Beranda / Pendekar / PEDANG NAGA LANGIT / Bab 55 - Intrik di Balik Layar

Share

Bab 55 - Intrik di Balik Layar

Penulis: Andi Iwa
last update Terakhir Diperbarui: 2025-03-28 08:15:40

Sorakan membahana di arena. Ribuan pasang mata tertuju ke tengah gelanggang, tempat Li Feng berdiri dengan napas memburu. Keringat menetes di pelipisnya, sementara lawannya, seorang pendekar berbadan besar bernama Huang Jie, mengayunkan pedangnya dengan kekuatan luar biasa.

Huang Jie bukan lawan sembarangan. Ia bukan hanya kuat secara fisik, tetapi juga memiliki pengalaman bertarung yang jauh lebih banyak dibandingkan Li Feng. Tapi bukan itu yang membuat Li Feng curiga. Ada sesuatu yang aneh dalam pertandingan ini—sesuatu yang tidak seharusnya terjadi.

Di bangku kehormatan, Jenderal Zhao duduk dengan ekspresi dingin. Senyum samar tersungging di bibirnya saat melihat Li Feng berada dalam posisi sulit. Tak jauh dari sana, Kaisar memperhatikan pertandingan dengan tatapan tajam, seolah sedang menilai sesuatu yang lebih dari sekadar pertarungan.

Li Feng menarik napas dalam, mencoba mengendalikan detak jantungnya. Ia tahu, jika ia tidak berhati
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Bab Terkunci

Bab terkait

  • PEDANG NAGA LANGIT   Bab 56 - Rahasia Putri Ling’er

    Hujan tipis mengguyur halaman belakang istana, menambah kesan muram pada malam yang semakin larut. Bayangan lentera berayun pelan, menyorot sosok seorang gadis berpakaian sutra merah dengan tudung menutupi kepalanya. Putri Ling’er melangkah hati-hati di antara koridor yang gelap, sesekali menoleh ke belakang memastikan tak ada yang mengikuti. Di sebuah sudut yang terlindung dari pandangan penjaga, seorang pria berdiri tegak dengan pedang tersarung di punggungnya. Matanya tajam mengamati sosok yang mendekat. “Putri Ling’er…” Li Feng menundukkan kepala dengan hormat. “Kenapa Anda memintaku datang ke tempat ini di tengah malam?” Ling’er menatapnya dengan ekspresi tegang, seakan ada beban berat yang ia pikul. “Li Feng, aku tak punya banyak waktu. Aku harus memberitahumu sesuatu yang sangat penting.” Li Feng mengernyit. “Tentang apa?” Putri Ling’er menarik napas dalam, suaranya bergetar. “Jenderal Zhao… Dia berenc

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-28
  • PEDANG NAGA LANGIT   Bab 57 - Pertempuran Melawan Ahli Bela Diri dari Utara

    Angin dingin dari utara berhembus kencang, membawa butiran salju yang menyelimuti medan pertempuran. Li Feng berdiri tegap, tatapan matanya tajam menatap lawannya yang datang dari kejauhan. Di hadapannya berdiri seorang pria bertubuh tinggi besar, mengenakan mantel bulu tebal dengan lambang suku utara di dada. "Aku telah mendengar tentangmu, pendekar dari selatan," suara pria itu berat dan dalam, menggema di antara tiupan angin. "Namaku Batu Temur, salah satu dari lima panglima perang Suku Serigala Salju. Kaisarmu mengira kau bisa menghentikan kami? Aku akan buktikan sebaliknya." Li Feng tetap diam, membiarkan angin menggoyangkan ujung jubahnya. Dari cara Batu Temur berdiri, ia tahu lawannya adalah tipe petarung berbasis kekuatan. Seorang pejuang dari suku utara biasanya memiliki tubuh yang lebih besar, tenaga yang luar biasa, dan ketahanan terhadap rasa sakit yang mengerikan. Melawan lawan seperti ini, kekuatan fisik saja tak cukup. "Apa

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-29
  • PEDANG NAGA LANGIT   Bab 58 - Mimpi Buruk yang Semakin Nyata

