Share

BAB 8 - CURIGA

Penulis: Reinee
last update Terakhir Diperbarui: 2021-03-24 11:36:26

Malam itu, Raka tak bisa memejamkan mata. Ada sesal yang tiba-tiba menjalar dengan keterbukaannya pada Ayu tentang keluarganya. 

Dia berpikir itu terlalu cepat dilakukan. Dia takut hal itu justru akan membuat Ayu menganggap hanya ingin memanfaatkannya saja. 

Namun rupanya, kekhawatiran Raka tak terbukti. Malam itu saat dirinya berjam-jam hanya berdiam diri di balkon lantai atas ruko dengan secangkir kopi yang sudah nyaris menjadi es, Ayu justru menghubunginya.  

[Sudah tidur?] 

Meski hanya singkat, nyatanya pesan dari Ayu itu mampu membuat mata Raka bersinar. 

Sejurus kemudian, obrolan di pesan itu telah berubah menjadi perbincangan telepon hingga hari menjelang pagi. Raka tak tahu kenapa dirinya begitu nyaman berbicara dengan wanita yang sepuluh tahun lebih tua dari dirinya itu. Ayu mendadak menjadi seperti seorang ibu, kakak, dan sahabat untuknya. 

Raka yang awalnya menikmati obrolan di balkon, sampai harus berpindah ke tempat tidur saking tak ingin berhenti mendengarkan suara Ayu. Disamping juga karena udara makin terasa menusuk tulang. 

“Aku ingin membantumu jika tak keberatan, Ka.” Tiba-tiba Ayu mengatakan sesuatu yang membuat Raka kaget. Tapi mengingat keduanya sedang membicarakan ayahnya, Raka pikir Ayu memang sedang mengarah pada hal itu. 

“Maksudnya, Yu?” 

“Ka … aku ingin membantumu membalaskan sakit hati mamamu.”

Raka terkesiap. Setajam itulah insting seorang wanita? Namun belum sempat dia berkata apapun, Ayu sudah melanjutkan kalimatnya.

“Kalau kamu mau, aku bisa membuat papamu membayar semua perlakuannya pada mamamu dulu.”

Raka makin terkesiap. 

“Apa kamu serius?”

 

“Asal kamu tau Ka, aku orang yang paling benci dengan pengkhianatan, karena aku adalah salah satu korbannya.” 

Raka tidak pernah tahu jika saat mengatakan itu, mata Ayu sembab. Yang dia tahu adalah hanya bahwa rencananya berjalan jauh lebih mulus dari yang dibayangkan. 

Bahkan, Raka pun hanya bisa menduga-duga perkataan Ayu padanya soal korban pengkhianatan. Dia tidak berani membayangkan ada lelaki yang bisa menyakiti wanita seperti Ayu yang nyaris tanpa kekurangan. Pun Raka tak berani menduga bahwa mungkin saja wanita itu telah jatuh hati padanya. Raka tak mungkin berani membayangkan hal itu. Karena dia tahu dirinya hanyalah seorang perintis kecil yang tak akan mungkin bisa disandingkan pewaris besar seperti Ayu. 

*

"Belum tidur, Pah?" Mayang mengerutkan alis melihat suaminya masih bersandar di headboard tempat tidur saat dirinya memasuki kamar.

 

"Belum ngantuk," jawab Romi malas. 

 

"Lagi mikirin apa sih?" tanya wanita berambut ikal panjang tergerai itu penasaran. Perlahan. Lalu dia pun mulai menyandarkan diri di samping suaminya. Romi terlihat mengatur nafas sebelum mulai bicara. 

 

"Siang tadi aku bertemu Raka di kantor."

 

"Raka anak sulungmu itu? Dimana? Di kantor Papa? Memangnya mau ngapain anak itu ke sana? Minta uang juga?" Mayang langsung bereaksi. Romi memandang istrinya sedikit jengah. Lama-lama kesal juga dengan reaksi istrinya yang selalu berlebihan itu.

