Panglima PerangMatahari pagi tampak baru muncul di upuk timur. Sinar jingganya begitu cerah menerpa bangunan megah nan menjulang istana Dong Taiyang. Rombongan Ratu Yang tampak memasuki gerbang tinggi istana. Karena insiden penculikkan yang di alami Ratu Yang, Perdana Menteri Han memutuskan untuk segera pulang.Setelah Lu Sicheng dan Jenderal Chou kembali membawa Ratu Yang, mereka segera meninggalkan gunung Huan Zhu. Perdana Menteri Han cemas jika mereka tetap bermalam di sana. Musuh bisa datang kapan saja, terutama di saat mereka sedang lengah.Lu Sicheng dan Jenderal Chou yang berada di barisan paling depan tampak segera turun dari kudanya. Kemudian keduanya menyambut Ratu Yang keluar dari tandunya. Para dayang segera berbaris di pelataran luas istana untuk menyambut kedatangan sang ratu.Taburan bunga serta karpet merah mereka gelar untuk ratu berjalan menuju pintu masuk istana. Jenderal Chou tersenyum sambil menoleh pada Lu Sicheng. Dia sangat senang karena mereka akhirnya tiba d
Lu Sicheng masih terdiam untuk berpikir. Ekor matanya menoleh kemudian pada Jenderal Chou. Pria itu memberinya sebuah anggukkan sembari tersenyum. Dari pendar matanya Lu Sicheng melihat jika Jenderal Chou berharap dirinya menerima tawaran Ratu Yang."Maaf, Yang Mulia. Apakah ini tidak terlalu cepat Anda putuskan? Anda baru saja mengenal hamba," tukas Lu Sicheng pada Ratu Yang tanpa berani menatapnya.Ratu Yang mengulas senyum. Pemuda di hadapannya itu sungguh sangat mengagumkan. Entah kenapa dirinya serasa menyukai Lu Sicheng. Terlebih pemuda tampan itu telah muncul dalam mimpinya."Lu Sicheng, aku yakin padamu. Aku ingin kau mau menerima tawaran ini. Kerajaan Dong Taiyang membutuhkan orang sepertimu," ucap Ratu Yang. Suaranya terdengar sangat lembut dan manja."Tapi, Yang Mulia ..." Lu Sicheng tampak menunjukkan rasa ragunya."Adik Lu, terimalah tawaran Yang Mulia. Aku sangat senang jika kau bisa mengabdi pada kerajaan Dong Taiyang." kali ini Jenderal Chou yang berkata.Ratu Yang men
Lu Sicheng sedang berendam di kolam pemandian istana. Kolam pemandian itu berada di belakang istana, tepatnya di tengah taman. Tempatnya tertutup oleh pagar dari pepohonan kecil yang rimbun.Dia bersandar sembari memejamkan matanya. Membiarkan air hangat menenggelamkan setengah tubuhnya. Hubungan istinewa? Astaga, kenapa ia menjadi gelisah? Ucapan Jenderal Chou terus terngiang-ngiang di telinganya.Tidak. Ratu Yang tak boleh menikah dengan siapa pun! Dan jika Ratu Yang sampai menikah dengan teman kecilnya itu, lantas bagaimana dirinya merebut tahta kerajaan Dong Taiyang? Namun Lu Sicheng juga bingung memikirkan cara untuk merebut tahta kerajaan. Sementara dia tak mungkin memberontak. Karena itu bukan sipat seorang ksatria sejati.Sedang gelisah Lu Sicheng sendiri, tiba-tiba datang seekor burung merpati yang hinggap di tepi kolam pemandian dimana dirinya berada.Lu Sicheng melihat burung merpati itu. Dan tak lama kemudian burung itu menjelma menjadi seorang pria paruh baya."Guru Li!"
