408Wanita berhijab berdiri dari duduknya. Kemudian mengangguk ramah dan menunduk. Padahal Vino yakin jika barusan matanya juga melebar melihat dirinya.“Pagi, Pak. Ada yang bisa saya bantu?” tanyanya dengan menunduk.Vino mengerjap setelah beberapa saat juga tertegun.“Oh, ruangan Pak Yuda di mana, ya?” Akhirnya kalimat itu yang keluar dari mulutnya, padahal ada banyak pertanyaan yang ingin ia sampaikan.Si wanita membungkukkan tubuhnya, lalu menunjuk sebuah pintu di ujung ruangan dengan ibu jarinya.“Di sana, Pak,” ujarnya singkat sebelum kembali menunduk.Vino mengangguk setelah beberapa lama terdiam. Kemudian berlalu tanpa berkata-kata. Bahkan sekadar ucapan terima kasih. Meninggalkan wanita berhijab yang kembali duduk setelah Malvino berlalu menuju ruangan yang ia tunjukkan.Sementara Malvino menemui Pak Yuda dengan banyak pertanyaan berputar di kepalanya. Pertanyaan yang hanya sang ayah yang bisa memberi jawaban. Tidak sabar pemuda itu ingin menemui sang ayah dan meminta penjela
409 Dunia seolah berhenti berputar. Vino merasakan jantungnya berhenti berdetak untuk beberapa saat. Bagaimana tidak? Dalam beberapa detik saja dunianya seolah dijungkir balikkan. Dari yang semula tidak ada yang memperhatikannya bahkan mungkin tidak ada seorang pun yang menyadari kehadirannya di sana, kini semua mata tertuju padanya. Semua orang menatapnya setelah sebelumnya memperhatikan show case yang sudah hancur terjungkal dengan isinya yang berhamburan di lantai. Juga karyawan kantin yang Sebagian baju dan tubuhnya basah terkena cipratan minuman yang tumpah. Kedua bola mata Vino melebar menatap kekacauan yang baru saja dibuatnya. Semua terjadi begitu cepat. Diedarkan pandangan ke sekeliling ruangan setelah menyadari kekacauan itu. Pandangannya berhenti pada sosok wanita berhijab yang kini berdiri di tempatnya bersama orang-orang di sekitarnya. Wanita itu menatap kekacauan yang ia buat dengan mata dan mulut yang sama-sama melebar sempurna. “Shit!” Vino mengumpat setelah dapat
410 [Kapan pulang, Nduk?] [Ibu dan adik-adik kangen. Ayahmu juga menanyakanmu saat kami mengunjunginya kemarin.] [Kamu betah banget ya, di sana?] [Oh, ya. Bagaimana tawaran Bu Slamet kemarin? Anaknya itu santri, Nduk. Setelah lulus pesantren langsung mengabdikan diri mengajar di pesantrennya. Ibu yakin ia bisa menjadi suami yang baik, dengan pengetahuan agamanya ia bisa membimbing kamu. Dia juga bukan orang asing bagi kamu, kalian suka main bersama saat kecil dulu.] Kirani memejam setelah menutup laman pesannya tanpa menjawab pesan sang ibu. Ia mengerti sebagai seorang ibu pasti ingin segera melihat anaknya menikah. Apalagi ia anak pertama dan sudah pernah gagal menikah. Mungkin sang ibu takut anggapan jika pernah gagal menikah, maka akan sulit mendapat jodoh lagi akan terjadi dengan dirinya. Sungguh, ia belum terpikir untuk menjalin hubungan serius dengan lawan jenis. Karenanya malas jika sang ibu sudah membahas perihal jodohnya. Bukan apa-apa, kejadian malam itu masih menyisaka
411 Vino sendiri beringsut dan berjalan menuju lift khusus untuk para petinggi perusahaan. Ia baru tahu jika di jam sibuk, naik lift saja harus berebut daan berdesakan. Sang pemuda memutuskan naik lift khusus yang kosong, ia melirik ke arah posisi Kirani berdiri setelah tiba di depan benda berwarna metalik itu. Kebetulan Kirani juga tengah meliriknya. Saat pandangan mereka bertemu, gegas gadis itu menunduk. Vino langsung masuk begitu lift terbuka. Ia berpikir Kirani akan ikut bersamanya. Nyatanya gadis itu tetap berdiri di tempatnya. Padahal sudah berkali-kali ia menahan agar pintu lift tidak tertutup. “Masih tetap seperti dulu, sok jual mahal,” umpat Vino setelah akhirnya pintu lift ia tutup dan benda itu membawanya naik sendirian. Kirani sendiri sabar menunggu hingga lift umum kembali dan membawanya beserta karyawan lain yang tertinggal. Walaupun ia tahu akan sedikit terlambat, tetapi tidak ada pilihan lain. Ia tidak mungkin minta ikut bersama Vino, sedangkan orangnya saja begitu