    Langit malam di perkemahan militer kelam tanpa bintang. Api unggun menyala redup, menari-nari dalam hembusan angin dingin yang membawa aroma besi dan darah. Li Feng duduk di dalam tendanya, memijat pelipisnya yang terasa berat. Kabut kegelisahan menyelubungi pikirannya setelah mendengar kabar dari mata-mata. Panglima Agung dari Utara sedang dalam perjalanan ke medan perang. Bibirnya mengerut tipis, matanya menyipit, menatap peta strategi yang terbentang di hadapannya. "Jika Batu Temur saja sekuat ini... lalu seperti apa kekuatan Panglima Agung?" Bayangan sosok lawan yang belum pernah ia lihat membayangi benaknya. Ia telah melihat sendiri kedahsyatan Batu Temur, seorang jenderal yang tak hanya memiliki kekuatan fisik luar biasa, tetapi juga strategi pertempuran yang licik. Panglima Agung pasti jauh lebih menakutkan. Li Feng menghela napas panjang. Ia butuh istirahat sebelum pertempuran esok hari

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-29
  • PEDANG NAGA LANGIT   Bab 59 - Semifinal yang Berbahaya

    Langit di atas medan perang berwarna kelam, seakan menyerap aura mencekam yang menyelimuti seluruh pasukan. Angin bertiup kencang, membawa aroma darah dan baja yang bercampur dengan debu pertempuran. Li Feng berdiri tegak di garis depan, menggenggam Pedang Naga Langit dengan erat. Namun, kata-kata panglima musuh tadi masih bergema di dalam pikirannya. "Binatang liar yang akan membantai semua orang, termasuk pasukanmu sendiri…" Darahnya berdesir. Apakah benar? Apakah ia akan kehilangan kendali? Namun, tak ada waktu untuk ragu. Di hadapannya, seorang lelaki bertubuh tegap dengan jubah merah menyala menunggangi kuda hitam. Dia adalah Pangeran Wu Tian, putra mahkota dari Kerajaan Selatan—seorang ahli pedang yang dikenal kejam dan tak kenal ampun. Wu Tian tersenyum sinis, mengangkat pedangnya tinggi-tinggi. "Li Feng, mari kita lihat apakah kau benar-benar layak disebut legenda!" Tanpa aba-aba, Wu Tian me

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-30
  • PEDANG NAGA LANGIT   Bab 60 – Duel yang Mengguncang Istana

    Angin malam berdesir dingin, membelai wajah para prajurit yang terpaku di tempat mereka. Kilauan perak Pedang Naga Langit memantulkan sinar bulan, menciptakan bayangan yang bergetar di tanah berdebu. Li Feng berdiri di tengah lingkaran pasukan Kekaisaran, dadanya naik turun, sementara matanya memerah, terperangkap dalam bisikan yang terus menghantui pikirannya. “BUNUH… HABISI MEREKA… TIDAK ADA YANG BISA DIPERCAYA…” Bisikan itu bergema di telinganya, mengiris kesadarannya dengan kejam. Jari-jarinya menggenggam gagang pedang dengan erat, tetapi lengannya bergetar seolah bertarung melawan dirinya sendiri. “Li Feng… jangan lakukan ini…” salah satu perwira pasukan Kekaisaran bersuara, suaranya dipenuhi ketakutan dan kebimbangan. Wu Tian, dengan senyum miringnya, melangkah maju. "Haha! Lihatlah! Pendekar besar Kekaisaran, sang pahlawan perang, kini berubah menjadi algojo bagi pasukannya sendiri!" serunya, suaranya bergema di anta

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-30
  • PEDANG NAGA LANGIT   Bab 61 - Kemenangan yang Tidak Diduga

    Li Feng berdiri dengan pedang di tangannya, tubuhnya bergetar hebat. Rasa sakit menjalar dari ujung jari hingga ke seluruh tubuhnya, seolah-olah ribuan jarum menusuk kulitnya. Keringat dingin mengalir deras di pelipisnya. Sorak sorai para prajurit di sekelilingnya terdengar samar di telinganya. Kemenangan telah diraih, tetapi sesuatu yang mengerikan menggerogoti tubuhnya dari dalam. "Li Feng!" suara Panglima Wei menggema di tengah medan pertempuran yang telah reda. Ia berlari ke arah pemuda itu, ekspresinya penuh kekhawatiran. Li Feng membuka mulutnya, ingin mengatakan sesuatu, namun tiba-tiba pandangannya mengabur. Lututnya melemas dan tubuhnya ambruk ke tanah. "Li Feng!" Para prajurit yang baru saja bersorak kini bergegas menghampiri pemimpin mereka yang jatuh tak sadarkan diri. Pedang Naga Langit yang ia genggam pun tergelincir dari tangannya dan tertanam di tanah berlumuran darah. Di dalam istana kekaisar

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-31
  • PEDANG NAGA LANGIT   Bab 62 - Jenderal Zhao Mulai Bertindak