Dengan penuh emosi Lu Sicheng segera bangkit dari bangkunya. Dia mengepalkan buku-buku tangannya dengan bibirnya yang gemetaran. Rasa amarahnya ingin segera diledakkan sekarang juga."Panglima Lu, ada apa?" Jenderal Chou segera bangkit karena merasa heran dengan sikap Lu Sicheng.Lu Sicheng segera tersadar dari fantasinya. Semua orang sedang menoleh padanya, termasuk Ratu Yang. Wanita cantik itu tampak cemas menatapnya.Astaga, dia baru saja berfantasi jika Pangeran Lin Jiang melamar Ratu Yang di ruangan itu. Sial! Pipinya memerah menahan malu. Lu Sicheng hanya menoleh pada Jenderal Chou, lantas duduk kembali."Kau baik-baik saja, Panglima Lu?" tanya Ratu Yang tampak cemas. Penasehat Bai Jue dan Perdana Menteri Han ikut menunggu jawaban dari Lu Sicheng. Tadi pemuda itu tiba-tiba berdiri di hadapan Ratu Yang. Tentu saja semua orang menjadi kaget dan heran. Sedangkan Pangeran Lin Jiang hanya menatap jengah pada Lu Sicheng."Hamba baik-baik saja, Yang Mulia. Maaf," sesal Lu Sicheng semb
Hong Ri berjalan cepat menuju kamar Lu Sicheng bersama seorang tabib. Di belakangnya tampak Pangeran Lin Jiang, Perdana Menteri Han dan Penasehat Bai Jue yang juga sedang menuju kamar Lu Sicheng. Pangeran Lin Jiang sudah mengatakan pada Perdana Menteri Han dan Bai Jue, jika Lu Sicheng sedang sakit.Pangeran Lin Jiang tak menyangka dua petinggi istana itu sangat cemas dan bergegas ingin melihat keadaan Lu Sicheng. Padahal awalnya Pangeran Lin Jiang ingin menghasut dua orang penting itu untuk membenci Lu Sicheng.Apa sih, hebatnya pendekar dari Barat itu? Sampai-sampai Ratu Yang dan para petinggi istana begitu perhatian padanya. Hh, Pangeran Lin Jiang tampak kesal sepanjang perjalanan menuju kamar Lu Sicheng yang berada di dalam bangunan paling ujung timur di istana Dong Taiyang."Permisi semuanya, Tabib Yu mau lewat. Ups!" Hong Ri kaget bukan main melihat Ratu Yang tampak sedang mengompres Lu Sicheng dengan telaten. Saking kagetnya pemuda itu sampai membungkam mulutnya dengan kedua tela
Langit terlihat kelabu pagi ini. Angin berhembus dingin menusuk ke tulang. Ratu Yang masih berada di kamarnya. Sedangkan di atas atap istana tampak seekor burung gagak hitam yang sedang hinggap.Burung gagak hitam itu memandangi aktivitas para prajurit di sekitar istana. Manik matanya tajam seolah sedang mengincar seseorang. Burung itu menatap buas pada Jenderal Chou yang tampak sedang berbicara pada beberapa prajurit.Burung gagak hitam itu pun terus memperhatikan sang jenderal. Sampai saat pria itu berjalan menuju kamar Lu Sicheng. Si burung gagak segera terbang dan hinggap di atas atap kamar Lu Sicheng."Adik Lu, Yang Mulia Ratu memintamu untuk menemuinya di kamarnya," tukas Jenderal Chou pada Lu Sicheng yang sedang memainkan pedangnya di teras belakang.Hong Ri yang sedang menikmati secangkir teh sembari memperhatikan Lu Sicheng berlatih di teras, tampak kaget mendengar ucapan Jenderal Chou barusan. "Apa? Yang Mulia Ratu memanggil Panglima Lu untuk datang ke kamarnya? " ucapnya de
Hari mulai siang, namun cuaca tampak sejuk karena langit sedikit mendung. Rombongan Ratu Yang tampak mulai keluar dari pintu gerbang istana Dong Taiyang. Ratu Yang menyikap tirai tandunya. Sepasang netranya memindai semua arah. Dimana Lu Sicheng? Kenapa dia tidak melihatnya?"Yang Mulia, apa yang membuat Anda gelisah? tanya Yihua yang duduk di samping sang ratu.Ratu Yang hanya menggelengkan kepala dengan wajah cemas. Di mana Lu Sicheng? Apakah dia tidak ikut dengan mereka? Ratu Yang tak bisa tenang sebelum ia melihat Lu Sicheng."Jenderal Chou, di mana Lu Sicheng? Aku tidak melihatnya," tukas Ratu Yang memberi wajah cemas pada Jenderal Chou lewat tirai jendela tandunya."Entahlah, Yang Mulia. Hamba pun tidak melihatnya," jawab Jenderal Chou. Dia pun sama cemasnya dengan Ratu Yang.Sedangkan Pangeran Lin Jiang tampak tersenyum miring mendengar Ratu Yang menanyakan Lu Sicheng. Mungkin pemuda itu takut pada ancamannya tadi, pikirnya puas."Mungkin pemuda itu sedang mengencani para dayan
Hari mulai petang.Ratu Yang berada di kamarnya. Dia tampak sedang duduk di tengah ranjang ditemani oleh Yihua. Usai insiden di danau tadi, Pangeran Lin Jiang segera memerintahkan rombongan untuk segera kembali ke istana. Kemunculan iblis di danau menandakan tempat itu tidak aman untuk Ratu Yang.Para tabib tampak memenuhi kamar Ratu Yang. Bahkan di sana juga tampak Penasehat Bai Jue dan Perdana Menteri Han. Keduanya tampak mencemaskan Ratu Yang. Tentu saja.Sedangkan Pangeran Lin Jiang tampak sedang berdiri di ambang pintu kamar Ratu Yang. Pria itu sedang bicara dengan beberapa petinggi istana yang lain. Entah apa yang sedang mereka bicarakan. Bisa jadi kejadian di danau tadi, di mana Lu Sicheng menyentuh bibir Ratu Yang.Sebenarnya Lu Sicheng melakukan hal itu karena melihat kondisi sang ratu yang tampak kritis. Memberikan napas buatan adalah satu-satunya cara untuk mengembalikan kesadaran Ratu Yang. Namun hal itu jelas salah di mata para petinggi istana. Lu Sicheng tidak pantas mel