Lu Sicheng mengulas senyum. Dia bangga akan dirinya sendiri. Pedang besar itu kini berada dalam genggamnya. Bobotnya lumayan berat karena terbuat dari logam suci semesta, itu yang dikatakan Guru Li.
Dengan gerakan halus Lu Sicheng mulai memainkan pedang itu. Aneh. Kenapa pedang itu kini terasa ringan. Dia bukan seperti sedang menghunus sebilah pedang, melainkan sedang memainkan selembar sutera.Namun kenapa perasaannya terasa berbeda. Pedang itu seolah mendorong jiwanya untuk segera bertempur. Lu Sicheng pun segera menoleh pada Guru Li dengan tegas.TAK!PRANG!"Guru Li!" pekiknya kaget.Apa yang rerjadi? Kenapa pedang itu menyerang Guru Li tanpa ia kehendaki.Untung saja Guru Li dengan sigap segera menangkis serangan Lu Sicheng. Sekarang keduanya pun mulai bertarung adu pedang dengan sengit."Lu Sicheng, kendalikan pedang itu!" perintah Guru Li sembari menahan serangan Lu Sicheng akan dirinya."Bagaimana caranya, Guru Li? Pedang ini bergerak tanpa kehendakku!" Lu Sicheng tampak mulai panik. Tidak. Bisa-bisa ia membunuh si tua bangka itu sekarang juga. Pedang suci Tiga Elemen itu terlalu kuat."Lu Sicheng, kau sedang dikuasai energi negatif yang ada pada pedang itu. Cepat pusatkan pikiran. Kendalikan pedang itu seperti yang kau inginkan!" Guru Li mulai kewalahan menangkis serangan Lu Sicheng.Pedang itu sudah berpuluh-puluh tahun terkurung tanpa tuannya. Pantas saja jika Pedang Suci Tiga Elemen itu mengamuk bak harimau yang terlepas dari kandangnya. Pedang suci Tiga Elemen sedang beradaptasi dengan tuannya yang baru. Guru Li pernah mendengar rumor itu."Baik, Guru!" Lu Sicheng memejamkan matanya. Dia memusatkan pikiran untuk mengendalikan pedang suci itu.Fokus..Pusatkan pikiran..Hentikan pertarungan ini sekarang!Aneh. Tiba-tiba saja gerakkan tangan Lu Sicheng melamban. Tampaknya pedang suci itu sudah menuruti perintahnya. Dia pun segera menghentikan pertarungan."Hebat, Lu Sicheng. Kau sudah bisa mengendalikan pedang itu sekarang. Aku bangga padamu," tukas Guru Li sembari membenahi pedangnya. Dia tersenyum kagum pada pemuda di hadapannya itu.Lu Sicheng hanya tersenyum tipis. Tentu saja dia pun kagum atas dirinya. Pedang Suci Tiga Elemen itu akhirnya bisa ia kendalikan."Ayo, Lu Sicheng. Kita minum teh dulu sebelum kau berangkat ke Timur." Guru Li segera menggiring Lu Sicheng menuju teras depan.Hari mulai pagi. Lu Sicheng harus berangkat ke Timur segera."Guru Li, kenapa kau berikan pedang ini kepadaku?" tanya Lu Sicheng saat mereka duduk sembari menikmati secangkir teh panas di teras depan rumah."Lu Sicheng, Pedang Suci Tiga Elemen itu milik kakekmu yang diwariskan pada mendiang ayahmu, Raja Lu Cia-Hao. Seharusnya kau sudah menaiki tahta kerajaan sekarang. Oleh karena itu sudah waktunya kau menggunakan pedang suci itu," jawab Guru Li. Kemudian meniup cangkir teh-nya lebih dulu sebelum menyesapnya."Lantas, apa keistinewaan pedang ini?" tanya Lu Sicheng lagi. Pendar matanya tampak penasaran menatap wajah Guru Li."Pedang Suci Tiga Elemen adalah pedang yang dibuat oleh Tiga Dewa Suci yaitu; Dewa Api, Dewa Air dan Dewa Bumi. Para dewa agung itu membuat pedang ini dari kekuatan alam semesta. Tiga elemen menjadi satu dan menjadi kekuatan yang sangat besar pada pedang itu. Tak hanya itu, bahkan kau pun bisa memanggil ketiga Dewa Suci itu saat