    Kegelapan menyelimuti ibu kota ketika Jenderal Zhao berdiri di balkon kediamannya, menatap bulan yang separuh tertutup awan. Malam itu, pikirannya dipenuhi rencana untuk menyingkirkan Li Feng. Ia telah menunggu terlalu lama, dan kini saatnya bertindak sebelum pemuda itu semakin berkuasa. Di dalam ruangan, beberapa pejabat berpangkat tinggi telah berkumpul. Mereka adalah orang-orang yang setia kepada Jenderal Zhao, mereka yang merasa terancam dengan kehadiran Li Feng yang semakin dekat dengan Kaisar. “Kita tidak bisa lagi menunggu,” kata Jenderal Zhao dengan suara rendah, tetapi penuh ketegasan. “Li Feng harus disingkirkan sebelum ia memiliki pengaruh lebih besar di istana.” Seorang pejabat tua, Menteri Lu, mengangguk. “Kaisar tampaknya semakin mempercayai bocah itu. Jika ia diberi kekuasaan lebih, kita semua dalam bahaya.” “Bagaimana rencana kita?” tanya seorang jenderal lain, alisnya berkerut. Jenderal Zhao

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-31
  • PEDANG NAGA LANGIT   Bab 63 - Tawaran Beracun dari Kaisar

    Langit ibu kota tampak kelabu saat Li Feng berjalan melewati gerbang istana. Udara terasa lebih dingin dari biasanya, seakan mencerminkan suasana hatinya yang tengah dipenuhi kegelisahan. Ia dipanggil oleh Kaisar secara mendadak, sebuah kejadian yang jarang terjadi kecuali ada hal penting yang harus dibahas. Di sepanjang koridor istana, para kasim dan pelayan menundukkan kepala saat ia lewat, tetapi Li Feng dapat merasakan tatapan-tatapan tersembunyi di antara mereka. Bisik-bisik lirih terdengar di kejauhan, tetapi ia mengabaikannya. Pikirannya terlalu dipenuhi oleh kemungkinan-kemungkinan yang akan ia hadapi di hadapan Kaisar. Ketika akhirnya ia tiba di Balairung Naga Emas, dua prajurit penjaga membuka pintu besar itu. Di dalamnya, sang Kaisar duduk di atas singgasana megahnya, mengenakan jubah kuning keemasan yang memancarkan kewibawaan. Di sebelahnya, Jenderal Zhao berdiri dengan ekspresi yang sulit dibaca. Mata mereka bertemu sejenak, dan dalam tata

    Terakhir Diperbarui : 2025-04-01

Bab terbaru

  • PEDANG NAGA LANGIT   Bab 138 – Jebakan Api dari Langit

    Lembah Tujuh Langit telah menjadi saksi bisu dari ribuan pertarungan legendaris. Terkubur dalam sejarah panjang yang berabad-abad, tempat ini terkenal sebagai medan yang hanya bisa ditaklukkan oleh mereka yang benar-benar memiliki jiwa seorang pendekar. Namun, saat ini, tanah yang dipenuhi dengan aura kekuatan tersebut terasa semakin sunyi dan mencekam. Hanya ada dua pasukan yang mengisi kesunyian itu, satu pasukan yang terdesak, dan satu lagi yang datang dengan harapan untuk merenggut kehidupan mereka. Li Feng berdiri di bibir jurang yang menatap lembah yang terhampar luas di bawah kakinya. Hanya ada tiga ribu prajurit yang tersisa di pihaknya—pasukan yang tersisa setelah bertahan melawan serangan pasukan Shen Lu yang tak kenal ampun. Angin malam yang dingin berdesir melalui rambutnya, menciptakan ketenangan yang seolah bertentangan dengan pertempuran yang sudah di depan mata. “Bai,” panggilnya, suaranya sedikit tercekat, “Apakah kau yakin ini satu-satunya cara?”

  • PEDANG NAGA LANGIT   Bab 137 – Satu Pasukan Terakhir

    Lembah Tujuh Langit—tempat yang dikenal sebagai tanah suci bagi para pendekar sejati—menjadi saksi dari perjuangan yang semakin mendekati garis akhir. Di sini, Li Feng berdiri tegak di samping Jenderal Bai, memandang lurus ke depan dengan tatapan tajam yang tak terhalang. Di belakang mereka, tiga ribu pasukan yang tersisa, masing-masing dengan wajah yang penuh keteguhan, namun tak bisa menutupi ketegangan yang terasa di udara. "Jenderal Bai," suara Li Feng menggema di antara batu-batu besar yang mengelilingi lembah. "Ini adalah satu-satunya tempat di mana kita bisa bertahan." Jenderal Bai mengangguk perlahan, meski raut wajahnya penuh kerut mendalam, seolah beban sejarah masa lalunya kembali menghantui setiap langkah yang ia ambil. "Tujuh Langit... tempat ini menyimpan banyak rahasia," jawabnya, suaranya serak. "Dan aku tidak yakin kita akan keluar dari sini hidup-hidup." Li Feng merasakan beratnya kata-kata itu, namun ia tahu bahwa pilih

