Se connecterElara tahu bahwa untuk mendapatkan bukti pemalsuan, ia harus mendapatkan akses ke arsip pribadi Pangeran Varen. Tugas yang hampir mustahil, karena sayap Varen dijaga oleh pengawal pribadinya dan Dayang Clara tampaknya selalu berada di dekatnya.
Keesokan harinya, Elara menerapkan rencana pertamanya, yang terlihat tidak berbahaya di permukaan. "Clara," kata Elara saat Dayang Utama itu membantunya memilih jubah. "Pangeran Varen sangat menyukai teh yang saya sajikan tadi malam. Apakah Anda tidak berpikir kita harus mengirimkan sekotak campuran herbal itu sebagai hadiah kecil untuk menunjukkan keramahan Astaria?" Dayang Clara menyipitkan mata. "Tuan Putri, bukankah hadiah seperti itu biasanya diurus oleh para pelayan istana?" "Ya, tetapi Varen mengklaim bahwa teh itu memiliki aroma yang menenangkan yang hanya ada di sayap saya," jawab Elara dengan nada manja yang sempurna. "Saya ingin memastikan bahwa dia mendapatkan campuran yang tepat. Dan karena Anda adalah kepala dayang saya, saya yakin Anda adalah orang yang paling tepat untuk mengantarkannya secara pribadi ke kamarnya. Ini akan menunjukkan perhatian yang tinggi terhadap detail." Meskipun Dayang Clara jelas tidak menyukai tugas baru itu, ini adalah perintah langsung dari Tuan Putri, yang bertindak atas nama Raja, dan dia tidak bisa menolaknya tanpa terlihat tidak loyal. "Tentu, Tuan Putri. Saya akan mengantarkannya segera," kata Clara, membungkuk kaku. Rencana Elara sederhana: Dayang Clara, meskipun seorang pengawas yang hebat, juga seorang wanita yang bangga. Mengantarkan teh adalah alasan yang sempurna untuk membuatnya menjauh dari sayap Putri selama beberapa jam, dan pada saat yang sama, memaksanya memasuki wilayah Varen, sehingga Elara dapat mengawasi reaksi mereka. Saat Dayang Clara pergi dengan kotak teh sutra di tangannya, Elara segera memanggil Ariel. "Ariel, sekarang," kata Elara, tanpa membuang waktu. "Saya menduga Varen menyimpan catatan-catatan penting, termasuk surat palsu itu, di kantornya. Tetapi dia tidak akan menyimpannya di tempat yang jelas." "Kantor Pangeran selalu dikunci dan dijaga," ujar Ariel cemas. "Saya tahu. Tetapi saya tahu tentang sebuah ruangan yang mungkin ia gunakan secara diam-diam," bisik Elara. "Varen adalah seorang yang sangat mencintai anggur merah dari Kerajaan Epirus. Ia tidak akan mempercayai anggur Astaria." "Apa maksud Anda, Tuan Putri?" "Ada ruang bawah tanah tua yang tersembunyi di bawah sayap Varen yang dulunya digunakan oleh kakek saya untuk menyimpan anggur langka Epirus. Itu memiliki sistem ventilasi yang terhubung ke kantor Pangeran melalui sebuah celah kecil di lantai." Mata Ariel melebar. Ruangan yang tersembunyi, celah rahasia. Itu sempurna untuk mendapatkan informasi. "Saya ingin Anda menuju ke gudang anggur tua itu. Gunakan peta yang saya berikan saat Anda merapikan kantor saya," perintah Elara. "Jika dia menyimpan surat-surat itu, mereka akan berada di sana karena dia adalah orang yang sangat rahasia. Ambil apa pun yang terlihat seperti dokumen perdagangan Astaria." Misi ini adalah yang paling berbahaya. Jika Ariel tertangkap, ia tidak hanya akan menghadapi kematian, tetapi ia juga akan menyeret Elara ke dalam skandal pengkhianatan politik. "Saya harus memperingatkan Anda, Ariel," bisik Elara, tangannya menyentuh lembut bahu Ariel, sebuah gerakan yang lebih intim daripada