sedang membutuhkan bantuan," ringkas Guru Li.Lu Sicheng mengangguk mengerti. Kemudian dia bertanya lagi,"Guru Li, selain keturunan dinasti Lu, apakah ada orang lain yang bisa mengangkat pedang suci ini?"Guru Li meletakkan cangkir teh yang sedang dipegangnya. Pendar matanya meredup. Dipandanginya para gadis yang sedang mencuri pandang pada Lu Sicheng. Astaga, para gadis itu tak ada kapoknya menggoda pemuda batu es ini, pikirnya sembari tersenyum tipis."Setahuku tak ada. Namun, aku pernah mendengar, siapa pun bisa saja menguasai dan menggunakan Pedang Suci Tiga Elemen itu. Asalkan dirinya sudah mencapai sebuah kesempurnaan, berupa bersujud selama sepuluh tahun pada pedang suci itu," ringkas Guru Li kemudian."Apa? Bersujud selama sepuluh tahun?" tanya Lu Sicheng kaget bukan kepalang. Mustahil ada orang yang mau melakukan hal bodoh macam itu hanya untuk sebuah pedang saja, pikirnya hampir tak percaya.Guru Li segera mengangguk membenarkan."Lu Sicheng, Pedang Suci Tiga Elemen itu jangan sampai jatuh ke tangan orang yang tamak dan picik, karena Pedang Suci Tiga Elemen hanya akan mematuhi perintah tuannya saja. (orang yang bisa mengangkatnya) Meski pun seseorang bisa mencapai kesempurnaan, itu tidak menjamin dirinya bisa menggunakan pedang suci itu. Salah-salah pedang itu akan menyerang dirinya sendiri." Guru Li berkata lagi.Lu Sicheng terdiam mendengarkan. Benar, Pedang Suci Tiga Elemen itu memanglah sangat sakti dan istinewa. Pantas saja kalau banyak pendekar menginginkannya. Namun, pedang itu ternyata berbahaya pula. Lu Sicheng bisa merasakan energi negatif yang sangat besar saat pedang itu menguasainya tadi."Lu Sicheng, meski begitu, kau harus tetap berhati-hati saat berangkat ke Timur nanti." Nasehat Guru Li sembari menepuk bahu Lu Sicheng yang duduk pada bangku di hadapannya."Baik, Guru." Lu Sicheng agak tersentak dari lamunannya."Baiklah. Ayo, aku antar dirimu sampai gerbang." Guru Li segera bangkit dari bangkunya.Lu Sicheng hanya mengangguk sembari bangkit dari bangku yang ia duduki. Mereka berjalan bersisian menuju pintu gerbang.Beragam nasehat Guru Li sematkan untuk Lu Sicheng. Meski usianya sudah dua puluh enam tahun, tapi bagi Guru Li pemuda itu masih tetap anak kecil yang harus ia perhatikan. Ya, Lu Sicheng memang bisa diandalkan. Bahkan pemuda gagah itu adalah muridnya yang paling cerdas dan tangkas.Tentu saja, karena di dalam tubuh Lu Sicheng mengalir darah Raja Lu Cia-Hao, ksatria tangguh yang berhati lembut. Bedanya Lu Sicheng lebih berhati dingin dan sedikit ketus. Lain dengan ayahnya yang ramah dan baik hati.Meski begitu, Lu Sicheng tetap sangat menawan di mata Guru Li. Dialah satu-satunya pewaris dinasti Lu yang masih hidup. Guru Li berharap Lu Sicheng bisa kembali merebut tahta kerajaan Dong Taiyang. Menjadi raja seperti mendiang ayahnya."Ingatlah pesanku, Lu Sicheng. Bunuh Yang Jingmi dan bawa kepalanya padaku. Setelah itu kau harus menaiki tahta kerajaan Dong Taiyang." Guru Li memegang kedua bahu Lu Sicheng sembari menatapnya tajam, penuh harap."Tenanglah, Guru Li. Aku pasti akan membunuh Yang Jingmi lalu mempersembahkan kepalanya padamu," jawab Lu Sicheng. Sorot matanya tampak dipenuhi api dendam.Guru Li tersenyum kagum melihat tekad anak muda itu. Mereka melanjutkan langkahnya lagi menuju pintu gerbang