412[Vin, aku harus bagaimana? Bayi ini tidak mau keluar?][Padahal aku sudah berusaha menggugurkannya dengan berbagai cara.][Apa kamu tidak kasihan denganku, Vin?][Aku mohon nikahi aku sebelum Ayah tahu aku hamil.]Vino memejam sembari mengacak rambutnya. Kepalanya berdenyut nyeri. Memikirkan pekerjaan yang baru beberapa hari dijalananinya terasa rumit saja sudah membuat kepalanya berasap, masih harus memikirkan Nada yang terus saja merecokinya dengan meminta tolong dinikahi.Berpuluh pesannya masuk di laman chatnya setelah ia mengabaikan teleponnya.[Aku sudah bilang, beritahu bapak bayi itu agar ia bertanggung jawab. Jangan mau enaknya saja membuat anak, tapi tidak mau mempertanggungjawabkannya.]Vino mengirimkan balasan dengan kesal.[Tidak ada komitmen di antara kami. Sejak semula kami sepakat hanya ingin bersenang-senang. Aku sudah setuju saat dia bilang tidak ingin terikat dan tidak ada tanggung jawab apa pun di kemudian hari terkait hubungan badan kami saat itu. Jika pun ada
413“Nggak nyangka, ya. Anak Pak bos besar mau gabung makan sama kita-kita.” Cetelukan salah satu karyawan, membuat Malvino cukup risih. Apalagi terus membawa nama sang ayah.“Iya, biasanya bos muda itu mana mau bergaul sama karyawan biasa,” timpal yang lainnya.“Jangan berlebihan, aku sama seperti kalian. Dan satu lagi, jangan memanggilku Bos muda. Panggil saja aku Vino.” Vino menjawab datar tanpa ekspresi.“Waw, selain ganteng, ternyata rendah hati juga.” Lagi-lagi Shasa nyeletuk dengan pandangan kagum yang tidak pernah lepas dari wajah Vino dan juga kedua tangan yang menangkup pipi. Sementara sikunya bertumpu di atas meja.Kirani sebenarnya gemas dengan sikap temannya itu, tetapi ia hanya bisa diam menunduk. Bahkan tidak sedikit pun mengangkat wajah. Apa yang dapat dilakukannya? Sudah jelas-jelas Vino membencinya. Bahkan mungkin jika tahu dirinya ada di sana, pemuda itu tidak akan sudi pindah ke sana.Dua pramusaji datang membawa pesanan mereka dengan troly khusus. Lalu, meletakkan
414Sepasang mata Vino menyipit begitu mobilnya memasuki area parkir kantor. Ia berharap pandangannya salah saat matanya menangkap sosok wanita yang duduk di pos satpam dengan wajah kuyu. Namun, sang pemuda harus menelan salivanya yang terasa pahit saat yakin jika pandangannya tidak salah.Ia langsung memarkir mobil di tempat yang sudah disediakan, berharap jika kedatangannya tidak disadari wanita itu. Sayangnya, begitu pintu mobil terbuka dan kakinya memijak bumi, suara seseorang yang familier memanggil namanya.“Vin, akhirnya kamu kembali juga. Aku sudah lama menunggumu.”Satu napas kasar Vino embuskan dengan kasar pula pertanda ia tidak menyukai pertemuan ini.“Ada apa lagi Nada? Aku harus masuk karena pekerjaan menunggu.” Vino mengangkat kedua tangannya.“Jadi, akhirnya kamu bekerja di sini juga? Bukankah dulu kamu bilang tidak mau bekerja dengan papamu?”“Hidup harus terus berjalan. Dan manusia harus bergerak agar tidak terlindas waktu, bukan? Jika idealisme kita tidak cocok deng
415“Lepas, apa yang anda lakukan, Pak?” Kirani mencoba melepaskan tangannya.“Aku tidak akan melepasmu hingga mau aku antar, Kiran. Aku bahkan rela menunggumu pulang agar bisa mengantarmu.” Lelaki yang menangkapnya tidak mau melepaskan. Ia bahkan mempererat cekalan dan setengah menarik gadis itu menuju mobilnya yang terparkir di luar pos.Kirani terus berusaha melepaskan tangan Reza yang seharusnya sudah pulang sejak tadi karena lelaki itu tidak lembur. Ia tidak menyangka jika rekan satu divisinya akan menunggunya untuk memaksanya mengantar pulang.“Tapi saya sudah dijemput, Pak. Jemputan saya sudah menunggu di halte.” Kirani berkilah dan terus berusaha melepaskan tangannya.“Ojek maksudmu? Nanti aku akan batalakan orderanmu.” Reza menjawab ringan.“Jangan, Pak. Kasihan. Pak Darman punya banyak anak yang harus dinafkahi.”“Tapi kamu selalu menolak aku antar karena alasan ditunggu ojek.”“Saya hanya sedang melakukan symbiosis mutualisme, Pak. Pak Darman butuh uang dan saya butuh jempu