Home / Romansa / PASUTRI MAGANG / PASUTRI MAGANG

Share

PASUTRI MAGANG

Author: Upik abu
last update Last Updated: 2025-10-18 10:32:23

BAB, 03.

🌻

Aylin Zahira Anindya adalah sosok perempuan berusia dua puluh tujuh tahun yang hidupnya diwarnai perjuangan dan kesederhanaan. Sejak ayahnya meninggal beberapa tahun lalu, ia tinggal bersama sang ibu yang kini sakit-sakitan karena riwayat lambung yang sudah parah, serta adik laki-lakinya, Raihan, di sebuah kontrakan kecil di sudut kota Jakarta.

Setiap pagi, Aylin berangkat lebih awal menuju tempat kerjanya sebagai asisten perias pengantin. Upahnya tidak besar, namun cukup untuk membayar uang kontrakan dan sedikit kebutuhan rumah tangga. Sementara itu, Raihan bekerja sebagai supir angkot, berkeliling jalanan panas dan macet ibu kota demi membawa pulang uang yang pas untuk makan sehari-hari mereka bertiga.

Meskipun hidup dalam keterbatasan, Aylin tetap menjadi perempuan kuat, cerdas dan juga berparas cantik. Sifatnya yang lembut dan penuh kasih membuat siapa pun yang mengenalnya merasa nyaman. Ia jarang mengeluh, bahkan ketika lelah menekan pundaknya, ia masih mampu tersenyum sambil memastikan ibunya mendapat obat dan makanan tepat waktu. Dalam diri Aylin, tersimpan keteguhan hati seorang perempuan yang tak hanya berjuang untuk dirinya sendiri, tetapi untuk keluarga kecil yang ia cintai sepenuh jiwa.

🌻

Aylin duduk di kursi penumpang bagian tengah, bersebelahan dengan Athar- suami dadakannya yang kini menatap kearah jendela tanpa sepatah kata pun. Diantara mereka ada jarak yang lebih lebar dari sekedar ruang duduk, seolah udara di dalam mobil pun enggan menjadi perantara. Suara mesin dan deru angin malam menjadi satu-satunya pengisi keheningan yang menyesakkan.

Di kursi depan, Pak Ardian tampak berbicara singkat dengan mobil pribadinya. Sesekali pria paruh baya itu menoleh ke belakang, memastikan semuanya berjalan baik. Aylin hanya menunduk, menggenggam ujung gaunnya yang masih terlipat rapi di pangkuan. Bayangan acara pernikahan yang berlangsung begitu cepat dan tanpa persiapan jelas masih membayangi pikirannya.

Mobil melaju melewati jalan-jalan besar yang diterangi lampu kota. Dari balik kaca, Aylin menatap pantulan dirinya- wajah lelah dengan riasan yang mulai luntur. Hatinya campur aduk: canggung, gugup, juga tak percaya dengan kenyataan yang baru saja terjadi.

Ketika mobil berhenti di depan keluarga Athar, Aylin sempat menahan napas. Begitu kakinya menginjak paping blok, matanya terpaku. Dihadapannya berdiri rumah megah dengan pilar tinggi dan lampu taman yang memantulkan cahaya lembut ke segala arah. Di sepanjang pekarangan, berjejer bunga-bunga mahal- mawar, tulip, hingga anggrek langka yang dirawat dengan penuh kesempurnaan.

Aylin membeku sesaat. Ia tidak pernah membayangkan akan melangkah ketempat seperti ini. Rasa kagum dan malu menyeruak bersamaan; teringat kontrakan kecil disudut kota Jakarta yang selama ini ia sebut rumah. Kontras begitu mencolok hingga dadanya terasa sesak.

" Ayok, masuk! " suara berat mertuanya membuyarkan lamunannya.

" I-ini beneran rumahnya, om? " tanya Aylin mengalihkan pandangannya dan menatap mertuanya menunggu jawaban.

Terlihat mertuanya tersenyum, " kok manggilnya om, sih? panggil ayah saja. Iya, ini rumah kami. "

" Waaahh...besar banget. Kaya hotel. " Celetuk Aylin kagum sembari menatap rumah besar di hadapannya.

Athar turun, " norak! " gumamnya sembari tidak menoleh ataupun berhenti sejenak.

Aylin diam, merasa malu dengan celotehan yang baru saja keluar dari mulut mungilnya.

" Saya...mendingan pulang saja, om. Saya rasa, saya kurang cocok untuk tinggal disini. " Sahut Aylin, ucapan Athar barusan lolos membuat Aylin tersadar siapa dirinya.