yang terbentang di depan sana."Kakak Cheng!""Tunggu, Kakak Cheng!"Kakak Cheng!"Lu Sicheng dan Guru Li menghentikan langkahnya mendengar suara-suara cicitan itu. Mereka pun menoleh serempak. Astaga, mau apa para gadis itu datang? Lu Sicheng tampak memasang wajah tidak senang menyambut ketiga gadis itu menghampirinya."Kakak Cheng, kami dengar kau akan berangkat ke Timur. Apa benar?""Kakak Cheng, bawalah kue beras ini. Aku membuatnya khusus untukmu.""Kakak Cheng, aku dengar di Timur sangatlah dingin. Pakailah jubah ini. Ini adalah jubah kesayanganku. Aku akan sangat senang bila kau mengenakannya."Guru Li mengulum senyumnya melihat para gadis itu tampak sedang menunjukkan perhatiannya pada Lu Sicheng. Sedangkan Lu Sicheng sendiri tampak dingin menatap mereka. Dia sama sekali tidak tertarik dengan barang-barang yang kereka sodorkan padanya itu."Maaf, aku tidak membutuhkan semua barang itu. Terima kasih," cetus Lu Sicheng segera berpamitan pada Guru Li. Dia harus segera berangkat sekarang. Persetan dengan para gadis itu."Tunggu, Kakak Cheng. Paling tidak bawalah kue yang kubuat ini. Perjalanan ke Timur sangatlah jauh. Kau pasti akan merasa lapar nantinya," ucap Han Siah, salah satu dari tiga gadis itu. Dia berhasil menghadang Lu Sicheng yang hendak menaiki kudanya.Lu Sicheng memutar bola matanya bosan. Gadis ini memang selalu pantang menyerah. Tapi akan lebih buruk lagi bila dia menolak pemberiannya seperti yang sudah-sudah."Baiklah. Terima kasih," ucapnya sembari menerima bungkusan kain yang disodorkan oleh Han Siah.Gadis itu tersenyum sipu malu-malu. Lu Sicheng segera memalingkan wajahnya. Sial! Pasti Han Siah besar kepala karena dia menerima pemberiannya itu, pikirnya.Dua gadis lainnya tampak kecewa melihat hal itu. Persetan dengan mereka, Lu Sicheng segera menaiki kudanya dan berlalu. Guru Li beserta tiga gadis itu memandangi kepergian Lu Sicheng.Bunga-bunga bermekaran indah dan mewangi pada taman yang ada di sebelah barat istana Dong Taiyang. Aneka bunga tumbuh di sana. Salah satunya bunga sakura yang sedang berbunga lebat saat ini.Istana Dong Taiyang terletak di sebelah timur gunung Huan Zhu. Gunung yang diyakini sebagai tempat bersemayam pada dewa dan leluhur. Gunung Huan Zhu memiliki ketinggian 3.776 meter dari permukaan laut. Gunung itu menjulang membelah antara Timur dan Barat.Kerajaan Dong Taiyang sendiri dulunya adalah tahta dinasti Lu yang turun temurun. Namu5 tahun berlalu pasca pemberontakkan yang terjadi. Kini dinasti Lu sudah menghilang dari ingatan semua rakyat Dong Taiyang.Gugurnya sang raja serta hilangnya sang ratu beserta putra mahkota, membuat lambat laun dinasti Lu mulai dilupakan.Kerajaan Dong Taiyang sendiri kini dipimpin oleh seorang ratu muda bernama, Yang Zhu atau Ratu Yang, begitu semua rakyat dan petinggi istana biasa menyapanya.Ratu Yang sendiri baru berusia 22 tahun. Dia terpaksa menaiki tahta