  • PEDANG NAGA LANGIT   Bab 136 – Pertarungan Jiwa Jenderal Bai

    Li Feng berdiri tegap di hadapan gua yang gelap. Udara di sekitar Padang Asin ini terasa lebih berat dari biasanya. Angin yang seharusnya menyegarkan malah menambah kesan angker, menggulung sepi yang semakin menyesakkan. Pikirannya berkelana, meraba ke segala arah, berusaha menyusun kata-kata yang tepat untuk menyentuh hati seorang pria yang telah terasing begitu lama—Jenderal Bai. Dia adalah satu-satunya orang yang bisa mengubah arah pertempuran yang akan datang. Bai, yang dulu dikenal sebagai Jenderal Perang terkuat, kini tinggal bayangannya sendiri, seolah terlupakan oleh dunia. Namun, ada satu hal yang Li Feng tahu pasti: hanya Bai yang bisa menghentikan pasukan Shen Lu yang datang bagaikan badai, menggulung semua yang ada di hadapannya. Li Feng melangkah memasuki gua, diikuti oleh Putri Ling’er yang setia. Setiap langkahnya terasa semakin berat. Mereka mendekati tempat di mana Bai mengasingkan diri, tempat di mana dia memilih untuk melupakan semua

  • PEDANG NAGA LANGIT   Bab 135: Jenderal yang Terlupakan

    Li Feng menatap horizon dengan pandangan kosong. Langit yang kelabu, penuh dengan awan mendung, seakan menggambarkan beratnya perjalanan yang harus dilalui. Di depan matanya, medan perang semakin mendekat, dan Shen Lu dengan pasukannya yang tak terhentikan hampir mencapai gerbang ibu kota. Namun, Li Feng tahu bahwa ada satu harapan terakhir yang bisa mencegah kehancuran. “Jenderal Bai... di mana dia?” pikirnya, menggenggam erat Pedang Naga Langit yang ada di tangannya. Pedang itu masih terbalut energi gelap yang terus-menerus mengalir ke dalam tubuhnya, mengingatkannya akan kutukan yang kerap mengganggu. Namun, ia sudah terbiasa dengan rasa sakit itu—lebih baik rasa sakit itu daripada kehilangan segalanya. Dari dalam kedalamannya, suara Putri Ling’er terngiang, mengingatkannya pada kata-kata terakhir mereka sebelum berpisah. “Kamu bisa menghadapinya, Li Feng. Tak peduli betapa beratnya jalan ini, kamu harus menemukan jalan keluarnya. Jangan biarkan peda

  • PEDANG NAGA LANGIT   Bab 134 – Surat Wasiat yang Tertinggal

    Angin malam berdesir di antara pilar-pilar Istana Selatan, membawa aroma darah yang masih hangat. Li Feng berdiri mematung. Di hadapannya, tubuh Perdana Menteri Gao tergeletak tak bernyawa, darah mengalir perlahan dari luka di lehernya — merah pekat di atas lantai batu putih yang bersih. "Guru..." gumamnya lirih, hampir seperti bisikan yang hilang tertiup angin. Ia mengepalkan tinjunya, gemetar. "Mengapa harus begini...?!" Di tangan Gao yang membeku, sebuah gulungan kecil tampak tersembunyi, hampir terlewatkan jika Li Feng tidak memperhatikannya dengan saksama. Dengan langkah berat, seolah setiap gerakan menambah beban di pundaknya, ia berlutut dan mengambil gulungan itu. Kulitnya sudah rapuh, nyaris retak di setiap sudutnya, seperti usianya yang sudah terlalu tua untuk membawa rahasia besar. Li Feng menarik napas dalam-dalam. Srek! Ia membuka gulungan itu perlahan, takut bahwa sedikit saja kecerobohan akan m