 

"Raka tidak pernah minta apapun dariku selama ini, Mah. Kamu tahu itu kan?"

 

"Kalau gitu ngapain dia nyari Papa di kantor kalau nggak mau minta-minta?"

 

"Dia bukan mau bertemu aku, tapi Bu Ayu. Katanya sih dia diundang untuk menghadiri rapat divisi pemasaran."

 

"Apa?!" Mata Mayang membelalak. "Dia diundang Bu Ayu? Papa serius? Yang bener aja, Pah. Memangnya anakmu itu kenal sama Bu Ayu?"

 

"Itulah yang aku tidak tahu," ucap Romi putus asa. 

 

"Aneh." Mayang lagi-lagi mengerutkan dahi. 

 

"Aku juga merasa aneh, Mah."

 

"Trus, kira-kira dia ngapain Pah di sana?"

 

"Ya aku nggak tahu, Mah. Tapi perasaanku jadi nggak enak sekarang."

 

"Nggak enak gimana?"

 

"Ya nggak enak aja. Aku merasa ada yang tidak beres dengan anak itu. Tapi aku nggak tahu apa."

 

"Ah, itu cuma perasaanmu saja, Pah. Memangnya apa sih yang bisa dilakukan anak ingusan itu? Duit juga dia nggak punya kan? Palingan dia cuma disuruh Bu Ayu bersihin ruangan rapat kali. Ya kan? Positive thinking aja sih, Pah." Mayang mencoba menenangkan gundah sang suami.

 

"Enggak mungkin, Mah. Aku lihat tadi dia itu akrab banget sama Bu Ayu." 

 

“Akrab banget gimana sih maksud Papa? Mereka pacaran gitu? Nggak mungkin kan direktur perusahaan besar pacaran sama anakmu yang gelandangan itu," dengus Mayang.

 

"Hush! Kamu tuh kalau ngomong yang baik-baik aja bisa nggak sih, Mah? Bagaimanapun dia itu kan tetap anakku. Tapi menurutku sih nggak mungkin kalau mereka pacaran. Usia mereka kan terpaut jauh, Mah."

 

"Makanya itu, nggak mungkin kan? Terus, kenapa Papa harus khawatir?"

 

"Ya aku nggak tahu, Mah. Kamu ini kalau nanya, maksa terus. Udah ah aku pusing. Dari tadi kepalaku sakit mikirin itu." Romi memilin pelan pelipisnya.

 

"Ya udah, tidur aja kalau gitu. Ngapain juga pakai mikirin anak nggak tahu diri kayak gitu," gerutu sang istri. 

 

Saat beberapa menit kemudian suara dengkuran suaminya terdengar, Mayang justru yang jadi tidak tenang. Tiba-tiba, dia pun mulai ikut memikirkan anak sulung suaminya. Ada apa sebenarnya dengan anak itu? 

*

Tak seperti biasanya, pagi itu Romi merasa sangat malas pergi ke kantor. Mayang yang melihat suaminya lesu di meja makan jadi cemberut. 

 

"Kenapa sih Pah, lemes gitu?" 

 

"Nggak tahu, Mah. Papa rasanya capek." 

 

"Kenapa sih? Mau bolos kerja? Jangan lah, Pah. Secapek apapun, Papa tuh harus tetep masuk kerja. Nanti kalau kebanyakan bolos Papa bisa dipecat lho," selorohnya.

 

"Mamah nih. Kalau Papa capek dan pengen istirahat, biarin aja minta ijin nggak kerja dulu. Kan nggak apa-apa, ya kan Pah?” Mayla yang duduk di seberang meja ikut nyeletuk.

 

"Ah, kamu tuh anak kecil tahu apa? Cepat habiskan makananmu! Jangan suka nimbrung urusan orang tua, May!” hardik ibunya.

