Share

83 - HUKUM KARMA

last update Terakhir Diperbarui: 2025-09-02 19:49:35

“Katanya Mas Raka juga diminta datang,” ucap pembantu itu akhirnya.

“Raka?” Gendis terbelalak, seakan tak percaya.

“Iya, kayaknya ada pembahasan penting antara Ibu, Bapak, Mas Raka, dan Mbak Gendis,” jelas pembantu itu.

•••

Rain baru saja tiba di tempat kebugaran. Ia segera melakukan pemanasan sebelum berlatih.

“Pak Rain!” seseorang menyapa sambil berjalan mendekat.

“Oh, iya,” sahut Rain, menoleh dengan sedikit senyum.

“Sudah jarang lihat latihan di sini. Gimana kabarnya?” tanya lelaki itu, Aldi.

“Saya sibuk banget minggu ini. Kabar saya baik. Gimana Pak Aldi, ada perkembangan?” balas Rain sopan.

“Akhirnya Suzan hamil juga, berkat konsultasi sama Pak Rain,” ucap Aldi sambil duduk di atas bangku dan mengambil sebuah dumbel.

“Suzan… mmm,” ucap Rain, seolah mengingat nama itu dengan serius.

“Sudah jalan berapa minggu?” tanya Rain, menahan nada suaranya tetap datar.

“Baru masuk minggu ke-6, Pak Rain. Ini anak kedua buat Suzan, dan anak pertama buat saya,” ucap Aldi
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Bab Terkunci

Bab terbaru

  • PELAN PELAN SAYANG    88 - DETIK-DETIK ORANGTUA RAIN DATANG, MEREKA BERCINTA DI DAPUR

    “Sayang,” ucap Rain sambil berkendara, melirik sepintas ke arah Gendis yang masih tampak bersedih dan tengah bersandar di bahunya. “Mama kamu gimana?” tanya Rain. “Dia kayaknya belum mau bicara banyak sama aku, Mas,” ucap Gendis lirih. “Sabar aja, ya,” ucap Rain lembut. “Kita makan dulu, mau kan?” “Iya, Mas. Aku tuh sedikit kecewa sama Mama. Kenapa dia bisa menerima Raka sementara aku nggak? Apa sebesar itu kesalahan aku, Mas? Apa nggak bisa dimaafin?” ucap Gendis dengan suara bergetar. “Dia sebenarnya maafin kamu, tapi karena perempuan egonya tinggi, jadi dia nggak tunjukkin itu ke kamu. Padahal, dia kangen sama kamu. Dia pasti pengen peluk kamu,” ucap Rain sambil mengusap punggung tangan Gendis, menenangkan. “Terus gimana sama orang tua kamu, Mas? Mereka udah benci sama aku,” ucap Gendis, matanya kembali berkaca-kaca. “Mereka nggak akan benci kamu kalau nggak ada penghasut di dalamnya,” ucap Rain dengan nada tegas. “Maksudnya, Mas?” tanya Gendis bingung. “Saya tahu kenapa M

  • PELAN PELAN SAYANG    87 - RAKA MENGAKUI KESALAHANNYA DIHADAPAN ORANG TUA GENDIS. RAIN MENUNGGU.

    Akhirnya, dengan wajah penuh sesal, ia menunduk. “Saya selingkuh dengan mantan istri saya, Pa.” Ruangan seketika hening. Ayah dan ibu Gendis terperanjat, saling berpandangan dengan wajah terkejut. “Kamu… selingkuh?” suara ibu Gendis meninggi, nadanya penuh amarah bercampur tidak percaya. “Iya. Saya akui… saya salah dan—” suara Raka bergetar, tapi belum sempat ia melanjutkan, Gendis menyela. “Dan selama menjalani rumah tangga… di tahun terakhir, aku nggak bahagia,” ucap Gendis lirih sambil menunduk, suaranya pecah menahan tangis. Raka menoleh padanya, matanya memerah. “Aku minta maaf, Gendis,” ucapnya penuh penyesalan. Namun tatapan ibunya justru semakin tajam. “Apa alasan kamu selingkuh, Raka?” tanyanya, suaranya dingin tapi penuh tekanan, menusuk ke jantung. Suasana pun semakin tegang. Gendis menggenggam erat ujung rok yang dipakainya, sementara Raka hanya bisa terdiam, wajahnya pucat, seolah seluruh kesalahannya baru saja diseret ke hadapan meja pengadilan keluarga.

  • PELAN PELAN SAYANG    86 - AKHIRNYA GENDIS DIPERTEMUKAN DENGAN RAKA. RAIN?

