Beranda / Rumah Tangga / PELAN PELAN SAYANG / 17 - BERAPA KALI, MAS?

Share

17 - BERAPA KALI, MAS?

last update Terakhir Diperbarui: 2025-08-11 11:41:43

“Proses yang seperti apa?” tanya Rain, suaranya terdengar menuntut.

“Ya… ya proses, Mas. Aku juga belum ketemu sama Mas Raka, dan semua keputusan kan harus diambil dan didasari kesadaran aku sama dia,” ucap Gendis, mencoba mencari alasan mengapa ia belum segera meminta cerai, meski rasa sakit itu masih membekas.

“Alasan kamu nggak masuk otak saya, Sayang. Jelas kamu cerita ke saya kalau dia nyakitin kamu, dia menolak buat berhubungan intim sama kamu, dia melakukan kekerasan seksual sama kamu, menyakiti mental kamu. Tapi kamu masih mengulur waktu?” nada suara Rain meninggi, penuh tekanan.

“Mas, keluarga besar aku juga harus tahu permasalahan ini, dan aku nggak bisa ambil keputusan sendiri. Mereka harus tahu kenapa aku minta pisah sama Mas Raka. Tapi di sisi lain, aku nggak mau mereka tahu permasalahan aku sama dia yang… yang udah aku tutupi selama ini. Karena di mata keluarga aku, Mas Raka—”

“Orang brengsek yang ketutupan oleh kebaikan istrinya,” potong Rain cepat.

“Iya… iya,
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Bab Terkunci

Bab terbaru

  • PELAN PELAN SAYANG    17 - BERAPA KALI, MAS?

    “Proses yang seperti apa?” tanya Rain, suaranya terdengar menuntut. “Ya… ya proses, Mas. Aku juga belum ketemu sama Mas Raka, dan semua keputusan kan harus diambil dan didasari kesadaran aku sama dia,” ucap Gendis, mencoba mencari alasan mengapa ia belum segera meminta cerai, meski rasa sakit itu masih membekas. “Alasan kamu nggak masuk otak saya, Sayang. Jelas kamu cerita ke saya kalau dia nyakitin kamu, dia menolak buat berhubungan intim sama kamu, dia melakukan kekerasan seksual sama kamu, menyakiti mental kamu. Tapi kamu masih mengulur waktu?” nada suara Rain meninggi, penuh tekanan. “Mas, keluarga besar aku juga harus tahu permasalahan ini, dan aku nggak bisa ambil keputusan sendiri. Mereka harus tahu kenapa aku minta pisah sama Mas Raka. Tapi di sisi lain, aku nggak mau mereka tahu permasalahan aku sama dia yang… yang udah aku tutupi selama ini. Karena di mata keluarga aku, Mas Raka—” “Orang brengsek yang ketutupan oleh kebaikan istrinya,” potong Rain cepat. “Iya… iya,

  • PELAN PELAN SAYANG    16 - LEHER GENDIS YANG MEMERAH

    Dalam perjalanan, Rain berkendara sambil mendengarkan musik slow. Sesekali ia melirik jam tangannya, lalu menekan pedal gas lebih dalam dengan harapan cepat bertemu Gendis. Sementara itu, Gendis tengah merapikan ruang TV, membuang sampah, dan mencuci gelas serta piring. Rambutnya dikuncir asal, dan celemek lusuh melingkari pinggangnya. Tiba-tiba saja, pelukan hangat sekaligus nakal melingkari tubuhnya dari belakang. “Eh! Mas… aku kira siapa…” ucap Gendis kaget, namun tak mampu menyembunyikan senyum bahagia yang terbit di wajahnya. “Saya kangen…” bisik Rain dengan napas berat dan suara serak, bibirnya menelusuri leher Gendis, menciuminya lembut namun menuntut. “Sebentar lagi, Mas… aku kerjain tugas aku dulu di rumah,” ucap Gendis sambil tetap cekatan mencuci piring, meski setiap sentuhan tangan Rain di dadanya membuat tubuhnya bergetar. “Kamu nggak usah pulang lagi ke sini… sama saya saja, ya,” desis Rain, matanya tajam menatap leher Gendis yang memerah. “Mas, nggak mungk