 

"Ya maaf Mah, Mayla kan hanya usul. Kan kasian papa kalau capek masa’ disuruh kerja terus. Nanti malah bisa sakit,” protes anak itu.

 

"Papamu memang harus kerja keras, Sayang. Kalau papamu sakit dan nggak bisa kerja, nanti kita makan apa dong? Terus, buat bayar sekolah kamu pakai apa? Buat shopping mama pakai apa? Repot kan?"

 

"Astaghfirullah Mah, kenapa ngomongnya begitu amat sih?" Mayla mendesis mendengar ucapan mamanya. Sementara Romi hanya terdiam di tempatnya. 

 

"Hishh! Jadi anak jangan kebanyakan protes kamu itu ah."

 

"Sudah! Sudah! Kalian berdua ini ngomongin apa sih? Ibu dan anak tiap hari kerjaannya ribuuut terus. Kapan sih akurnya?" Romi mulai tersulut emosi. Di tengah suasana hatinya yang sedang tak bagus, istrinya justru memilih membuat masalah dibanding menenangkannya. 

 

Dengan langkah tak bersemangat, Romi akhirnya berangkat juga ke kantor hari itu. Seperti biasa, Mayla ikut menumpang mobil ayahnya ke sekolah. Suasana hati yang kacau membuat Romi tak banyak bicara saat berada di dalam mobil. Sementara itu, anak perempuannya terlihat sibuk dengan ponsel di tangan. 

 

Semenit yang lalu, Mayla baru saja mengirimkan pesan pada seseorang gara-gara melihat status akun yang sedang online. 

 

[Hai, Kak Raka. Sedang apa? Apa kakak ingat aku?]

 

[Siapa ya?] Raka membalas beberapa menit kemudian.

 

Ada raut kecewa di wajah gadis remaja itu karena ternyata Raka tidak mengingatnya. Tapi kemudian, Mayla tersenyum begitu teringat bahwa Raka memang belum menyimpan nomor kontaknya. 

 

[Aku Mayla, Kak. Yang waktu itu kakak antar pulang.]

 

[Ooh yang itu. Gimana kabarmu? Sudah baikan?]

 

[Alhamdulillah sudah, Kak]

 

Lalu … selesai. Raka hanya membaca balasan pesannya dan tidak merespon lagi. Gadis remaja itu pun mulai cemberut.

*

Sampai di kantor, Romi langsung menuju ke ruangannya seperti biasa. Menit berikutnya dia menyalakan laptop untuk memeriksa beberapa file yang belum sempat diselesaikan hari sebelumnya. 

 

Hari itu dia merasa agak kurang sehat. Namun karena istrinya yang bawel itu, Romi nekat juga berangkat ke kantor. Beberapa tahun belakangan, Romi baru sadar bahwa istrinya cantiknya itu memang sangat materialistis. Dalam pikirannya seolah hanya ada uang dan uang.

  

Saat sedang sibuk memikirkan sang istri, tiba-tiba pintu ruangan Romi diketuk oleh seseorang.

 

"Masuk!" ucapnya. Pimpinan HRD muncul dari balik pintu dengan wajah sedikit tegang.

 

"Pak Romi, Anda disuruh ke ruangan Bu Ayu sekarang."

 

"Ada apa, Pak?" tanyanya keheranan. 

 

"Saya tidak tahu, Pak. Tapi Anda diminta segera ke sana."

 

"Oke, baiklah kalau begitu. Sebentar lagi saya ke sana," jawab Romi sambil merapikan rambut dan pakaiannya.

 

Tiba-tiba, jantungnya berdetak cepat. Apakah pemanggilan dirinya ada hubungannya dengan Raka? Kenapa direktur sepagi itu sudah memanggilnya?