Matahari mulai mencondongkan sinarnya. Bertanda hari mulai petang. Ratu Yang dan Yihua tanpak asik menikmati perjalanan. Jalan menuju bukit Huan Zhu memang sangatlah indah. Di sana terdapat lembah-lembah bukit yang menghijau yang ditumbuhi bunga-bunga liar yang indah dan mewangi.Tak heran jika tempat ini dijuluki serambi istana langit oleh semua orang. Dari udara segar yang berhembus tercium wangi bunga Lie Mie. Bunga keabadian yang tumbuh di tebing bukit gunung Huan Zhu.Bunga Lie Mie dipercaya semua orang dapat menyembuhkan berbagai jenis penyakit. Namun bunga Lie Mie hanya mekar menjelang malam bulan purnama saja. Seperti petang ini."Wangi itu, aku sangat menyukainya," ucap Ratu Yang segera menyikap tirai pentutup jendela tandunya. Sepasang mata melihat bunga Lie Mie yang mulai bermekaran seolah menyambut kedatangannya di gunung Huan Zhu sore itu."Yihua akan meminta prajurit memetik bunga Lie Mie untuk Yang Mulia Ratu. Kemudian Yihua akan membuatkan parfum dari sari bunga suci i
Hari mulai gelap. Namun tampaknya sang surya enggan untuk terbenam menutup hari. Terlihat dari sinar jingganya yang masih mengapung di atas permukaan laut gunung Huan Zhu.Lu Sicheng menaiki kudanya dengan santai. Rumput di bukit Huan Zhu sangatlah hijau. Sepertinya dia harus menepi dan bermalam di tempat ini. Terlebih kudanya pun membutuhkan makan.Baru saja Lu Sicheng turun dari kudanya. Dia berjalan menuju sungai yang mengalir di antara bukit-bukit. Airnya sangat jernih. Sepertinya bisa ia gunakan untuk minum dan membersihkan diri.Bibir kemerahan pria muda itu mengulas senyum. Dia segera berjongkok di tepi sungai kecil itu. Saking jernihnya air sungai itu, dia bahkan bisa menangkap siluet dirinya di sana. Lu Sicheng menyibak rambut panjangnya ke belakang, lantas ia segera meraih air sungai dengan kedua telapak tangannya. Meminumnya serta membasuh wajahnya.Perjalanan menuju kerajaan Dong Taiyang memang sangat jauh. Sudah sepuluh hari dirinya menaiki kuda dan bermalam di beberapa t
Jenderal Chou dan Ratu Yang menatap pada Lu Sicheng penuh harap. Sedangkan Lu Sicheng sendiri masih terdiam tampak sedang berpikir. Sepertinya para dewa memang memberikan jalan padanya untuk segera bertemu dengan pria bernama Yang Jingmi."Baik, Yang Mulia." jawab Lu Sicheng setelah hening cukup lama.Ratu Yang dan Jenderal Chou tampak tersenyum puas."Silakan, Yang Mulia." Jenderal Chou mempersilakan sang ratu untuk mulai berjalan. Sedangkan dirinya dan Lu Sicheng mengapit wanita cantik itu dari belakang.Jenderal Chou tampak langsung menyukai Lu Sicheng. Dia bertanya banyak pada pemuda itu. Namun seperti yang kita ketahui, Lu Sicheng adalah pemuda yang tak suka banyak bicara. Dia hanya menjawab secukupnya saja."Yang Mulia Ratu! Syukurlah Anda sudah kembali," sambut Perdana Menteri Han yang langsung menyambut Ratu Yang saat mereka tiba di tenda."Yang Mulia, Anda baik-baik saja?" Kali ini Yihua yang bertanya. Sepasang netranya menatap wajah sang ratu dengan cemas."Aku baik-baik saj
Malam tinggal sepertiganya. Rombongan Ratu Yang meninggalkan bukit Huan Zhu untuk kembali ke tenda mereka di kaki bukit.Dari atas langit malam yang gelap tampak beberapa asap hitam tebal yang terpecah ke seluruh arah. Gerakkan asap hitam itu sangat cepat. Melesat dari satu sisi ke sisi yang lain. Namun tampaknya asap hitam itu sedang mengincar tandu Ratu Yang.Tiga asap hitam itu berkumpul tepat di atas atap tandu sang ratu. Sedangkan dua lainnya mulai turun mendekati tandu. Perdana Menteri Han yang melihat hal itu sangat kaget. Raja Iblis? Dia segera turun dari kudanya. Jenderal Chou dan Lu Sicheng saling pandang heran."Hentikan perjalanan, lindung Yang Mulia!" teriak Perdana Menteri pada semua prajurit.Lu Sicheng segera turun dari kudanya. Ada apa ini? Dia tampak heran. Sedangkan Jenderal Chou segera menghunus pedangnya. Sepasang netranya memperhatikan asap hitam yang terus berterbangan di atas tandu sang ratu."Raja iblis? Mau apa mereka?" Ratu Yang berguman sembari menyikap tir