ciuman di bawah ancaman sebesar ini. "Jika Anda tertangkap, saya harus menyangkal pengetahuan tentang Anda dan misi ini. Demi keselamatan Anda." "Saya mengerti, Tuan Putri," jawab Ariel. Ia tidak membutuhkan jaminan, hanya kepercayaan. "Saya akan kembali dengan bukti, atau tidak kembali sama sekali." Ariel membungkuk dalam-dalam dan bergegas pergi. Saat ia berjalan di sepanjang koridor tersembunyi menuju ruang bawah tanah, ia melihat bayangan Dayang Clara di kejauhan, kembali dari sayap Varen, wajahnya tampak lebih curiga daripada sebelumnya. Pangeran Varen pasti tidak terkesan dengan hadiah teh itu. Ariel harus berpacu dengan waktu. Ia harus menyelinap masuk dan keluar sebelum Dayang Clara kembali ke sayap Putri dan menyadari bahwa Ariel tidak lagi di tempatnya. Ancaman Dayang Clara terasa lebih dekat daripada sebelumnya.Fajar menyingsing membawa kabar buruk bagi Pangeran Varen dan kabar baik yang samar-samar bagi Astaria. Jenderal Kavaleri Cassian kembali ke istana bukan dengan kemenangan perang yang riuh, melainkan dengan laporan tenang tentang ‘pengamanan’ Penyeberangan Sungai Feralis dari pasukan asing yang mencoba menyusup.Meskipun Cassian menahan diri untuk tidak menyebut nama Varen di depan umum, ia segera meminta audiensi darurat dengan Raja.Di Sayap Raja, Elara sedang menunggu dengan hati-hati. Ia telah menyerahkan bros naga perak yang diamankan Ariel kepada Cassian, menjelaskan bahwa bros itu adalah petunjuk, dan membiarkan Ksatria tua itu menyusun narasinya.Tidak lama kemudian, istana diselimuti suasana tegang. Pengawal kerajaan, dipimpin oleh Cassian, diam-diam memasuki kamar Pangeran Varen, menyita barang-barangnya, dan menahannya atas tuduhan yang belum diumumkan.Raja Astaria, yang biasanya tenang, tampak pucat dan terguncang. Pengkhianatan di istananya sendiri,
Malam menjelang serangan yang dijadwalkan. Istana sunyi. Pesta dansa telah berakhir, dan semua orang, termasuk Pangeran Varen yang puas diri, telah pensiun ke kamar mereka. Hanya Dayang Clara yang masih berpatroli, bayangannya melayang di koridor seperti hantu yang bersemangat.Ariel tidak bisa menunggu lebih lama lagi. Jaro, pengawal Varen, telah mencari bros naga perak itu dengan putus asa, yang berarti bukti itu sangat penting. Ariel harus memastikan Jaro tidak menemukannya di Sayap Barat.Ariel tahu bahwa Jaro tidak akan mencari di lokasi tempat bros itu jatuh: gudang anggur tua, tempat yang dianggap terlalu jauh dan terpencil dari urusan istana.Berbekal senter minyak kecil, Ariel menyelinap keluar dari Sayap Barat, bergerak cepat melalui lorong-lorong pelayanan yang gelap, menuju ke Sayap Anggur, tempat yang ia masuki beberapa hari lalu untuk menemukan dokumen pemalsuan.Saat ia mencapai gudang anggur, ia mencium bau lumut dan kelembapan, namun juga bau tan
Dua hari sebelum tanggal serangan yang diperkirakan, istana mengadakan pesta dansa mewah untuk menghormati kedatangan Pangeran Varen dan merayakan pertunangan mereka yang akan datang. Aula dansa berkilauan dengan kristal dan emas, namun bagi Elara, suasana terasa tebal dan menyesakkan. Setiap senyum adalah topeng, setiap sapaan adalah jebakan.Elara mengenakan gaun sutra berwarna biru tua, warnanya sama gelapnya dengan rahasia yang ia sembunyikan. Di tengah hiruk pikuk musik dan tawa, ia berusaha keras untuk tidak menunjukkan kecemasan di matanya.Pangeran Varen, di sisi lain, tampak terlalu ceria. Keyakinan dirinya terpancar kuat. Ia percaya bahwa Raja Astaria masih sibuk dengan menu katering, sementara Jenderal Lycia sedang menggerakkan pasukannya."Kau terlihat mempesona malam ini, Elara," bisik Varen saat memimpinnya dalam sebuah waltz. Jari-jarinya menggenggam pinggang Elara dengan rasa memiliki yang terlalu kuat."Kau juga, Varen," jawab Elara, memaksa seny