Bersambung …

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • DENDAM ANAK LELAKIKU   BAB 80 - FINALLY, LOVE (ENDING)

    Suasana haru nampak dalam pesta pernikahan yang mewah itu saat pengantin wanita yang terlihat begitu muda dan cantik beberapa kali menitikkan air mata karena teringat akan kedua orang tuanya.Akhirnya, disinilah dia berlabuh. Di hati seorang pangeran yang kebahagiaannya bahkan telah direnggut oleh ibunya semasa masih hidup.Mayla sungguh bak putri dalam dongeng yang dipersunting pangeran tampan yang baik hati. Cintanya yang berakhir dengan kebahagiaan membuat iri banyak pasang mata yang kebetulan mengetahui jalan hidupnya.Pesta itu tidak begitu mewah karena hanya dihadiri oleh tamu-tamu undangan dari kalangan teman, sahabat, dan kerabat saja. Namun segala sesuatunya sangat mengesankan betapa sang pengantin pria sudah mempersiapkan pesta itu dengan hati.Tak jauh beda dengan Mayla, Ibu Rani pun nampak sangat haru dengan pernikahan putra pertamanya. Kekhawatirannya akan dendam sang anak pada ayah kandungnya ternyata tidak terbukti benar. Raka membuktikannya dengan akhir yang membahagiak

  • DENDAM ANAK LELAKIKU   BAB 79 - LOVE YOU, KAKAK

    "Dia di mana, Bik?" Bik Sani langsung menyambut saat Raka tiba di halaman rumah. Raka berjalan tergesa menuju teras rumah."Di kamarnya, Pak. Dari semalam nggak mau ke luar kamar, nggak mau makan. Nangis terus," jelas Bik Sani, mengikuti langkah Raka menuju ke dalam."Siapkan makanannya, bawa ke kamar, Bik.""Baik, Pak."Sampai di depan kamar Mayla, Raka ragu untuk mengetuk. Hari itu sebenarnya dia belum punya rencana untuk menemuinya. Namun karena Bik Sani menelpon dengan panik dan mengabarkan bahwa Mayla yang tidak mau keluar kamar, akhirnya dia berubah pikiran.Tak ada sahutan dari dalam saat akhirnya Raka mengetuk kamar itu. Hingga dia pun memutuskan untuk membukanya paksa.Raka menghela nafas lega saat dilihatnya Mayla sedang tidur meringkuk di atas ranjang."May!" Raka mendekat dengan buru-buru, memegang kepala gadis yang terlihat terbaring lemah di atas ranjang itu. Badannya sedikit panas. Raka mulai panik."Bik! Bibi!" Teriakannya membuat Bik Sani langsung berlari tergopoh menu

  • DENDAM ANAK LELAKIKU   BAB 78 - MARAH?

    Beberapa bulan setelah kejadian yang sangat mengesankan bagi Mayla itu, kakaknya tak pernah terlihat datang.Hari demi hari berlalu, setiap pagi Mayla selalu bersemangat saat ada suara mobil yang tiba-tiba seperti akan berhenti di depan rumah. Dia selalu berharap Raka yang datang untuk mengantarkannya ke sekolah seperti biasa.Dia juga selalu berharap kakaknya itu akan ada di luar gerbang memanggilnya dengan nada galak seperti biasanya. Tapi semuanya itu tak pernah terjadi. Dia pergi dan pulang dari sekolah dengan naik angkot seperti sebelumnya. Tak pernah lagi ada Raka yang tiba-tiba muncul mengagetkan dan membuatnya takut. Raka seperti menghilang di telan bumi.Beberapa kali ada notifikasi perbankan yang masuk ke ponsel Mayla. Sejumlah dana masuk ke rekeningnya disertai pesan; belanja bulan ini, gaji Bik Sani, uang sekolah, atau bersenang senanglah. Siapa lagi yang mengirimkan uang sebanyak itu selain Raka?Lalu beberapa kali terkadang ada pesan masuk ke aplikasi hijaunya."Sudah di

