Home / Rumah Tangga / PELAN PELAN SAYANG / 146 - NEKAT PERGI KE PARANORMAL DEMI MEMISAHKAN RAIN DAN GENDIS

Share

146 - NEKAT PERGI KE PARANORMAL DEMI MEMISAHKAN RAIN DAN GENDIS

last update Last Updated: 2025-09-23 19:54:54

“Ma, mau ke mana?” tanya ayah Rain saat melihat istrinya tampak bersiap-siap, berdandan rapi, sambil memasukkan amplop berisi uang tunai ke dalam tas.

“Mau belanja, Pa. Kemarin kan nggak jadi belanja,” ucap ibu Rain singkat.

“Papa anterin, ya?” ucap ayah Rain menawarkan dengan nada lembut.

“Nggak usah, Pa. Mama bareng temen Mama, Jeng Siska. Dia udah di jalan sama sopirnya, mau jemput ke sini,” ucap ibunya, buru-buru.

“Oh gitu… Ya sudah. Tapi kok bawa tunai? Biasanya non-tunai aja,” ucap ayah Rain curiga.

“Kadang kan sinyal lemot, Pa. Pas mau transaksi suka lambat dan gagal,” ucap ibunya, tersenyum menutupi gelisah.

“Bu, ada temennya di depan,” ucap pembantu dari lantai dasar.

“Tunggu sebentar!” sahut ibu Rain dengan wajah ceria yang dibuat-buat.

“Baik, Bu…” balas pembantunya.

“Sudah datang ya?” tanya ayah Rain, lalu ikut menuruni anak tangga bersama istrinya.

“Sudah, Pa. Dia kan rumahnya nggak jauh dari sini. Makanya cepat sampai. Mama pergi dulu, ya. Oh iya, Bi…
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Latest chapter

  • PELAN PELAN SAYANG    146 - NEKAT PERGI KE PARANORMAL DEMI MEMISAHKAN RAIN DAN GENDIS

    “Ma, mau ke mana?” tanya ayah Rain saat melihat istrinya tampak bersiap-siap, berdandan rapi, sambil memasukkan amplop berisi uang tunai ke dalam tas. “Mau belanja, Pa. Kemarin kan nggak jadi belanja,” ucap ibu Rain singkat. “Papa anterin, ya?” ucap ayah Rain menawarkan dengan nada lembut. “Nggak usah, Pa. Mama bareng temen Mama, Jeng Siska. Dia udah di jalan sama sopirnya, mau jemput ke sini,” ucap ibunya, buru-buru. “Oh gitu… Ya sudah. Tapi kok bawa tunai? Biasanya non-tunai aja,” ucap ayah Rain curiga. “Kadang kan sinyal lemot, Pa. Pas mau transaksi suka lambat dan gagal,” ucap ibunya, tersenyum menutupi gelisah. “Bu, ada temennya di depan,” ucap pembantu dari lantai dasar. “Tunggu sebentar!” sahut ibu Rain dengan wajah ceria yang dibuat-buat. “Baik, Bu…” balas pembantunya. “Sudah datang ya?” tanya ayah Rain, lalu ikut menuruni anak tangga bersama istrinya. “Sudah, Pa. Dia kan rumahnya nggak jauh dari sini. Makanya cepat sampai. Mama pergi dulu, ya. Oh iya, Bi…

  • PELAN PELAN SAYANG    145 - RAIN MARAH PADA IBUNYA. IBUNYA PUN NEKAT BERTEMU PARANORMAL.

    Tak lama, Gendis memesan banyak makanan dan bunga. Ia sengaja menuliskan pesanan itu seolah pemberian dari Rain untuk ibu mertuanya. “Semoga aja Mama nggak marah lagi,” ucap Gendis sambil tersenyum lega melihat beberapa pesanannya sudah diproses dan siap diantarkan. Tak lupa, ia juga memesan makanan yang sama untuk ayah dan ibunya. ••• Sementara itu, ibu Rain tampak masih kesal. Pagi itu, di ruang makan, ia mengeluh dengan wajah muram. “Mama masih nggak percaya Rain jahat ke Mama,” ucapnya dengan suara bergetar menahan sakit hati. “Tapi masa sih, Ma, nggak ada masalah pemicu?” tanya ayah Rain dengan nada hati-hati. “Jadi maksud Papa, Rain bisa marah karena Mama? Iya?” ucap ibunya dengan nada meninggi, matanya berkaca-kaca. “Loh, Papa kan tanya? Apa pemicu kemarahan Rain?” ucap ayah Rain dengan dahi berkerut. “Mama nggak tahu, Pa. Apalagi Gendis cuma diam aja, nggak satu pun dia tegur Mama. Terus Mama Papanya malah ikutan marahin Mama, terutama Mamanya Gendis,” ucap ibu