Sinar matahari pertama menembus jendela kamar tidur Elara, dan Dayang Clara sudah berdiri di sampingnya, memegang nampan perak yang berisi teh pagi dan, di dalam vas kristal kecil, satu tangkai Anggrek Merah.“Anggrek dari rumah kaca, Tuan Putri. Saya pikir warnanya sangat cocok dengan suasana hati Anda pagi ini,” kata Clara dengan senyum yang terlalu lebar, nadanya penuh makna tersembunyi. Clara menempatkan vas itu tepat di samping tempat tidur Elara, di mana matanya bisa mengawasi.Elara merasa tegang. Dia tahu Ariel pasti sudah mencoba menghubunginya, dan bunga ini adalah satu-satunya kesempatan. Dia harus bertindak secara alami."Anggrek yang indah, Clara. Terima kasih," jawab Elara, mengambil bunga itu.Saat ia memuji warna kelopak bunga, jarinya perlahan-lahan menyentuh batang Anggrek. Dia merasakan ada tonjolan kecil yang tidak wajar, sekecil serpihan. Elara tahu itu. Itu adalah pesan Ariel."Bisakah Anda mengambilkan buku puisi saya, Clara? Saya merasa ingin membaca beber
Dayang Clara adalah seorang musuh yang licik. Keesokan paginya, Clara bertindak bukan dengan tuduhan langsung, melainkan dengan memisahkan Elara dari satu-satunya sekutunya, Ariel. Saat sarapan, Clara mengumumkan, "Tuan Putri, saya telah membuat penyesuaian pada jadwal harian. Pelayan Ariel akan dipindahkan sementara ke Sayap Barat untuk membantu dengan inventarisasi permadani yang rusak. Pekerjaan ini memerlukan tangan yang kuat dan perhatian pada detail, dan saya yakin ia akan berguna di sana." Elara merasakan darahnya mendidih, tetapi ia harus menjaga ketenangan. Memprotes akan menegaskan kecurigaan Clara. "Oh, Sayap Barat? Betapa membosankan," kata Elara, pura-pura cemberut. "Tetapi saya kira permadani yang sobek adalah prioritas. Anda benar, Clara. Biarkan Ariel pergi." Clara tersenyum puas. Itu adalah kemenangan kecil yang memisahkan sepasang sekutu tanpa menimbulkan kecurigaan. Setelah Clara pergi, Elara segera mengirimka
Ariel menunggu sampai larut malam, jauh setelah seluruh istana terlelap, untuk bertemu Elara. Ia tidak berani menggunakan kode lilin di ambang jendela lagi karena takut Dayang Clara mengawasi. Sebagai gantinya, ia pergi ke tempat teraman—pertemuan mereka di observatorium, dengan asumsi bahwa jika ia ditangkap, setidaknya ia akan ditangkap di dekat Elara. Elara sudah ada di sana, menunggu dengan gelisah di bawah teleskop yang diam. Dia tidak memakai jubah tidur mewah malam ini, melainkan gaun yang sederhana, seolah-olah dia siap untuk melarikan diri kapan saja. "Anda datang," bisik Elara, lega yang luar biasa memancar dari matanya. "Saya berhasil, Tuan Putri," jawab Ariel. Ia mengeluarkan gulungan perkamen yang kusut dan bros naga perak dari balik jubahnya. "Ini adalah surat pemalsuan. Ditandatangani oleh 'Kapten R. Volstov'—nama samaran Varen. Dan ini…" Ariel meletakkan bros naga perak di atas meja observatorium. Cahaya bulan memantul dari permukaannya yang mengkilap. "Ini j







