Pagi hari Batari masih bergelung di balik selimut, seseorang mengetuk pintu kamarnya berkali-kali. "Bu... Bu Tari...." Beberapa kali panggilan, suara itu menghilang.Batari menggeliat sambil membuka matanya. Gerakannya mendadak terhenti, ia mengamati ke sekeliling kamar dan tubuhnya sendiri.Batari berpakaian lengkap berada di dalam ruang pribadinya. Ternyata, kejadian manis tadi malam mimpi belaka, tidak terjadi apa-apa pada dirinya.Sulutan rasa kecewa membuat paras Batari berubah datar, sedetik kemudian menjalar rasa hangat yang menandakan dirinya malu dengan pikiran sendiri. Mengapa Batari harus kecewa, sepertinya perasaannya terhadap Xabier semakin dalam.Batari khawatir bila terus-terusan dekat dengan Xabier bisa jadi perasaannya terhempas percah suatu waktu.Usai menanyakan masalah Xabier semalam, suaminya itu mengatakan kalau tidak memiliki masalah apapun. Xabier dengan tenang membuka pintu, masuk lalu mengunci dari dalam.Lagi-lagi panggilan dan ketukan pintu terdengar, lamu
Andalaska melirik pria yang pernah mendekati anak gadisnya, Xinda. Ia mengamati perubahan penampilan dibanding pertemuan tidak sengaja mereka di restoran dan siar media."Sera, apa kamu tidak salah bekerja sama dengan orang ini?" tanya Andalaska remeh."Ya Tante, Wisang akan membantu kita memisahkan Xabier dan istrinya."Andalaska menunjukkan wajah mencela agar Wisang merasa terganggu."Wisang, silakan duduk." Serafina ramah menyambutnya. Wisang mengenakan kemeja dibalut jas, duduk di tempat yang ditunjuk oleh Serafina.Bibir Andalaska bergerak miring meninggalkan kesan buruk pada Wisang."Mengapa kita harus berurusan dengan orang-orang kampung? Apakah tidak ada jenis manusia lain yang lebih baik dari dia?"Andalaska masih mengingat wajah sedih putri kesayangannya saat itu.Serafina berdehem, merasa tidak enak dengan sambutan buruk Andalaska. "Tante, kita dengar dulu rencana Wisang. Jangan buru-buru marah," Serafina berusaha menenangkan Andalaska. "Tante tidak suka dengan mereka ber
Pagi ini Xabier sarapan seorang diri, kegelisahan menjadi-jadi dalam dirinya. Xabier teringat dengan ajakan Wisang pada Batari untuk menemui dirinya di sebuah tempat yang tidak diketahui.Tarikan nafas berat menandakan Xabier sangat khawatir. Khawatir untuk apa? Xabier masih sulit memastikan perasaan hatinya. Takut kecewa kembali membayangi keputusan Xabier untuk berpisah dari Batari. Sementara kata cinta, selalu dihempasnya dari pikiran, selalu ditolak mentah-mentah sehingga kepalanya penuh dengan dugaan-dugaan buruk tentang Batari. Xabier benar-benar tidak tenang menjalani hidup bila dikaitkan dengan Batari. Dia lebih tenang menghadapi gugatan 50 milyar dibandingkan mengurus soal hati."Sial!" Xabier melempar serbet yang ada di pangkuannya ke atas meja. Ia berdiri lalu berjalan menuju kamar Batari kemudian mengetuk pintu tanpa bantuan Sri seperti tempo hari."Tari... Batari... buka pintunya aku mau bicara." Xabier mengetuk pintu berkali-kali. Xabier ingin menarik kembali keputusa
Xabier cepat membelokkan kendaraannya di areal parkir, begitu melihat mobil Wisang melaju sembari kaca jendelanya bergerak menutup ke atas. Xabier mengira Batari ada di dalam, ia fokus mengikuti arah perjalanan.Sementara itu, Wisang terlihat bergerak ke kiri dan kanan memastikan angkutan umum warna merah yang tadi ditumpangi Batari. Ada beberapa mobil yang sama melesat di jalanan, jangan sampai salah mengikuti target.Batari menunduk di dalam angkutan yang ditumpanginya, ia akan pergi ke terminal. Batari berencana untuk meninggalkan kota Surabaya ke sebuah daerah pedesaan untuk membuka lembaran hidup baru.Berkali-kali Batari menghela nafas panjang, ingin rasanya menangis, tetapi posisi dalam kendaraan yang penuh orang membuat Batari menahannya sekuat hati.Batari mengusap sayang kandungannya, tidak lama lagi dia akan berjumpa dengan anaknya. Wajahnya kembali berseri dan bersemangat."Hanya kamu dan ibu ya, Nak. Kita harus kuat menjalani hidup ini," ujarnya dalam hati.Tibalah Batari
