403“Papa percaya sama kamu, Kiran. Kamu pasti bisa. Bukankah kamu sempat bekerja dengan Dewa di perusahaan yang di Yogya?”Kirani memejam. Ucapan Sultan terus berputar-putar di kepalanya. Pria kharismatik yang membuat rasa iri terbersit di hatinya kepada Amanda karena memiliki ayah sebaik dia, terus memaksaanya agar mau bekerja di perusahaannya. Padahal Kirani sudah katakan jika ia belum lulus kuliah. Statusnya masih tamatan SMA, kemampuannya juga belum memadai. Ia takut mengecewakan Sultan.Namun, pria itu terus membujuk memakai bahasa halus. Seolah itu bukan paksaan.“Sudah dapat keputusannya, Nak?” Sebuah pertanyaan lembut membuat Kirani mengerjap dan menoleh. Senyum lembut sang ibu menyapa di depannya. Ia edarkan pandangan ke sebelah sang ibu, juga sebelahnya di mana dua gadis muda terlelap dengan kepala sedikit bergoyang-goyang.Ya, kini mereka berempat berada dalam kereta api menuju kembali ke Yogya. Awalnya Dewa ingin keempatnya pulang bersamanya lagi, tetapi Amanda yang ingin
404“Jangan pergi, Vin. Jangan tinggalin aku. Miliki aku malam ini.”Malvino sempat terjengkit kaget karena ulah dan ucapan gadis yang kini memeluknya erat. Namun, saat mengingat jika Nada tengah berada di bawah pengaruh alkohol, ia mafhum.Pemuda itu memejam sebelum berusaha melepaskan pelukan tangan Nada di perutnya.“Kamu istirahat saja, Nada. Kamu mabuk. Nanti setelah sadar aku mau bicara,” ujarnya kecewa. Tidak menyangka jika Nada akan melakukan hal seperti ini.“Mau bicara apa? Sekarang saja, Vino. Aku tidak mabuk. Kamu mau membicarakan pernikahan? Ayo, sekalian saja sambil kita nikmati malam ini.” Jawaban Nada membuat Malvino menggelengkan kepala dengan kesal.“Aku tidak mau bicara dengan wanita mabuk. Kamu tidur saja. Nanti setelah baikan, kita bicara.”Pelukan di perut Malvino terlepas setelah kalimat barusan. Awalnya pemuda itu mengira Nada akan menuruti ucapannya, tetapi nyatanya gadis itu berpindah menjadi berdiri di hadapannya. Wajah kusut, mata merah, dan bau alkohol kha
405Vino berbalik dan menatap tajam, tetapi tak lama memejamkan mata sebentar sebelum beruap. “Terserah saja.”Setelah mengatakan itu Vino kembali berbalik dan berjalan.“Vino!” Nada menjerit. “Apa kau tidak takut aku meminta pertanggungjawaban sama orang tuamu?”Vino mengangkat tangan tanpa membalikkan badan tanda tidak peduli. Dan itu sukses membuat Nada semakin menjerit seolah kesurupan.“Vino, berhenti! Kau pikir orang tuamu tidak akan mempercayaiku? Mereka akan mempercayaiku karena kedekatan kita. Mereka akan memaksamu untuk menikahiku. Belum lagi jika orag tuaku—”Tidak selesai kalimat Nada, karena Vino yang jengah sudah mencemgkeram pergelangannya. Nada bahkan tidak tahu sejak kapan pemuda itu kembali. Yang pasti kini tengah menyeret tubuhnya tanpa mempedulikan dirinya yang menjerit-jerit kesakitan karena cemgkeraman yang kuat di pergelangan.“Vino, kau mau apa? Lepaskan aku, sakit tahu!” Nada menjerit-jerit seraya berusaha melepaskan tangannya.“Kalau ingin mengajakku bercinta
406 “Malam itu, di pesta yang ia sebut sebagai hari ulang tahunnya, Andrew memberiku obat perangsang hingga aku tidak bisa mengendalikan diri. Aku merasa saat itu sangat haus sentuhan. Kami menikmati malam panas denganku yang di bawah pengaruh obat perangsang. Aku pikir Andrew benar-benar mencintaiku dan menginginkan diri ini untuk dirinya. Namun ternyata ia tidak menikmati tubuh ini seorang diri, tapi dia juga mengundang teman-temannya untuk ikut menikmati ….” Kembali kalimat Nada tidak tuntas karena tangisnya keburu meledak efek tidak tahan mengenang kejadian beberapa tahun ke belakang yang menjadi cikal bakal kehancuran hidupnya. Tangisan pilu Nada memenuhi bukan saja ruang pendengaran Vino, tetapi juga ruang tengah apartemennya yang sepi hingga suaranya memantul dari setiap dinding dan sudut ruangan. Vino sampai menahan napas demi mendengar penjelasan Nada yang sejak awal sudah terputus-putus. Ditatapnya tak percaya gadis yang kini menyurukkan wajahnya di antara kedua lututnya.
