Home / Romansa / DENDAM ANAK LELAKIKU / BAB 10 - TAK TERIMA

Share

BAB 10 - TAK TERIMA

Author: Reinee
last update Last Updated: 2021-03-24 11:37:45

"Kurang ajar! Aku yakin kalau semua ini ulah anak lelakimu itu, Pah. Aku akan menemuinya. Aku akan buat perhitungan dengannya." Mayang yang tiba di rumahnya, terus saja mengoceh tak jelas.

 

"Ada apa sih, Mah? Datang datang ribut. Kamu tuh dari mana, pergi nggak pamit?" tanya Romi keheranan melihat istrinya seperti orang kesurupan.

 

"Dari kantor Adiatama lah, dari mana lagi?"

 

"Ke kantor? Ngapain ke sana, Mah?"

 

"Ngapain lagi? Aku minta penjelasan sama Bu Ayu. Seenaknya aja dia main pecat kamu."

 

"Aduuh mah, malu-maluin aja sih kamu. Apa kata orang-orang di kantor melihat Mama ke sana tadi?"

 

"Papa malu? Lebih malu mana sama kondisi Papa saat ini? Nggak punya kerjaan, lontang lantung jadi pengangguran nggak jelas. Papa lebih suka begitu?"

 

"Terus manfaatnya Mama ke sana juga apa? Apa Bu Ayu lantas mau menerimaku jadi karyawannya lagi? Enggak juga kan?"

 

"Ya setidaknya kan kita punya harga diri, Pah. Nggak terus terima begitu aja direndahkan. Aku juga jadi tau kalau ternyata semua ini memang gara-gara anakmu yang tak tahu diri itu. Aku akan bikin perhitungan sama dia. Lihat aja!"

 

"Sudahlah, Mah. Nggak usah bikin ribut! Papa akan cari kerja lagi besok! Mama tenang aja di rumah!"

 

"Nggak bisa! Besok aku mau ke rumah mantan istrimu itu. Aku mau ketemu sama dia."

 

"Trus Mama mau apa nanti setelah ketemu Raka?" Romi mulai jengkel.

 

"Ya ngasih pelajaran anak kurang ajar itu lah," ucap Mayang bersungut. 

 

"Mah, Mama sadar nggak sih? Kalau memang benar apa yang Mama bilang itu, bahwa ini semua ulah Raka, berarti anak itu sekarang tidak bisa kita anggap remeh. Dia justru bisa jadi ancaman buat kita. Bahaya, tahu nggak?"

 

"Ah, persetan! Memangnya Papa takut sama dia? Sama anak sendiri takut?" Mayang mencelos. Romi makin frustasi dengan istrinya yang menurutnya konyol itu. Akhirnya, dia memilih membiarkan wanita itu mengoceh sepuasnya, sementara dia sendiri kembali ke kamar untuk tidur lagi. 

*

Rio baru saja memarkirkan motor sportnya di halaman rumah saat tiba-tiba mendengar suara seorang wanita berteriak-teriak di depan pintu rumah. 

 

"Tante ngapain di sini? Tante cari siapa?" tanyanya sambil tergopoh-gopoh menghampiri wanita itu.

 

"Mana mama kamu?!" bentaknya. Belum sempat Rio menjawab, pintu ruang tamu sudah terbuka dan muncullah Rani dari dalam. 

 

"Ada apa, Yo?"

 

"Ini ada yang nyari, Ma," jawab Rio.

 

"Dimana anak kamu, Si Raka itu?!" Tanpa basa basi, Mayang menodong Rani dengan pertanyaan.

 

"Raka? Ada apa kamu mencari Raka?" Rani mengerutkan dahi. Wajahnya sedikit pucat kali ini. Sepertinya wanita paruh baya itu memang sedang tidak sehat.

 

"Ajari anakmu itu untuk menghormati orang tua ya. Anak tidak tahu diri itu sudah membuat papanya dipecat dari pekerjaannya. Katakan dimana dia, biar aku kasih pelajaran anak kurang ajar itu!" sungut Mayang geram.

 

"Apa? Apa memangnya yang telah dilakukan Raka? Kamu jangan sembarangan bicara, Mayang!"

 

"Sembarangan apa? Tanyakan sendiri pada anakmu itu, apa yang sudah dia lakukan sama papanya. Sekarang dimana dia, katakan!" 

