Se connecterAriel tidak pernah menyadari betapa kuatnya kamuflase seragam pelayan. Di mata bangsawan, ia tidak terlihat. Di mata pelayan lain, ia hanyalah salah satu dari banyak bayangan yang melakukan tugas. Malam itu, ia menggunakan invisibilitasnya sebagai senjata.
Ia menyelinap ke sayap belakang istana, tempat laporan perdagangan dan surat-surat resmi kerajaan disimpan sebelum dikirimkan ke dermaga dan pos pemeriksaan. Udara berbau tinta, kertas perkamen, dan kayu tua yang lembab. Ariel tahu ia tidak punya banyak waktu sebelum shift malam pustakawan dimulai. Menggunakan pengetahuan kecilnya tentang sistem administrasi istana, ia mencari dokumen-dokumen yang berhubungan dengan "Tambang Utara" dan "Pengiriman Besi". Ia menemukan folder yang seharusnya berisi izin pengiriman dua minggu terakhir, tetapi satu laporan penting hilang. Sambil merapikan laci, ia sengaja menjatuhkan setumpuk perkamen. Saat ia memungutinya, ia mendengar dua juru tulis istana berbisik di lorong yang berdekatan. “Para pengawal Pangeran Varen itu sangat murah hati,” bisik yang satu. “Mereka memberikan sekantong perak hanya untuk meminta ‘inspeksi kualitas’ di pos pemeriksaan dermaga. Gila! Bijih besi Astaria selalu yang terbaik.” “Mereka ingin menunda pengiriman,” balas yang lain, suaranya dipenuhi ketakutan. “Aku melihat sebuah salinan memorandum dari tangan mereka. Ada tanda tangan palsu yang mengatakan bijih itu ‘terkontaminasi’ oleh pasir. Jelas sekali ini kebohongan hitam.” Ariel merasakan adrenalin memompa melalui nadinya. Ia telah menemukan kebohongan itu: pemalsuan untuk mengganggu perdagangan Astaria. Itu adalah bukti yang dibutuhkan Elara. Dia segera kembali ke sayap Putri. Dayang Clara sudah pergi. Dengan tangan yang gemetar, Ariel menaruh lilin putih di ambang jendela balkon Putri, sesuai kode yang diminta Elara, membiarkan cahayanya menjadi suar rahasia di malam hari. Setengah jam kemudian, Ariel tiba di observatorium tua. Elara sudah menunggunya, mengenakan jubah tidur sutra yang membuatnya terlihat sangat rapuh di tengah kegelapan ruangan yang luas. Ia tidak menyalakan lilin; hanya cahaya rembulan yang membanjiri ruangan, menampakkan setiap lekuk wajahnya. “Anda melihat lilinnya,” kata Elara, tanpa sapaan. Nada suaranya mendesak. “Ya, Tuan Putri,” jawab Ariel, mendekat. “Saya telah menemukan sesuatu. Pangeran Varen tidak hanya menunda pengiriman. Dia memalsukan surat inspeksi yang menuduh bijih besi kita terkontaminasi pasir.” Elara mencengkeram tepi teleskop. Napasnya tercekat. “Pemalsuan? Dia berani… meremehkan Astaria di bawah hidung Ayah? Ini adalah pengkhianatan.” “Ini adalah cara dia melemahkan Astaria secara ekonomi sebelum ia memegang kendali penuh,” jelas Ariel. “Tuan Putri harus mendapatkan bukti dari surat palsu itu sebelum Pangeran Varen menghancurkannya.” Elara berbalik, matanya berkaca-kaca karena amarah dan keputusasaan. “Dan bagaimana saya bisa melakukannya, Ariel? Setiap gerakan saya diawasi. Dia mengirimkan hadiah dan bunga kepada saya setiap jam, tetapi matanya mengawasi setiap langkah saya.” Ia berjalan menuju Ariel, jarak di antara mereka hilang dalam bayangan. “Mereka mengendalikan setiap aspek kehidupan saya,” bisik Elara. “Saya tidak bisa memilih gaun saya, saya tidak bisa memilih makanan saya, dan saya tidak bisa memilih... hati saya.” Dia meletakkan kedua tangannya di dada Ariel, bukan sebagai Tuan Putri, tetapi sebagai wanita yang tenggelam. Tangan-tangan mungilnya yang lembut mencengkeram kain seragam kasar Ariel. “Saya takut,” bisiknya, suaranya pecah. “Saya takut mereka akan memaksa saya, dan