  • PELAN PELAN SAYANG    144 - FITNAH ANAK SENDIRI

    “Rain usir Mama dari dia, Pa. Mama malu...” ucap ibunya sambil menangis sesenggukan. “Mengusir Mama? Kenapa? Alasannya apa?” tanya ayahnya dengan wajah terkejut. “Mama juga bingung. Mama cuma mau tegur aja, tapi dia nggak suka. Saksinya temen arisan Mama, karena kita tadi belanja di supermarket bareng. Mama malu banget, Pa...” ucap ibu Rain yang tak hentinya menangis, wajahnya memerah menahan perasaan. “Kok bisa, Ma? Ada apa sebelumnya?” tanya ayahnya lagi dengan nada lembut, mencoba memahami. “Mama nggak ngerti, Pa. Itu juga bukan cuma di depan temen Mama, tapi di depan mertuanya. Kebetulan dia lagi sama mertuanya. Mama sakit hati diusir kayak gitu...” ucap ibu Rain sambil terisak, menutupi wajah dengan kedua tangannya. “Papa coba telepon dia,” ucap ayah Rain akhirnya, mencoba mencari jalan tengah. “Jangan, Pa... Nggak perlu. Biar aja kalau dia nanti sudah reda sendiri. Mama nggak mau jadi masalah lain lagi,” ucap ibunya sambil terisak makin dalam. “Ya sudah... Mama ten

  • PELAN PELAN SAYANG    143 - RAIN DIBUAT MALU OLEH IBUNYA SENDIRI

    Ibu Gendis yang sejak tadi menahan diri akhirnya angkat bicara, suaranya tenang tapi menusuk. “Bu, maaf ya. Kalau sekadar makan di restoran mahal atau belanja seperti ini, saya dan suami lebih dari mampu. Bahkan kalau perlu, kami bisa membayar semua belanjaan teman-teman ibu. Saya tidak pernah mendidik anak saya untuk hal seperti yang ibu bilang.” “Halah! Anda lupa? Kenapa sampai menantu saya sekarang di penjara?” sahut Ibu Rain dengan sinis, nadanya penuh tuduhan yang membuat udara di sekitar mereka semakin tegang. “Itu karena Anda sendiri yang juga sama ambisiusnya seperti menantu Anda. Saya cuma mengikuti saran dari Anda. Ingat, kenapa semua terjadi? Karena Anda yang meyakinkan saya dengan melakukan semua saran itu. Gendis, Rain, Mama sama Papa pulang dulu. Mood Mama jelek! Mama nggak biasa harus berdebat norak seperti ini,” ucap Ibu Gendis yang segera menarik suaminya untuk meninggalkan supermarket. “Rain, Gendis. Permisi, Bu,” ucap Ayah Gendis masih dengan senyum sopan, mes

  • PELAN PELAN SAYANG    143 - REAKSI IBU RAIN MELIHAT BESANNYA DI TRAKTIR BELANJA

    “Jelas bisa, dijamin. Pokoknya, sampean tenang aja karena udah banyak yang berhasil,” ucap temannya dengan mantap. “Tapi ngomong-ngomong, bosen ah disini terus. Kita jalan, yuk…” “Iya, makan di restoran aja, atau belanja dulu deh,” sahut yang lain antusias. “Boleh juga, saya tuh lagi mumet banget di rumah,” ucap Ibu Rain sambil menghela napas panjang. Akhirnya, keempat ibu sosialita itu pun pergi menuju sebuah mal untuk berbelanja di supermarket. Sementara itu, Rain dan Gendis terlihat berjalan berdampingan dengan orang tua Gendis. Mereka tampak harmonis sambil mendorong troli belanja. “Jadi, gimana pekerjaan kantor kamu, Rain?” tanya Ayah Gendis sambil menggenggam erat pegangan troli. “Karena saya punya banyak tim, jadi semua bisa jalan, Pa. Kebetulan lagi… perusahaan yang di-handle Ardi, saya juga yang pegang. Karena kasus hukum yang menimpa dia, akhirnya Papa kasih saya kesempatan buat mengurus perusahaan Bumi Langit,” jawab Rain sambil menaruh beberapa barang ke dala

  • PELAN PELAN SAYANG    142 - IBU RAIN SEMAKIN MERESAHKAN

    “Boleh, Sayang,” ucap Rain sambil menuangkan jus buah ke dalam gelas, matanya menatap lembut pada Gendis. “Ah! Makasih, suami aku!” seru Gendis sambil memeluknya, tubuhnya sedikit menempel di dada Rain. Dia kembali berbicara di telepon dengan nada ceria. “Mama, kita ketemuan di supermarket ya, nanti belanja bareng terus kita ke resto,” ucap Gendis dengan semangat pada ibunya. “Wah… Baik banget suami kamu. Terima kasih ya bilang ke Rain. Nanti Mama kesana. Kamu kasih tahu Mama supermarket mana, jam berapa? Biar Mama sama Papa bisa siap-siap,” balas ibunya dengan nada riang. “Jam 2 ya, Ma. Jam 2 dari rumah aja. Kebetulan kita nggak jauh dari supermarket. Mama nanti berangkat duluan biar pas ketemunya,” jawab Gendis sambil tersenyum lebar. “Oke deh…” ucap ibunya singkat, tapi terdengar senang. Panggilan berakhir, dan Gendis tampak bahagia. “Sayang, beneran kan? Nggak papa aku ajak Mama sama Papa belanja sekalian makan bareng?” tanyanya dengan mata berbinar, pipinya sedikit

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status