Panglima PerangMatahari pagi tampak baru muncul di upuk timur. Sinar jingganya begitu cerah menerpa bangunan megah nan menjulang istana Dong Taiyang. Rombongan Ratu Yang tampak memasuki gerbang tinggi istana. Karena insiden penculikkan yang di alami Ratu Yang, Perdana Menteri Han memutuskan untuk segera pulang.Setelah Lu Sicheng dan Jenderal Chou kembali membawa Ratu Yang, mereka segera meninggalkan gunung Huan Zhu. Perdana Menteri Han cemas jika mereka tetap bermalam di sana. Musuh bisa datang kapan saja, terutama di saat mereka sedang lengah.Lu Sicheng dan Jenderal Chou yang berada di barisan paling depan tampak segera turun dari kudanya. Kemudian keduanya menyambut Ratu Yang keluar dari tandunya. Para dayang segera berbaris di pelataran luas istana untuk menyambut kedatangan sang ratu.Taburan bunga serta karpet merah mereka gelar untuk ratu berjalan menuju pintu masuk istana. Jenderal Chou tersenyum sambil menoleh pada Lu Sicheng. Dia sangat senang karena mereka akhirnya tiba d
Lu Sicheng masih terdiam untuk berpikir. Ekor matanya menoleh kemudian pada Jenderal Chou. Pria itu memberinya sebuah anggukkan sembari tersenyum. Dari pendar matanya Lu Sicheng melihat jika Jenderal Chou berharap dirinya menerima tawaran Ratu Yang."Maaf, Yang Mulia. Apakah ini tidak terlalu cepat Anda putuskan? Anda baru saja mengenal hamba," tukas Lu Sicheng pada Ratu Yang tanpa berani menatapnya.Ratu Yang mengulas senyum. Pemuda di hadapannya itu sungguh sangat mengagumkan. Entah kenapa dirinya serasa menyukai Lu Sicheng. Terlebih pemuda tampan itu telah muncul dalam mimpinya."Lu Sicheng, aku yakin padamu. Aku ingin kau mau menerima tawaran ini. Kerajaan Dong Taiyang membutuhkan orang sepertimu," ucap Ratu Yang. Suaranya terdengar sangat lembut dan manja."Tapi, Yang Mulia ..." Lu Sicheng tampak menunjukkan rasa ragunya."Adik Lu, terimalah tawaran Yang Mulia. Aku sangat senang jika kau bisa mengabdi pada kerajaan Dong Taiyang." kali ini Jenderal Chou yang berkata.Ratu Yang men
Lu Sicheng sedang berendam di kolam pemandian istana. Kolam pemandian itu berada di belakang istana, tepatnya di tengah taman. Tempatnya tertutup oleh pagar dari pepohonan kecil yang rimbun.Dia bersandar sembari memejamkan matanya. Membiarkan air hangat menenggelamkan setengah tubuhnya. Hubungan istinewa? Astaga, kenapa ia menjadi gelisah? Ucapan Jenderal Chou terus terngiang-ngiang di telinganya.Tidak. Ratu Yang tak boleh menikah dengan siapa pun! Dan jika Ratu Yang sampai menikah dengan teman kecilnya itu, lantas bagaimana dirinya merebut tahta kerajaan Dong Taiyang? Namun Lu Sicheng juga bingung memikirkan cara untuk merebut tahta kerajaan. Sementara dia tak mungkin memberontak. Karena itu bukan sipat seorang ksatria sejati.Sedang gelisah Lu Sicheng sendiri, tiba-tiba datang seekor burung merpati yang hinggap di tepi kolam pemandian dimana dirinya berada.Lu Sicheng melihat burung merpati itu. Dan tak lama kemudian burung itu menjelma menjadi seorang pria paruh baya."Guru Li!"