saya takut mereka akan menemukan Anda. Jika Varen tahu saya menggunakan Anda…” Ariel mengabaikan semua pelatihan, semua aturan kasta, semua konsekuensi. Sentuhan tangan Elara adalah perintah yang lebih kuat daripada dekret Raja. Ariel mengangkat tangannya, dan dengan sangat hati-hati, ia meletakkan telapak tangannya di atas tangan Elara yang berada di dadanya. Itu bukan pelukan, bukan ciuman, hanya sentuhan yang mengikat dua jiwa dalam bahaya yang sama. Kehangatan yang menjalar dari telapak tangan Elara adalah pemuas Tuan Putri yang sebenarnya—pemenuhan emosional yang jauh lebih besar daripada kepuasan fisik. “Saya adalah bayangan Anda, Tuan Putri,” kata Ariel, suaranya begitu rendah sehingga nyaris hanya getaran. “Bayangan tidak bisa disentuh oleh Varen. Kita akan menemukan surat palsu itu. Saya akan menjadi mata Anda.” Elara mendongak, matanya yang berkaca-kaca penuh dengan kebenaran yang mengerikan dan janji yang manis. “Ya,” kata Elara, suaranya sekarang dipenuhi tekad. “Mata saya. Mulai sekarang, Anda bukan hanya pelayan saya. Anda adalah... satu-satunya sekutu saya di Astaria.” Ikatan mereka kini terukir, bukan hanya sebagai rahasia asmara, tetapi sebagai persekongkolan politik yang ditakdirkan untuk menghancurkan Pangeran Varen—atau menghancurkan mereka berdua.Fajar menyingsing membawa kabar buruk bagi Pangeran Varen dan kabar baik yang samar-samar bagi Astaria. Jenderal Kavaleri Cassian kembali ke istana bukan dengan kemenangan perang yang riuh, melainkan dengan laporan tenang tentang ‘pengamanan’ Penyeberangan Sungai Feralis dari pasukan asing yang mencoba menyusup.Meskipun Cassian menahan diri untuk tidak menyebut nama Varen di depan umum, ia segera meminta audiensi darurat dengan Raja.Di Sayap Raja, Elara sedang menunggu dengan hati-hati. Ia telah menyerahkan bros naga perak yang diamankan Ariel kepada Cassian, menjelaskan bahwa bros itu adalah petunjuk, dan membiarkan Ksatria tua itu menyusun narasinya.Tidak lama kemudian, istana diselimuti suasana tegang. Pengawal kerajaan, dipimpin oleh Cassian, diam-diam memasuki kamar Pangeran Varen, menyita barang-barangnya, dan menahannya atas tuduhan yang belum diumumkan.Raja Astaria, yang biasanya tenang, tampak pucat dan terguncang. Pengkhianatan di istananya sendiri,
Malam menjelang serangan yang dijadwalkan. Istana sunyi. Pesta dansa telah berakhir, dan semua orang, termasuk Pangeran Varen yang puas diri, telah pensiun ke kamar mereka. Hanya Dayang Clara yang masih berpatroli, bayangannya melayang di koridor seperti hantu yang bersemangat.Ariel tidak bisa menunggu lebih lama lagi. Jaro, pengawal Varen, telah mencari bros naga perak itu dengan putus asa, yang berarti bukti itu sangat penting. Ariel harus memastikan Jaro tidak menemukannya di Sayap Barat.Ariel tahu bahwa Jaro tidak akan mencari di lokasi tempat bros itu jatuh: gudang anggur tua, tempat yang dianggap terlalu jauh dan terpencil dari urusan istana.Berbekal senter minyak kecil, Ariel menyelinap keluar dari Sayap Barat, bergerak cepat melalui lorong-lorong pelayanan yang gelap, menuju ke Sayap Anggur, tempat yang ia masuki beberapa hari lalu untuk menemukan dokumen pemalsuan.Saat ia mencapai gudang anggur, ia mencium bau lumut dan kelembapan, namun juga bau tan