 

"Tante mungkin salah. Kak Raka tidak mungkin berbuat begitu," sahut Rio tiba-tiba.

 

"Halah kamu tahu apa?! Kamu tahu kan dimana kakak kamu itu sekarang? Ayo katakan!"

 

"Kak Raka sudah lama tidak tinggal bersama kami. Tante salah kalau mencari Kak Raka di sini. Lebih baik Tante pergi dari sini. Jangan ganggu Mama saya lagi!" ujar Rio setengah membentak. 

 

Mayang akhirnya pergi setelah mengoceh panjang lebar dan merasa tak akan bisa bertemu dengan Raka di tempat itu. Rani hanya mengelus dadanya yang tiba-giba terasa sesak. 

 

"Apa benar yang dikatakan wanita itu, Yo?" tanyanya pada si bungsu saat mereka telah berada di dalam rumah.

 

"Apanya yang benar, Mah?"

 

"Kakak kamu. Apa dia melakukan itu sama papa kalian?"

 

"Mama jangan percaya sama wanita itu. Kak Raka nggak mungkin melakukan hal yang aneh-aneh, Mah."

 

"Kamu bohong kan? Kamu tahu sesuatu kan, Yo? Kamu nggak jujur sama Mama kan?" Mata Rani berkaca-kaca. Dia sudah hidup bertahun-tahun dengan anak bungsunya itu. Dia sangat hafal kapan anak-anaknya bicara benar atau tidak.

 

"Mah, mama jangan memikirkan hal yang tidak penting seperti ini. Lebih baik Mama jaga kesehatan."

 

"Yo …." Rani menatap anak bungsunya dengan tajam. Seperti itu biasanya dia membuat anak-anaknya akan bicara jujur padanya. Rio mendesah pelan. Ada bimbang di hatinya.

 

"Kak Raka nggak salah, Ma."

 

"Tapi benar kan Raka melakukan itu?" tanya Rani dengan suara lembut.

 

Rio terdiam. Hatinya semakin bimbang antara harus terus berbohong pada sang ibu atau menjaga janji pada kakaknya untuk merahasiakan apa yang direncanakan untuk keluarga baru ayah mereka. 

 

"Tapi Mama janji ya jangan marah sama kak Raka?" ucap Rio memohon.

 

"Tolong katakan yang sebenarnya sama Mama, Yo."

 

"Kak Raka hanya ingin membuat Papa menyesali perbuatannya dulu sama Mama. Kak Raka benci sama Papa. Tapi dia lakukan semua itu karena dia sayang sama Mama kok." Dengan terpaksa, akhirnya Rio bicara. 

 

"Jadi Kamu tahu semua itu dan kamu nggak cerita sama mama? Kamu tahu bahwa kakakmu menyimpan dendam dan kamu diam saja, Nak? Kenapa kalian seperti itu? Mama nggak mau kalian jadi pendendam. Apalagi sama papa kalian sendiri." Kali ini Rani menarik nafas panjang. Hatinya begitu sedih.

 

"Tapi Kak Raka benar, Ma. Papa sudah menyakiti Mama. Papa meninggalkan kita untuk kesenangannya sendiri kan?”

 

"Tapi bukan berarti kalian boleh mendendam, Nak. Allah tidak menyukai orang-orang yang menyimpan dendam."

 

Lama ibu dan anak itu terdiam. Ada bening yang tiba-tiba meluncur dari sudut mata wanita yang sudah makin menua itu. Raut mukanya nampak begitu pilu. Selama ini dia sangat bangga dengan anak-anaknya, terutama si sulung. Namun kenyataan bahwa Raka menyimpan dendam pada sang ayah, tak ayal membuatnya terpukul juga. 

 

Alih-alih bangga, Rani kini justru merasa gagal mendidik anaknya. Bagaimanapun jahatnya mantan suaminya, dia tetaplah ayah kandung yang seharusnya tetap mereka hormati.

 

"Telpon kakakmu, Yo. Suruh Raka kesini," titahnya tiba-tiba.

 

"Mama mau marahin Kak Raka? Jangan Ma, Rio mohon. Kak Raka melakukan ini semua untuk Mama."

 

"Lakukan saja apa yang mama katakan, Yo. Suruh Raka kesini. Bilang padanya, Mama mau bicara."