" Lho, kok pulang? ini kan rumah kamu juga. Kamu gak usah dengerin ucapan Athar, dia memang gitu orangnya. Nanti juga Athar terima kamu, ayok masuk! " ajak ayah mertuanya ramah.

Gadis itu menarik napas dalam-dalam, mencoba menenangkan detak jantungnya yang tak beraturan, lalu melangkah pelan menuju kehidupan baru yang terasa asing- dan mungkin penuh rahasia.

Saat sampai di ruang keluarga, Aylin kembali disambut dengan interior rumah yang begitu memukau. Rumah ini terdiri dua lantai, Aylin celingukan.

" Kamarnya Athar ada di lantai dua, kamu susulin aja dia. Ayah, istirahat dulu. " Ujar ayah mertua santai.

" Ng...tapi om, masa langsung satu kamar. Kan, Aylin malu.." gumamnya polos.

Pak Ardian terkekeh mendengar celotehan menantunya, " kenapa malu. Kalian kan sudah sah menjadi suami istri? "

" Iya tapi...gak papa deh, aku tidur di sofa aja. " Kata Aylin sembari menunjuk sofa ruang keluarga.

" Masa tidur di sofa, apa mau ayah antara ke kamarnya Athar? " tanya Pak Ardian.

Aylin menggerakkan tangannya, " nggak usah, om...eh, Yah. Aylin keatas sendiri aja, nyusul Athar. "

🌻

BERSAMBUNG....

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • PASUTRI MAGANG    PASUTRI MAGANG

    BAB, 60. 🌻 Akhir pekan itu tiba dengan hangat. Mentari bersinar lembut di langit, angin pantai menari di rambut Aylin yang dibiarkan tergerai. Athar memandangnya dari belakang kemudi, hatinya berdebar lebih kencang dari biasanya. Aylin, dengan senyum malu-malu dan pipi merona karena angin laut, tampak seperti gadis yang selalu membuatnya jatuh cinta- bukan hanya sebagai istri, tapi sebagai sahabat, teman, dan cinta sejatinya. Mereka berjalan beriringan di pasir, sepatu dilepas, kaki mereka menyentuh air yang dingin namun menyenangkan. Athar sesekali menggenggam tangan Aylin, perlahan, seolah takut memutuskan momen itu. Aylin menatapnya, matanya bersinar, dan di sana ada kepercayaan yang mendalam, sebuah rasa aman yang selama ini sulit ia temukan. "Lihat, Athar… ini indah," kata Aylin, menunjuk garis laut yang berkilau di bawah matahari. Athar tersenyum, memiringkan wajahnya mendekat, menatap mata Aylin. "Indah? Itu karena ada kamu di sini," bisiknya, hampir terdengar sebaga

  • PASUTRI MAGANG    PASUTRI MAGANG

    BAB, 59. 🌻 Pukul sembilan pagi, ruang CEO dipenuhi cahaya hangat yang menembus jendela besar. Athar duduk di belakang mejanya, wajahnya cerah, hampir tidak seperti biasanya. Ada kelegaan yang tak bisa disembunyikan-hari ini, Aylin memilih untuk berhenti bekerja, fokus mengurus rumah tangga, dan Athar tahu itu adalah keputusan yang tepat baginya. Namun, di balik senyum itu, ada beban yang harus ia lepaskan. Gosip-gosip karyawan tentang Aylin-bahwa ia menikahi Athar demi uang sepuluh miliar-telah menyebar seperti api kecil yang siap membakar reputasi istrinya. Athar menatap sekilas ke luar jendela, menarik napas dalam, lalu berdiri. Langkahnya mantap ketika ia melangkah ke ruang pertemuan, di mana seluruh tim menunggu dengan rasa penasaran dan sedikit ketegangan. Suara Athar terdengar, tegas namun penuh emosi: "Aylin memilih untuk berhenti bekerja bukan karena alasan yang kalian dengar atau pikirkan. Semua gosip tentang uang, tentang motivasi pribadi-tidak ada yang benar." Ada he