    “Coba telepon dulu, siapa tahu dia nggak di apartemennya,” ucap ayah Rain dengan nada tenang namun ada kekhawatiran terselip. “Mama udah kirim pesan sama dia dari tadi kok, belum dibaca sama dia,” ucap ibu Rain sambil tetap berusaha menikmati sarapan, meski matanya terlihat gelisah. “Mungkin sibuk,” balas ayah Rain sambil menahan napas. “Sama Gendis?” tanya ibu Rain, matanya menyipit penuh curiga. “Ya bisa jadi, sama siapa lagi? Orang Rain maunya Gendis,” ucap ayah Rain, suaranya bergetar menahan resah. “Kalau nanti ada yang tahu, gimana, Pa? Malu banget keluarga kita,” ucap ibu Rain, hampir kehilangan selera makannya. “Yang tahu cuma Ardi dan Wanda. Selebihnya nggak ada. Jadi kalau ada yang tahu di luar ini, kita bisa tebak salah satunya, Ma. Beres toh,” ucap ayah Rain, mencoba menenangkan istrinya meski hatinya sendiri diliputi kecemasan.••• Kembali ke kontrakan, Rain dan Gendis tengah menikmati sarapan pagi yang sempat tertunda. “Mas, aku boleh nggak ambil barang-b

  • PELAN PELAN SAYANG    85 - SARAPAN PAGI RAIN YANG TAK BIASA. KELUARGA RAKA MEMBENCI SUZAN?

    “Suzan itu wanita nggak benar!” ucap ibu Raka dengan suara meninggi, wajahnya penuh amarah. “Mama, dasar apa Mama bilang kalau Suzan nggak benar?” tanya Raka dengan nada ragu, seolah mencari pembelaan. “Raka, buka mata kamu! Kalau dia wanita benar, nggak akan dia rayu kamu lagi supaya balik ke dia padahal kamu sudah punya Gendis! Paham sampai di sini?” ucap ibu Raka, tatapannya tajam menusuk hati. “Coba pikir! Dia aja setuju sama keputusan orang tuanya buat nggak kasih kesempatan Mama sama Papa untuk ketemu Dandi. Mikir dong!” lanjut ibunya, kini suaranya gemetar menahan sakit hati lama. “Walaupun kamu yang merayu dia, tetap aja harusnya dia tahu batasan! Dan sekarang, Mama minta kamu jauhi dia. Cukup dekati anak kamu, nafkahi anak kamu. Ingat, itu anak kandung kamu!” ucap ayah Raka dengan suara tegas, penuh penekanan. Raka terdiam. Ia menunduk, menatap tangannya sendiri. Bahunya turun naik menahan gejolak penyesalan. Perlahan ia mengangguk, seakan menerima kenyataan pahit y

  • PELAN PELAN SAYANG    84 - DENDAM LAMA

    “Orang tua aku minta aku datang ke sana, Mas,” ucap Gendis dengan nada hati-hati. “Kapan?” tanya Rain cepat, tatapannya serius. “Secepatnya…” jawab Gendis pelan. “Dan mereka juga minta Raka datang ke sana,” lanjut Gendis lirih. “Datang aja, saya temenin,” ucap Rain mantap. “Tapi, Mas… mereka maunya aku sendirian,” ucap Gendis, menunduk resah. “Um…” Rain terdiam sejenak lalu tersenyum tipis. “Ya udah, saya anterin aja. Saya tunggu di mobil. Saya nggak mau terjadi apa-apa sama kamu,” ucapnya tegas. “Iya, Mas. Terima kasih udah ngerti kondisi aku saat ini,” ucap Gendis, matanya berkaca-kaca. “Saya mau nikah sama kamu secepatnya,” ucap Rain tiba-tiba, dengan tatapan penuh kesungguhan. “Apa nggak terlalu cepat, Sayang?” tanya Gendis ragu, bibirnya bergetar. “Kenapa harus diperlambat? Kamu free, nggak ada yang memiliki kamu selain saya,” ucap Rain, suaranya mantap. “Tapi… bagaimana dengan restu orang tua kita? Kamu dan keluarga lagi nggak baik karena aku. Sementara keluarga aku

  • PELAN PELAN SAYANG    83 - HUKUM KARMA

    “Katanya Mas Raka juga diminta datang,” ucap pembantu itu akhirnya. “Raka?” Gendis terbelalak, seakan tak percaya. “Iya, kayaknya ada pembahasan penting antara Ibu, Bapak, Mas Raka, dan Mbak Gendis,” jelas pembantu itu. ••• Rain baru saja tiba di tempat kebugaran. Ia segera melakukan pemanasan sebelum berlatih. “Pak Rain!” seseorang menyapa sambil berjalan mendekat. “Oh, iya,” sahut Rain, menoleh dengan sedikit senyum. “Sudah jarang lihat latihan di sini. Gimana kabarnya?” tanya lelaki itu, Aldi. “Saya sibuk banget minggu ini. Kabar saya baik. Gimana Pak Aldi, ada perkembangan?” balas Rain sopan. “Akhirnya Suzan hamil juga, berkat konsultasi sama Pak Rain,” ucap Aldi sambil duduk di atas bangku dan mengambil sebuah dumbel. “Suzan… mmm,” ucap Rain, seolah mengingat nama itu dengan serius. “Sudah jalan berapa minggu?” tanya Rain, menahan nada suaranya tetap datar. “Baru masuk minggu ke-6, Pak Rain. Ini anak kedua buat Suzan, dan anak pertama buat saya,” ucap Aldi

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status