Dua hari sebelum tanggal serangan yang diperkirakan, istana mengadakan pesta dansa mewah untuk menghormati kedatangan Pangeran Varen dan merayakan pertunangan mereka yang akan datang. Aula dansa berkilauan dengan kristal dan emas, namun bagi Elara, suasana terasa tebal dan menyesakkan. Setiap senyum adalah topeng, setiap sapaan adalah jebakan.Elara mengenakan gaun sutra berwarna biru tua, warnanya sama gelapnya dengan rahasia yang ia sembunyikan. Di tengah hiruk pikuk musik dan tawa, ia berusaha keras untuk tidak menunjukkan kecemasan di matanya.Pangeran Varen, di sisi lain, tampak terlalu ceria. Keyakinan dirinya terpancar kuat. Ia percaya bahwa Raja Astaria masih sibuk dengan menu katering, sementara Jenderal Lycia sedang menggerakkan pasukannya."Kau terlihat mempesona malam ini, Elara," bisik Varen saat memimpinnya dalam sebuah waltz. Jari-jarinya menggenggam pinggang Elara dengan rasa memiliki yang terlalu kuat."Kau juga, Varen," jawab Elara, memaksa seny
Sinar matahari pertama menembus jendela kamar tidur Elara, dan Dayang Clara sudah berdiri di sampingnya, memegang nampan perak yang berisi teh pagi dan, di dalam vas kristal kecil, satu tangkai Anggrek Merah.“Anggrek dari rumah kaca, Tuan Putri. Saya pikir warnanya sangat cocok dengan suasana hati Anda pagi ini,” kata Clara dengan senyum yang terlalu lebar, nadanya penuh makna tersembunyi. Clara menempatkan vas itu tepat di samping tempat tidur Elara, di mana matanya bisa mengawasi.Elara merasa tegang. Dia tahu Ariel pasti sudah mencoba menghubunginya, dan bunga ini adalah satu-satunya kesempatan. Dia harus bertindak secara alami."Anggrek yang indah, Clara. Terima kasih," jawab Elara, mengambil bunga itu.Saat ia memuji warna kelopak bunga, jarinya perlahan-lahan menyentuh batang Anggrek. Dia merasakan ada tonjolan kecil yang tidak wajar, sekecil serpihan. Elara tahu itu. Itu adalah pesan Ariel."Bisakah Anda mengambilkan buku puisi saya, Clara? Saya merasa ingin membaca beber
Dayang Clara adalah seorang musuh yang licik. Keesokan paginya, Clara bertindak bukan dengan tuduhan langsung, melainkan dengan memisahkan Elara dari satu-satunya sekutunya, Ariel. Saat sarapan, Clara mengumumkan, "Tuan Putri, saya telah membuat penyesuaian pada jadwal harian. Pelayan Ariel akan dipindahkan sementara ke Sayap Barat untuk membantu dengan inventarisasi permadani yang rusak. Pekerjaan ini memerlukan tangan yang kuat dan perhatian pada detail, dan saya yakin ia akan berguna di sana." Elara merasakan darahnya mendidih, tetapi ia harus menjaga ketenangan. Memprotes akan menegaskan kecurigaan Clara. "Oh, Sayap Barat? Betapa membosankan," kata Elara, pura-pura cemberut. "Tetapi saya kira permadani yang sobek adalah prioritas. Anda benar, Clara. Biarkan Ariel pergi." Clara tersenyum puas. Itu adalah kemenangan kecil yang memisahkan sepasang sekutu tanpa menimbulkan kecurigaan. Setelah Clara pergi, Elara segera mengirimka
Ariel menunggu sampai larut malam, jauh setelah seluruh istana terlelap, untuk bertemu Elara. Ia tidak berani menggunakan kode lilin di ambang jendela lagi karena takut Dayang Clara mengawasi. Sebagai gantinya, ia pergi ke tempat teraman—pertemuan mereka di observatorium, dengan asumsi bahwa jika ia ditangkap, setidaknya ia akan ditangkap di dekat Elara. Elara sudah ada di sana, menunggu dengan gelisah di bawah teleskop yang diam. Dia tidak memakai jubah tidur mewah malam ini, melainkan gaun yang sederhana, seolah-olah dia siap untuk melarikan diri kapan saja. "Anda datang," bisik Elara, lega yang luar biasa memancar dari matanya. "Saya berhasil, Tuan Putri," jawab Ariel. Ia mengeluarkan gulungan perkamen yang kusut dan bros naga perak dari balik jubahnya. "Ini adalah surat pemalsuan. Ditandatangani oleh 'Kapten R. Volstov'—nama samaran Varen. Dan ini…" Ariel meletakkan bros naga perak di atas meja observatorium. Cahaya bulan memantul dari permukaannya yang mengkilap. "Ini j