  • DENDAM ANAK LELAKIKU   BAB 77 - SORRY, LOVE

    "Semalam mau tanya apa?" Tiba-tiba Raka bertanya di sela-sela sarapan.Bik Sani sudah menyiapkan dua piring nasi goreng spesial pagi itu untuk kedua momongannya."Eeehm, itu Kak ... " Mayla mendadak gagu. Keinginan kuatnya semalam untuk segera bertemu Raka dan menanyakan hal yang membuatnya penasaran mendadak hilang seketika melihat wajah yang menatapnya dengan tak berkedip dan mendominasi seperti biasa."Itu apa?" desak Raka. "Katanya penting, nggak bisa diomongin lewat telpon, katanya harus sekarang. Kenapa malah diam?" cecar Raka.Mayla menelan ludah susah payah. Dia heran karena selalu saja jadi seperti orang bodoh saat sedang berhadapan dengan Raka."Itu Kak ... kemarin May dijemput Ayah pas pulang sekolah.""Aku tau. Trus ngapain?""Kakak tau? Gimana kakak bisa tau?" Dahi Mayla berkerut."Apa sih memangnya yang nggak aku tau dari kamu?" ucap Raka bernada merendahkan. "Trus kenapa?" lanjutnya."Itu ... Ayah bilang sesuatu sama Mayla.""Bilang apa?" Raka beralih ke piring di depann

  • DENDAM ANAK LELAKIKU   BAB 76 - FALLIN' IN LOVE

    "Mayla!" Firman langsung berteriak saat melihat Mayla muncul dari pintu gerbang sekolah."Ayah!" Mata Mayla berbinar melihat sang Ayah yang sedang berdiri di dekat mobil MPV keluaran tahun lama itu."Ayah kok di sini?" tanyanya saat berhasil sampai di dekat Firman."Kebetulan tadi Ayah lewat, jadi sekalian mampir. Kamu sudah makan? Temenin Ayah makan siang yuk?" ajak Firman. Mayla pun mengangguk senang.Selain teman-temannya di sekolah dan keluarga Ibu Rani, Mayla sangat jarang berinteraksi dengan orang lain. Kehadiran Ayah hari itu sepertinya membawa suasana lain dalam hatinya.Mayla masuk ke dalam mobil Firman tepat pada saat mobil Raka berhenti di depan sekolahnya.Melihat Mayla dijemput sang Ayah, Raka pun langsung melaju meninggalkan tempat itu.Dia yakin hari itu Mayla akan mengetahui kartu merahnya. Ayahnya pasti akan mengatakan padanya tentang lamaran itu..*****"Apa? Ayah pasti bercanda kan?" Mayla membelalakkan mata tidak percaya di sela-sela makan siang di sebuah Restoran P

  • DENDAM ANAK LELAKIKU   BAB 75 - INIKAH SAATNYA?

    Berbeda dengan saat di rumah, sikap Raka di ruko ternyata lebih cuek. Saat sampai di sana, dia langsung meminta salah seorang karyawan wanitanya untuk membantu Mayla mengenal pekerjaan barunya. Sementara dia sendiri sibuk di ruang kerja bersama Radit.Kikuk dan minder. Itu yang dirasakan Mayla di kantor itu. Menjadi yang paling muda dan paling tidak mengerti apa-apa. Mayla jadi tersadar jika hidupnya selama ini hanya disibukkan dengan ketidak-beruntungan."Setelah selesai, jangan lupa filenya disimpan ya. Buat nanti laporan mingguan ke Bang Raka," ucap karyawan wanita itu menyudahi penjelasan. Mayla hanya mengangguk, kurang yakin."Oke, kalau ada masalah nanti tanyain aja, nggak usah malu. Semuanya baik kok di sini," ujarnya lagi. Meski sudah diperlakukan ramah seperti itu, Mayla tetap saja merasa asing. Terlebih karena Raka juga tak memperlakukannya spesial di tempat itu.*****Jam sudah menunjuk pukul 5 sore saat sebagian besar karyawan sudah mulai meninggalkan ruangan. Hanya beberap

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status