal dari dalam.

Tak lama kemudian, ia keluar lagi dengan kaos hitam pendek bermerek dan celana pendek yang sama mahalnya. Wajahnya masih tampak jengkel. Ia berjalan mendekat, sementara Aylin makin menunduk, kedua telapak tangannya masih menutupi wajah.

Athar berhenti di depan kasur, menatap perempuan yang kini duduk di tepi ranjang dengan tubuh kaku bagai patung. Ia mendengus pelan. " Lo bisa turunin tangan lo sekarang. Gue gak makan orang, " katanya datar.

Namun Aylin tetap bergeming, menahan napas, pipinya sudah semerah buah delima.

🌻

BERSAMBUNG...

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • PASUTRI MAGANG    PASUTRI MAGANG

    BAB,08. 🌻 Malam itu ruang makan keluarga Ardian tampak lebih hangat dari biasanya. Lampu gantung kristal di langit-langit memantulkan cahaya lembut ke meja makan panjang yang tertata rapi. Di atasnya, tersaji makanan rumahan sederhana berupa sop ayam hangat, ikan gurame goreng, sambal terasi, dan sepiring tahu tempe goreng yang baru saja diangkat dari penggorengan. Pak Ardian yang biasanya pulang larut karena urusan kantor, malam itu sudah duduk di kursinya pukul tujuh. Wajahnya tampak lebih santai, meski tetap memancarkan wibawa seorang pemimpin. Di sisi kanan, Athar makan dalam diam, sementara Aylin duduk bersebrangan, tampak berhati-hati dalam setiap gerakannya. Awalnya hanya terdengar suara sendok dan garpu beradu di piring. Sampai akhirnya Pak Ardian menatap putra semata wayangnya dan berucap pelan, " ayah berpikir, mungkin sudah waktunya kamu punya sekretaris pribadi, Athar." Athar menghentikan gerakan tangannya, lalu menatap ayahnya dengan kening sedikit berkerut. "

  • PASUTRI MAGANG    PASUTRI MAGANG

    BAB, 07. 🌻 Siang itu, matahari seperti tak mengenal ampun. Udara panas menekan kulit, membuat napas terasa berat. Namun Athar tidak peduli. Sudah hampir dua jam ia berkeliling dari satu tempat ke tempat lain, mencari seseorang yang bahkan jejaknya pun seolah menghilang begitu saja-Melody. Ia baru saja turun dari mobil di depan sebuah rumah bercat abu-abu. Di teras, seorang perempuan muda- teman kuliah Melody menatapnya ragu. " Maaf, kak Athar...aku benar-benar nggak tahu Melody ke mana. Terakhir kali kami ngobrol itu, seminggu sebelum hari pernikahan kalian," ujar perempuan itu pelan, menunduk. Athar menarik napas panjang, menatap tanah beberapa detik sebelum akhirnya berkata lirih, " Dia gak pernah cerita apa pun? Tentang masalah, atau... sesuatu yang membuatnya pergi begitu saja?" Perempuan itu menggeleng. " Tidak. Justru dia kelihatan bahagia waktu itu. Kami bahkan sempat bercanda soal gaun nikahnya." Jawaban itu justru menambah berat di dada Athar. Ia mengucapkan te

  • PASUTRI MAGANG    PASUTRI MAGANG

    BAB, 06. 🌻 Suasana siang di gang sempit kawasan kontrakan itu awalnya begitu biasa. Angin membawa aroma kuah seblak dari ujung jalan, suara-suara anak kecil yang bermain bola plastik bersahutan, dan di teras rumah Bu Reni, tiga ibu sedang duduk melingkar sambil menikmati seblak dan juga teh manis dingin juga membicarakan hal-hal tidak jauh dari urusan orang. Namun tiba-tiba, suara mesin mobil mewah terdengar mendekat. Warna hitam mengilap dari bodinya membuat kepala semua orang spontan menoleh. Mobil itu berhenti tepat di depan rumah kecil berdinding hijau pucat milik Bu Dasimah. " Lho, itu bukan mobil murah, Bu. " Gumam Bu Reni sambil melongok dari kursinya. " Iya-iya...mobil orang kaya itu, " timpal Bu Sumi, matanya membulat penasaran. " Eh, bukannya itu rumah Bu Dasimah? " " Iya. Tapi siapa yang mau datang ke rumah kecil begitu pake mobil bagus gitu, ya?" sahut Bu Rina yang paling muda diantara mereka, nada suaranya meninggi setengah berbisik. Mereka terdiam sejenak,