Batari melewati proses persalinan yang menegangkan, baik bagi dirinya maupun Xabier. Seorang putra tampan lahir dari rahim Batari.Wajah bayinya terlihat turunan dari Xabier, mulai hidung mancung, bibir, mata, hingga kulit putih bersih."Selamat ya, Bu. Anaknya lahir selamat dengan organ tubuh lengkap."Batari tersenyum senang, meskipun tenaganya terasa habis untuk melahirkan, hatinya tersentuh melihat sang bayi. Bayi itu langsung ditengkurapkan di dadanya untuk inisiasi menyusui dini, hanya ada sehelai kain untuk menyelimuti si bayi.Air mata Batari tidak henti berlinang, teringat pula dengan orang tua dan bude Suyati yang Batari yakini telah berada di Surga. Kini Batari merasa bahagia ada seseorang yang akan menghabiskan waktu bersama-sama dengannya.Bayi mungil yang harus dirawatnya dengan penuh kasih seorang diri. Dari awal Batari memang tidak pernah menolak kehadirannya, meskipun orang-orang tidak menginginkan mereka.Batari memejamkan matanya merasakan hangat tubuh bayi di kulit
Xabier memilih keluar ruangan lagi, dia memaklumi ketidaknyamanan Batari bila tetap bersikeras di dalam ruangan. Sewaktu menikmati kesendirian di bangku ruang tunggu pasien eksklusif, ponsel Xabier berdering."Ya, halo, Ma." Andalaska menelepon anaknya. "Xabi, mama ke restoran kamu, tetapi kata pegawai kamu tidak masuk.""Em iya, Ma, Batari sudah melahirkan. Cucu mama laki-laki."Tidak ada balasan dari Andalaska membuat Xabier agak cemas."Ma... halo."Rupanya Andalaska telah mematikan panggilan tanpa berkata apa-apa. Xabier menyimpan ponselnya, tetapi ingatannya terbang pada percakapan dirinya dengan orang yang ditugaskannya mencari informasi tentang peristiwa malam penganugerahan karyawan terbaik di sebuah hotel berbintang.Apa maksud mama menjebakku seperti itu? tanya Xabier dalam hati. Pikirannya tenggelam jauh menggali alasan kuat dibalik kesengajaan Andalaska.Tidak lama kemudian, panggilan dari seseorang menyentak lamunannya. Dengan rasa malas Xabier menjawab ponselnya. "Halo
"Maaf, Pak. Pertanyaan itu tidak ingin saya jawab," ucap Batari. Dia melangkah berdiri menjauhi Xabier dan Xaba, jalannya masih belum sempurna."Apa masalahnya?" Xabier mengikuti Batari menuju balkon. Batari membukanya dan melangkah keluar untuk menghirup udara."Apapun jawaban saya, itu tidak penting untuk Bapak." Batari mengeraskan hatinya, ia melempar jauh pandangan lurus ke depan."Jadi, yang penting buat kamu siapa? Apa? Dia? Pria desa itu."Batari tidak suka mendengar tuduhan Xabier. Ia menoleh dan menyorot tajam Xabier."Mengapa masih bertanya, Pak? Bukankah Bapak ingin menceraikan saya? Jadi, apapun isi hati dan pikiran saya, tidaklah penting buat Bapak, bukan?" Napas Batari tersengal, sepertinya emosi tengah menanjak, Batari tidak ingin mereka berakhir dalam pertengkaran.Xabier terhenyak menyadari pertanyaannya telah memicu emosi Batari. Ia tidak ingin meneruskan pembicaraan yang bisa saja membuat Batari drop.Xabier pergi meninggalkan kamar Batari. Tinggallah Batari yang te
"Kamu semalam dari mana? Mama cek ke kamar tidak ada, dihubungi ponselnya tidak aktif," tegur Andalaska di ruang makan sembari mengoles selai ke roti untuk sarapan."E... dari rumah kak Xabi, Ma," jawab Xinda meragu. Dia tahu perihal kejadian yang membuat mamanya enggan untuk menginjakkan kaki lagi di rumah Xabier. Andalaska menatap malas putri bungsunya itu. "Tidak diusir atau perempuan desa itu berakting seperti orang paling menderita?" Andalaska menyuapkan roti ke mulutnya."Tidak, Ma. Semua baik-baik saja," responnya. Meskipun semalam ada adegan ia harus keluar kamar, itu hanya soal kenyamanan Batari untuk menyusui, batin Xinda. Andalaska berdecih mengingat Batari sosok minor di pandangannya."Cucu mama sangat tampan, mirip dengan kak Xabi. Mama ke sana deh."Andalaska melirik dengan sorotan tajam dan menghakimi. "Mama tidak sudi melihat anak dari perempuan itu, sudah mama janji kalau tidak akan menginjak kaki di sana.""Mama." Xinda menegur mamanya, tidak sadar nada suaranya me