407Malvino memejam sebentar sebelum mengembuskan napas beratnya. Kemudian mulai menjalankan mobil dengan perlahan meninggalkan halaman rumah besar itu tanpa menoleh lagi.Terbayang wajah gadis yang seolah berat ia tinggalkan tadi. Namun, ia sudah berusaha melakukan apa yang seharusnya dilakukan seorang sahabat.“Aku tidak percaya jika anak motor sepertimu tidak ikut merusak anak gadisku.” Vino memejam sebentar mengingat ucapan ayah Nada tadi.“Aku yakin jika kamu sama saja dengan anak-anak berandalan itu. Hanya saja berpura-pura sok suci dengan mengantar anak gadisku pulang.”Kali ini embusan napas berat yang keluar dari mulut Malvino. Entah sudah berapa kali ia sampaikan jika ia bukan teman Andrew. Bukan bagian dari mereka. Tapi sejak dulu ayah Nada tidak pernah percaya. Pria paruh baya itu tetap saja memandang dirinya sama dengan Andrew. Ikut merusak Nada.“Aku yakin, bahkan kamu yang paling sering tidur dengan anakku karena kamu juga yang mempengaruhinya agar hidup terpisah dengan
408Wanita berhijab berdiri dari duduknya. Kemudian mengangguk ramah dan menunduk. Padahal Vino yakin jika barusan matanya juga melebar melihat dirinya.“Pagi, Pak. Ada yang bisa saya bantu?” tanyanya dengan menunduk.Vino mengerjap setelah beberapa saat juga tertegun.“Oh, ruangan Pak Yuda di mana, ya?” Akhirnya kalimat itu yang keluar dari mulutnya, padahal ada banyak pertanyaan yang ingin ia sampaikan.Si wanita membungkukkan tubuhnya, lalu menunjuk sebuah pintu di ujung ruangan dengan ibu jarinya.“Di sana, Pak,” ujarnya singkat sebelum kembali menunduk.Vino mengangguk setelah beberapa lama terdiam. Kemudian berlalu tanpa berkata-kata. Bahkan sekadar ucapan terima kasih. Meninggalkan wanita berhijab yang kembali duduk setelah Malvino berlalu menuju ruangan yang ia tunjukkan.Sementara Malvino menemui Pak Yuda dengan banyak pertanyaan berputar di kepalanya. Pertanyaan yang hanya sang ayah yang bisa memberi jawaban. Tidak sabar pemuda itu ingin menemui sang ayah dan meminta penjela
409 Dunia seolah berhenti berputar. Vino merasakan jantungnya berhenti berdetak untuk beberapa saat. Bagaimana tidak? Dalam beberapa detik saja dunianya seolah dijungkir balikkan. Dari yang semula tidak ada yang memperhatikannya bahkan mungkin tidak ada seorang pun yang menyadari kehadirannya di sana, kini semua mata tertuju padanya. Semua orang menatapnya setelah sebelumnya memperhatikan show case yang sudah hancur terjungkal dengan isinya yang berhamburan di lantai. Juga karyawan kantin yang Sebagian baju dan tubuhnya basah terkena cipratan minuman yang tumpah. Kedua bola mata Vino melebar menatap kekacauan yang baru saja dibuatnya. Semua terjadi begitu cepat. Diedarkan pandangan ke sekeliling ruangan setelah menyadari kekacauan itu. Pandangannya berhenti pada sosok wanita berhijab yang kini berdiri di tempatnya bersama orang-orang di sekitarnya. Wanita itu menatap kekacauan yang ia buat dengan mata dan mulut yang sama-sama melebar sempurna. “Shit!” Vino mengumpat setelah dapat
410 [Kapan pulang, Nduk?] [Ibu dan adik-adik kangen. Ayahmu juga menanyakanmu saat kami mengunjunginya kemarin.] [Kamu betah banget ya, di sana?] [Oh, ya. Bagaimana tawaran Bu Slamet kemarin? Anaknya itu santri, Nduk. Setelah lulus pesantren langsung mengabdikan diri mengajar di pesantrennya. Ibu yakin ia bisa menjadi suami yang baik, dengan pengetahuan agamanya ia bisa membimbing kamu. Dia juga bukan orang asing bagi kamu, kalian suka main bersama saat kecil dulu.] Kirani memejam setelah menutup laman pesannya tanpa menjawab pesan sang ibu. Ia mengerti sebagai seorang ibu pasti ingin segera melihat anaknya menikah. Apalagi ia anak pertama dan sudah pernah gagal menikah. Mungkin sang ibu takut anggapan jika pernah gagal menikah, maka akan sulit mendapat jodoh lagi akan terjadi dengan dirinya. Sungguh, ia belum terpikir untuk menjalin hubungan serius dengan lawan jenis. Karenanya malas jika sang ibu sudah membahas perihal jodohnya. Bukan apa-apa, kejadian malam itu masih menyisaka