  • PEDANG NAGA LANGIT   Bab 133 – Kesetiaan yang Palsu

    Langkah-langkah itu terdengar menggema di lorong panjang Istana Timur, seirama dengan detak jantung Li Feng yang berdentam di telinganya. “Hah... hah...” Napasnya berat, tapi matanya tetap tajam, menusuk kegelapan seperti pedang yang terhunus. Bayangan Perdana Menteri Gao sudah tampak di depan. Tubuh tua itu berdiri tenang, seolah-olah telah menunggunya sejak lama. Sebuah senyum getir melintas di wajah keriput itu, penuh kelelahan... dan penyesalan. "Li Feng..." Gao mengangguk pelan, suaranya serak. "Akhirnya kau datang." Li Feng berhenti beberapa langkah di depannya. Tangannya mengepal kuat di sisi tubuhnya. "Mengapa, Guru...?" suaranya pecah, setengah berteriak, setengah memohon. "Mengapa Anda... Anda yang dulu mengajarkan saya tentang kehormatan, tentang kesetiaan pada negeri ini... malah berkhianat?!" Perdana Menteri Gao menghela napas panjang. "Kesetiaan?" Ia terkekeh pahit. "Apa itu kesetiaan, anak muda? Pada siapa ka

  • PEDANG NAGA LANGIT   Bab 132 – Jejak Pengkhianat di Istana

    Malam itu, langit di atas ibu kota menggantung berat, seolah menahan ribuan jeritan yang tak pernah diucapkan. Kabut tipis menyelimuti jalan-jalan batu, membuat istana megah di kejauhan tampak seperti bayangan raksasa yang menyamar di balik dunia nyata. Li Feng menarik napas dalam-dalam. Sial… pikirnya. Setiap langkah yang ia ambil di atas tanah kekaisaran kini terasa seperti berjalan di atas pecahan kaca. Tidak ada lagi tempat yang aman. Tidak ada lagi wajah yang bisa dipercayai. "Kau yakin mau melakukan ini?" suara Mei Yue, pelan seperti desir angin, membelah kebisuan malam. Li Feng menoleh. Mata perempuan itu bersinar dalam temaram lentera jauh di belakang mereka. Ada ketegangan, ada keraguan. Tapi yang paling kuat… ada ketakutan. Bukan untuk dirinya sendiri, tapi untuknya — untuk Li Feng. "Huh," Li Feng mendengus, setengah tersenyum getir. "Kalau bukan aku, siapa lagi?" Tanpa menunggu jawaban, ia melangka

  • PEDANG NAGA LANGIT   Bab 131 – Negeri yang Telah Lama Hilang

    Langit abu-abu menggantung berat di atas reruntuhan Tianxiang, seakan langit sendiri menangisi kota yang pernah bersinar seperti permata di tengah kekaisaran. Angin membawa debu dan bau darah, menusuk ke dalam lubuk jiwa mereka yang masih bertahan. Li Feng berdiri diam, memegang gulungan kuno erat-erat di tangannya, seolah-olah kertas tua itu adalah satu-satunya jangkar yang mengikatnya pada kenyataan. "Sumpah Kaisar Pertama..." gumamnya lirih, matanya yang merah menatap kosong ke depan. "Shen Lu... negeri yang sudah lama dikabarkan lenyap... ternyata belum pernah benar-benar hilang..." Di sampingnya, Mei Yue memandang dengan tatapan gelap, seakan hatinya tahu lebih banyak daripada apa yang berani ia katakan. Akhirnya, ia menarik napas dalam-dalam, lalu berbisik, “Li Feng, kita harus berbicara. Sekarang.” Li Feng mengangguk tanpa suara. Keduanya bergegas ke sebuah bangunan setengah roboh — bekas rumah seorang saudagar, kini hanya kerangka

  • PEDANG NAGA LANGIT   Bab 130 – Sumpah Kaisar Pertama

    Angin malam menusuk kulit, bagai jarum-jarum halus yang menari di sepanjang reruntuhan Kota Tianxiang. Asap membubung ke langit gelap, dan di antara puing-puing, Li Feng berlutut dengan tubuh menggigil, memeluk tubuh rapuh Putri Ling’er. “Ling’er…” suaranya serak, hampir tak terdengar. Putri itu menggenggam tangan Li Feng, lalu — dengan napas tersengal — menyerahkan sebuah gulungan tua, warnanya pudar, talinya nyaris rapuh. "Ini... rahasia... takdir kita," bisiknya. "Bawa... gulungan ini... ke tempat yang aman, Li Feng... Demi kita semua..." Dan kemudian—duk!—kepalanya terkulai di pelukan Li Feng. Li Feng menahan napas. “T-tidak… Tidak! Jangan tinggalkan aku!” Ia mengguncang tubuh Ling’er, matanya memanas, suara di dadanya bergemuruh seperti badai. "Aaaaaargh!" pekiknya, membebaskan kemarahan, kepedihan, dan penyesalan dalam satu teriakan panjang yang menggetarkan udara. Namun, t

Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status