  • PASUTRI MAGANG    PASUTRI MAGANG

    BAB, 05. 🌻 Pagi itu menyapa dengan lembut- langit Jakarta berwarna biru muda, dihiasi sinar mentari yang menetes hangat di sela jendela kaca rumah besar keluarga Ardian. Suara burung gereja terdengar samar, kalah oleh gemuruh kendaraan di kejauhan. Namun di dapur yang harum oleh aroma tumisan bawang dan nasi hangat, suasana terasa begitu damai. Aylin berdiri di depan kompor dengan apron lusuh yang dipinjam dari Bi Jumina. Tangannya cekatan mengaduk wajan, bibirnya menyenandungkan nada kecil yang hampir tenggelam oleh desir uap panas. Hari ini ia menyiapkan sarapan- bukan roti panggang dan susu hangat seperti biasanya, tapi nasi putih hangat, telur dadar keemasan, sambal goreng tempe, dan sup bening yang mengeluarkan wangi menenangkan. “Non Aylin, ndak usah repot-repot. Biasanya cuma roti sama susu aja, kok,” ucap Bi Jumina dari meja makan, suaranya penuh kekhawatiran sekaligus kagum. Aylin menoleh, tersenyum lembut. “Saya terbiasa makan nasi, Bi. Kalau belum makan nasi rasa

  • PASUTRI MAGANG    PASUTRI MAGANG

    BAB, 04. 🌻 Aylin melangkahkan kakinya perlahan menaiki anak tangga yang menghubungkan lantai satu dengan kamar tidur milik suami dadakannya. Setiap langkah terasa berat, seperti membawa segunung keraguan dan rasa asing yang menyesakkan dada. Begitu sampai di depan pintu kamar, Aylin berhenti. Jemarinya sempat ragu, tapi akhirnya ia mengetuk pintu dua kali dengan lembut. Sunyi. Ia berniat mengetuk sekali lagi ketika sebuah suara dari belakang mengejutkannya. " Non, itu kamarnya Tuan muda. Nggak usah di ketuk segala, " ujar seorang wanita tua bertubuh gempal sambil tersenyum lebar. Di tangannya, ia membawa nampan berisi dua gelas susu hangat yang masih terlihat kepulan asap tipis. Aylin menoleh cepat. Wanita itu tampak ramah, dengan wajah bulat dan sorot mata yang hidup. " Saya Bi Jumina, " katanya kemudian, " pengurus rumah tangga disini. Dulu, ikut sama almarhumah ibu Tuan muda dari Jawa Tengah." Nada suaranya terdengar hangat tapi menggoda, seolah mengerti betul bagaima

  • PASUTRI MAGANG    PASUTRI MAGANG

    BAB, 03. 🌻 Aylin Zahira Anindya adalah sosok perempuan berusia dua puluh tujuh tahun yang hidupnya diwarnai perjuangan dan kesederhanaan. Sejak ayahnya meninggal beberapa tahun lalu, ia tinggal bersama sang ibu yang kini sakit-sakitan karena riwayat lambung yang sudah parah, serta adik laki-lakinya, Raihan, di sebuah kontrakan kecil di sudut kota Jakarta. Setiap pagi, Aylin berangkat lebih awal menuju tempat kerjanya sebagai asisten perias pengantin. Upahnya tidak besar, namun cukup untuk membayar uang kontrakan dan sedikit kebutuhan rumah tangga. Sementara itu, Raihan bekerja sebagai supir angkot, berkeliling jalanan panas dan macet ibu kota demi membawa pulang uang yang pas untuk makan sehari-hari mereka bertiga. Meskipun hidup dalam keterbatasan, Aylin tetap menjadi perempuan kuat, cerdas dan juga berparas cantik. Sifatnya yang lembut dan penuh kasih membuat siapa pun yang mengenalnya merasa nyaman. Ia jarang mengeluh, bahkan ketika lelah menekan pundaknya, ia masih mampu

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status