 

"Ya, Ma." Dengan berat hati, akhirnya Rio melakukan juga perintah ibunya.

Bersambung …

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (2)
goodnovel comment avatar
Pudji Shidarwati
Rani begitu baik.....meskipun disakiti tidak ada dendam.di.hati....lanjut baca...
goodnovel comment avatar
ghaurii
seribu banding satu ada wanita seperti Rani....dsakiti tapi gak dendam...... ceritanya menarik......
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • DENDAM ANAK LELAKIKU   BAB 80 - FINALLY, LOVE (ENDING)

    Suasana haru nampak dalam pesta pernikahan yang mewah itu saat pengantin wanita yang terlihat begitu muda dan cantik beberapa kali menitikkan air mata karena teringat akan kedua orang tuanya.Akhirnya, disinilah dia berlabuh. Di hati seorang pangeran yang kebahagiaannya bahkan telah direnggut oleh ibunya semasa masih hidup.Mayla sungguh bak putri dalam dongeng yang dipersunting pangeran tampan yang baik hati. Cintanya yang berakhir dengan kebahagiaan membuat iri banyak pasang mata yang kebetulan mengetahui jalan hidupnya.Pesta itu tidak begitu mewah karena hanya dihadiri oleh tamu-tamu undangan dari kalangan teman, sahabat, dan kerabat saja. Namun segala sesuatunya sangat mengesankan betapa sang pengantin pria sudah mempersiapkan pesta itu dengan hati.Tak jauh beda dengan Mayla, Ibu Rani pun nampak sangat haru dengan pernikahan putra pertamanya. Kekhawatirannya akan dendam sang anak pada ayah kandungnya ternyata tidak terbukti benar. Raka membuktikannya dengan akhir yang membahagiak

  • DENDAM ANAK LELAKIKU   BAB 79 - LOVE YOU, KAKAK

    "Dia di mana, Bik?" Bik Sani langsung menyambut saat Raka tiba di halaman rumah. Raka berjalan tergesa menuju teras rumah."Di kamarnya, Pak. Dari semalam nggak mau ke luar kamar, nggak mau makan. Nangis terus," jelas Bik Sani, mengikuti langkah Raka menuju ke dalam."Siapkan makanannya, bawa ke kamar, Bik.""Baik, Pak."Sampai di depan kamar Mayla, Raka ragu untuk mengetuk. Hari itu sebenarnya dia belum punya rencana untuk menemuinya. Namun karena Bik Sani menelpon dengan panik dan mengabarkan bahwa Mayla yang tidak mau keluar kamar, akhirnya dia berubah pikiran.Tak ada sahutan dari dalam saat akhirnya Raka mengetuk kamar itu. Hingga dia pun memutuskan untuk membukanya paksa.Raka menghela nafas lega saat dilihatnya Mayla sedang tidur meringkuk di atas ranjang."May!" Raka mendekat dengan buru-buru, memegang kepala gadis yang terlihat terbaring lemah di atas ranjang itu. Badannya sedikit panas. Raka mulai panik."Bik! Bibi!" Teriakannya membuat Bik Sani langsung berlari tergopoh menu

  • DENDAM ANAK LELAKIKU   BAB 78 - MARAH?

    Beberapa bulan setelah kejadian yang sangat mengesankan bagi Mayla itu, kakaknya tak pernah terlihat datang.Hari demi hari berlalu, setiap pagi Mayla selalu bersemangat saat ada suara mobil yang tiba-tiba seperti akan berhenti di depan rumah. Dia selalu berharap Raka yang datang untuk mengantarkannya ke sekolah seperti biasa.Dia juga selalu berharap kakaknya itu akan ada di luar gerbang memanggilnya dengan nada galak seperti biasanya. Tapi semuanya itu tak pernah terjadi. Dia pergi dan pulang dari sekolah dengan naik angkot seperti sebelumnya. Tak pernah lagi ada Raka yang tiba-tiba muncul mengagetkan dan membuatnya takut. Raka seperti menghilang di telan bumi.Beberapa kali ada notifikasi perbankan yang masuk ke ponsel Mayla. Sejumlah dana masuk ke rekeningnya disertai pesan; belanja bulan ini, gaji Bik Sani, uang sekolah, atau bersenang senanglah. Siapa lagi yang mengirimkan uang sebanyak itu selain Raka?Lalu beberapa kali terkadang ada pesan masuk ke aplikasi hijaunya."Sudah di