  • PELAN PELAN SAYANG    15 - RAIN YANG TIDAK TAHAN

    “Kalian?” ucap ibu mertuanya, nyaris menjatuhkan gelas berisi teh hangat yang dipegangnya. “Ma… maksudnya bukan itu, Ma. Mas?” ucap Gendis terbata, memohon agar Rain segera menarik ucapannya. “Panggilan sayang itu memang harus, Bu, Pak. Saya ini kan Psikolog Reproduksi, jadi sama pasien yang mengalami masalah, saya harus sayang sama mereka. Kalau nggak sayang, bagaimana saya bisa paham kondisi pasien? Kan begitu…” ucap Rain sambil tersenyum—senyum yang justru terasa seperti permainan berbahaya di hadapan orang tua Raka. “Oh, benar juga, Ma. Masa sama pasien nggak sayang, kan aneh juga, ya? Hahaha…” ucap ayah mertuanya sambil tertawa, meski matanya masih sedikit meneliti Rain. “Iya sih… aneh, tapi… ya masuk akal,” sahut ibu mertuanya, menahan senyum yang setengah ragu. Gendis berusaha ikut tertawa, tapi tatapannya justru terikat pada Rain. Lelaki itu duduk santai, menyandarkan tubuh, seolah baru saja memenangkan pertarungan yang tak terlihat oleh mata orang lain. Menjelang

  • PELAN PELAN SAYANG    14 - RAIN MEMANGGIL GENDIS DENGAN PANGGILAN SAYANG DI DEPAN MERTUA GENDIS

    Gendis meremas ujung rok yang ia kenakan saat detik-detik ucapan Rain meluncur di hadapan orang tua Raka, siang menjelang sore itu. “Menantu Ibu dan Bapak mengalami sedikit kendala… terutama masalah hubungan seks, kesulitan untuk mendapatkan momongan, ragam kecemasan, dan juga beberapa masalah yang selama ini dia pendam sendiri,” ucap Rain dengan nada tenang, namun setiap katanya terasa seperti pukulan di dada Gendis. “Hah? Maksudnya dia dan suaminya ada masalah?” tanya ibu mertuanya, kening berkerut dan tatapan tajamnya langsung menghujam Gendis. “Seharusnya saya nggak boleh memberikan informasi mengenai kondisi psikis pasien saya… kecuali atas izin Gendis sendiri,” ucap Rain sambil menatap Gendis, seolah menantang wanita itu untuk menolak. “Gendis? Nggak masalah dong Mama sama Papa tahu kondisi kalian berdua?” ucap ayah mertuanya, nada suaranya setengah memaksa, setengah khawatir. “Um… iya, Pa. Biar Mas Rain yang menjelaskan semuanya,” ucap Gendis lirih, suaranya nyaris te

  • PELAN PELAN SAYANG    13 - NEKAT! RAIN LANGSUNG BERTEMU MERTUA GENDIS?

    Ketegangan kini terjadi pada Rain dan Gendis. Saat tiba di depan pekarangan rumah Gendis dan Raka, Rain tidak serta-merta pergi dari sana. Tampak mobil milik mertuanya sudah terparkir di depan rumah Gendis dan Raka. “Mas, baiknya Mas langsung pulang. Aku nggak mungkin terang-terangan kasih lihat Mas sama mertua aku,” ucap Gendis dengan nada memohon, sorot matanya penuh cemas saat baru saja hendak keluar dari mobil Rain. “Kenapa? Kan bagus kalau mereka tahu,” balas Rain santai, seolah menganggap remeh kekhawatiran Gendis. “Nggak bisa gitu, Mas. Karir kamu gimana? Kamu psikolog, kamu juga dikenal banyak orang, dan kalau—” “Kamu bisa diem nggak?” potong Rain dengan suara pelan namun menusuk, membuat dada Gendis terasa sesak. “Saya bukain pintu buat kamu, dan saya anterin kamu sampai ke pintu rumah kamu. Saya nggak peduli,” ucap Rain tegas, tatapannya tak memberi ruang untuk bantahan. “Ta-tapi, Mas...” suara Gendis bergetar, nyaris putus di ujung kalimat. Rain segera kelua

  • PELAN PELAN SAYANG    12 - MAMA RAIN MENUNTUTNYA UNTUK BAWA PASANGAN

    “Mas, kamu marah, ya?” ucap Gendis pelan saat Rain baru saja memasangkan sabuk pengaman untuknya. Lelaki itu tak membalas, hanya segera mengemudikan mobil keluar dari area parkir apartemen. Rain tetap diam, tatapannya lurus ke depan, fokus pada jalan. Gendis meliriknya sebentar, lalu memalingkan wajah ke arah jendela, memperhatikan keramaian kota siang itu. Namun, tanpa berkata apa-apa, tangan Rain bergerak mencari tangan Gendis. Ia menggenggamnya erat, hangat. “Um?” Gendis menoleh, menatap lelaki itu—dingin di wajah, tapi hangat di sentuhan. “Mas…” ucapnya lirih, seperti ingin mengatakan sesuatu yang tertahan di tenggorokan. Rain memutar setir, lalu menepi di depan sebuah toko makanan. “Tunggu di sini,” ujarnya singkat setelah memarkirkan mobil, lalu mengecup kening Gendis dengan cepat—seolah ingin menghapus kerenggangan yang tadi tercipta—sebelum melangkah masuk ke toko. “Iya, Mas,” balas Gendis sambil mengangguk pelan, meski bibirnya tak mampu menahan seulas senyum

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status