  • PASUTRI MAGANG    PASUTRI MAGANG

    BAB, 58.🌻Melody tertunduk sangat dalam, Athar menatapnya dengan tatapan rasa iba." Seperti yang kamu ketahui, kalau aku pergi karena Papah aku di kejar depkolektor waktu itu." Ucap Melody seraya mengangkat wajahnya dan menatap Athar," maaf, karena aku sudah meninggalkan kamu waktu akad." Athar tertunduk. Dulu memang Athar sangat kecewa, sangat merasa tidak bisa hidup jika tidak dengan Melody. Namun nyatanya, seiring berjalannya waktu, Aylin, gadis itu telah menyembuhkan lukanya secara perlahan." Tidak perlu ada yang di salahkan, Mel. Aku ngerti, anggap saja semuanya memang harus begini. Karena- ya...terjadi begitu saja." Athar balas menatap," aku harap, kamu bisa lebih bahagia." Melody tersenyum tulus, " aku akan pamit. Mungkin beberapa waktu ini- aku akan meninggalkan Indonesia. Ah, aku akan kerja di Taiwan bareng temen aku. Kalau begitu, sampaikan salam maafku kepada Aylin." Athar mengangguk tulus.~~~Malam itu, hujan turun tipis- hanya cukup untuk membuat udara dingin meny

  • PASUTRI MAGANG    PASUTRI MAGANG

    BAB, 57.🌻Pipi Melody terasa panas..Suara tamparan itu masih menggema di telinganya, lebih nyaring dari detak jantungnya sendiri. Kepalanya sedikit menoleh ke samping, rambutnya jatuh menutupi wajah yang kini memucat. Ia berdiri terpaku di ruang tamu rumah yang dulu terasa hangat, kini pengap oleh bau keputusasaan." Papa tidak peduli dengan alasanmu!" hardik sang papa, napasnya tersengal. Matanya merah, bukan hanya oleh amarah, tapi juga oleh ketakutan yang terlalu lama ia pendam. " Kamu harus kembali ke Athar. Dia masih mencintaimu. Kamu bisa memperbaiki semuanya."Melody perlahan mengangkat wajahnya. Matanya berkaca-kaca, namun suaranya tetap bergetar tertahan. " Tidak, pah." Ia menggeleng pelan. " Aku tidak akan merusak hubungan Athar bersama istrinya. Aku sudah cukup menyakitinya...aku meninggalkan Athar di hari pernikahan kami. Luka itu...aku yang menorehkannya."Tangannya mengepal di sisi tubuhnya. Bayangan wajah Athar, tatapan hancur yang tak sempat ia jelaskan, kembali meng

  • PASUTRI MAGANG    PASUTRI MAGANG

    BAB, 56. 🌻 Pagi itu, tepat pukul 07:17, rooftop gedung kantor masih di selimuti udara dingin sisa malam. Matahari baru saja naik, cahayanya pucat, menembus celah-celah gedung-gedung tinggi Jakarta. Kota belum sepenuhnya riuh- masih ada jeda sunyi sebelum hiruk pikuk di mulai. Aylin berdiri seorang diri disana. Kedua tangannya bersedekap, bukan karena dingin, melainkan karena dadanya terasa kosong dan berat. Angin pagi mengibaskan rambutnya, sementara matanya menatap lurus ke langit yang perlahan membiru. Malam tanpa tidur meninggalkan jejak di wajahnya- mata yang lelah, napas yang di tahan lama. Pintu rooftop terbuka pelan. Rayan berdiri di ambang pintu, tampak sedikit terkejut menemukan seseorang di sana sepagi ini. Jas kantornya masih rapi, kopi panas mengepul di tangannya. Langkahnya terhenti ketika menyadari siapa yang berdiri beberapa meter darinya. " Apa perkataan mereka barusan mengusikmu?" Aylin menoleh refleks. Terlihat Rayan kembali meneruskan langkahnya dan m

  • PASUTRI MAGANG    PASUTRI MAGANG

    BAB, 55.🌻Athar berdiri beberapa detik di ambang ruang tengah, langkahnya tertahan oleh pemandangan yang tak ia duga akan membuat dadanya terasah sesak.Aylin duduk di ujung sofa, tubuhnya sedikit meringkuk. Satu tangannya menahan pipi kiri- pipi yang kini tampak lebih merah dan bengkak dibandingkan terakhir kali ia melihatnya di kantor. Rambutnya terurai asal, matanya kosong menatap lantai, seolah berusaha meyakinkan di bahwa semuanya baik-baik saja.Athar menghela napas pelan. Tanpa suara, ia mendekat." Ini.." Suaranya terdengar lebih rendah dari biasanya saat ia menyodorkan alat kompres yang sudah berisi es batu, terbungkus kain tipis.Aylin tersentak kecil. Ia mendongak, kaget, lalu cepat-cepat meluruskan punggungnya. Tatapan mereka bertemu sesaat- cukup lama untuk membuat udara di antara mereka menegang, cukup singkat untuk Aylin kembali menunduk." Terima kasih..." ucapnya pelan, canggung.Athar tidak langsung melepaskan kompres itu. Tangannya masih tertahan di udara, jarak

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status