  • DENDAM ANAK LELAKIKU   BAB 77 - SORRY, LOVE

    "Semalam mau tanya apa?" Tiba-tiba Raka bertanya di sela-sela sarapan.Bik Sani sudah menyiapkan dua piring nasi goreng spesial pagi itu untuk kedua momongannya."Eeehm, itu Kak ... " Mayla mendadak gagu. Keinginan kuatnya semalam untuk segera bertemu Raka dan menanyakan hal yang membuatnya penasaran mendadak hilang seketika melihat wajah yang menatapnya dengan tak berkedip dan mendominasi seperti biasa."Itu apa?" desak Raka. "Katanya penting, nggak bisa diomongin lewat telpon, katanya harus sekarang. Kenapa malah diam?" cecar Raka.Mayla menelan ludah susah payah. Dia heran karena selalu saja jadi seperti orang bodoh saat sedang berhadapan dengan Raka."Itu Kak ... kemarin May dijemput Ayah pas pulang sekolah.""Aku tau. Trus ngapain?""Kakak tau? Gimana kakak bisa tau?" Dahi Mayla berkerut."Apa sih memangnya yang nggak aku tau dari kamu?" ucap Raka bernada merendahkan. "Trus kenapa?" lanjutnya."Itu ... Ayah bilang sesuatu sama Mayla.""Bilang apa?" Raka beralih ke piring di depann

  • DENDAM ANAK LELAKIKU   BAB 76 - FALLIN' IN LOVE

    "Mayla!" Firman langsung berteriak saat melihat Mayla muncul dari pintu gerbang sekolah."Ayah!" Mata Mayla berbinar melihat sang Ayah yang sedang berdiri di dekat mobil MPV keluaran tahun lama itu."Ayah kok di sini?" tanyanya saat berhasil sampai di dekat Firman."Kebetulan tadi Ayah lewat, jadi sekalian mampir. Kamu sudah makan? Temenin Ayah makan siang yuk?" ajak Firman. Mayla pun mengangguk senang.Selain teman-temannya di sekolah dan keluarga Ibu Rani, Mayla sangat jarang berinteraksi dengan orang lain. Kehadiran Ayah hari itu sepertinya membawa suasana lain dalam hatinya.Mayla masuk ke dalam mobil Firman tepat pada saat mobil Raka berhenti di depan sekolahnya.Melihat Mayla dijemput sang Ayah, Raka pun langsung melaju meninggalkan tempat itu.Dia yakin hari itu Mayla akan mengetahui kartu merahnya. Ayahnya pasti akan mengatakan padanya tentang lamaran itu..*****"Apa? Ayah pasti bercanda kan?" Mayla membelalakkan mata tidak percaya di sela-sela makan siang di sebuah Restoran P

  • DENDAM ANAK LELAKIKU   BAB 75 - INIKAH SAATNYA?

    Berbeda dengan saat di rumah, sikap Raka di ruko ternyata lebih cuek. Saat sampai di sana, dia langsung meminta salah seorang karyawan wanitanya untuk membantu Mayla mengenal pekerjaan barunya. Sementara dia sendiri sibuk di ruang kerja bersama Radit.Kikuk dan minder. Itu yang dirasakan Mayla di kantor itu. Menjadi yang paling muda dan paling tidak mengerti apa-apa. Mayla jadi tersadar jika hidupnya selama ini hanya disibukkan dengan ketidak-beruntungan."Setelah selesai, jangan lupa filenya disimpan ya. Buat nanti laporan mingguan ke Bang Raka," ucap karyawan wanita itu menyudahi penjelasan. Mayla hanya mengangguk, kurang yakin."Oke, kalau ada masalah nanti tanyain aja, nggak usah malu. Semuanya baik kok di sini," ujarnya lagi. Meski sudah diperlakukan ramah seperti itu, Mayla tetap saja merasa asing. Terlebih karena Raka juga tak memperlakukannya spesial di tempat itu.*****Jam sudah menunjuk pukul 5 sore saat sebagian besar karyawan sudah mulai meninggalkan ruangan. Hanya beberap

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status