–
Langit di atas Jurang Naga Hitam perlahan berubah kelam. Awan bergulung, menyatu dalam pusaran pekat yang menyedot cahaya di sekitarnya. Di tengah kehancuran dan kelelahan, Li Yuan berdiri di tepi tebing curam, menatap pusaran hitam di bawah yang mendidih seperti darah mendidih dalam kawah raksasa.“Mata Air Hitam itu…” gumamnya, suaranya serak karena luka dan debu pertempuran. “Itu tempat terakhir naga ketujuh disegel.”Di belakangnya, Bai Qian membantu memapah Xu Jin yang masih setengah sadar. Yan Luo berdiri tak jauh, tubuhnya penuh luka, tapi tatapannya tak kehilangan tajamnya. Di kejauhan, Jin Mian telah mundur, tapi belum sepenuhnya menghilang. Ia menunggu, mengintai, seperti serigala lapar menanti kelemahan mangsanya.“Li Yuan,” panggil Bai Qian sambil menarik lengan bajunya. “Kita harus bergerak. Tempat ini—aku bisa merasakan sesuatu yang jahat mulai bangkit.”Li Yuan mengangguk pelan. Ia tahu waktunya tak banyak. Suara dari daLangit di atas puncak Gunung Tertinggi memucat. Kilatan ungu menyambar tanpa suara, seolah dunia menahan napas.Li Yuan berdiri di tengah pusaran energi yang bergolak. Tubuhnya berlumur darah, sebagian miliknya, sebagian dari Jin Mian. Nafasnya berat, namun matanya tetap menatap lurus ke depan.Di belakangnya, Bai Shuang membantu Hong Lie yang setengah pingsan berdiri, sementara Lin Su tenggelam dalam mantra penyegelan yang gagal tadi. Mereka semua terluka, namun belum kalah.Jin Mian, si Penghancur Segel, berdiri di atas reruntuhan altar naga. Sebagian wajahnya terbakar, namun matanya bersinar seperti dua batu delima menyala."Aku tidak butuh izin dari dunia untuk membentuknya kembali!" serunya, suara seperti gemuruh dari perut bumi. "Kau pikir bisa menghentikanku dengan warisan naga busukmu itu, Li Yuan?"Li Yuan menggenggam pedang naga miliknya lebih erat. Cahaya biru di sepanjang bilahnya berkedip, seolah merespon darah yan
– Langit di atas Jurang Naga Hitam perlahan berubah kelam. Awan bergulung, menyatu dalam pusaran pekat yang menyedot cahaya di sekitarnya. Di tengah kehancuran dan kelelahan, Li Yuan berdiri di tepi tebing curam, menatap pusaran hitam di bawah yang mendidih seperti darah mendidih dalam kawah raksasa.“Mata Air Hitam itu…” gumamnya, suaranya serak karena luka dan debu pertempuran. “Itu tempat terakhir naga ketujuh disegel.”Di belakangnya, Bai Qian membantu memapah Xu Jin yang masih setengah sadar. Yan Luo berdiri tak jauh, tubuhnya penuh luka, tapi tatapannya tak kehilangan tajamnya. Di kejauhan, Jin Mian telah mundur, tapi belum sepenuhnya menghilang. Ia menunggu, mengintai, seperti serigala lapar menanti kelemahan mangsanya.“Li Yuan,” panggil Bai Qian sambil menarik lengan bajunya. “Kita harus bergerak. Tempat ini—aku bisa merasakan sesuatu yang jahat mulai bangkit.”Li Yuan mengangguk pelan. Ia tahu waktunya tak banyak. Suara dari da
Langit yang retak belum sepenuhnya menyatu. Garis merah yang menganga itu seperti luka di angkasa, memancarkan kilatan petir keunguan yang menggetarkan tanah. Tiga hari telah berlalu sejak pertempuran dengan Jin Mian di Gerbang Dimensi. Namun ketenangan hanya ilusi yang rapuh.Li Yuan berdiri di tebing barat Dataran Shuangmu, angin malam menampar jubah hitamnya yang compang-camping. Di belakangnya, Ayra dengan luka di pundak, dan Gu Tian yang terus menggenggam gulungan emas: Kontrak Darah Tiga Langit.“Dia belum selesai, kan?” tanya Ayra pelan.Li Yuan mengangguk. “Jin Mian memang kalah. Tapi dia hanya pembuka kunci. Di balik celah itu… ada yang lebih tua. Lebih berbahaya.”Gu Tian menghela napas. “Apa kita benar-benar harus membangunkan naga ketujuh? Menurut kitab warisan Naga Hitam, dia bukan pelindung, tapi pemusnah.”“Dia satu-satunya yang bisa menutup celah langit itu dari dalam,” jawab Li Yuan. “Jika tidak, Dunia Tengah ak
: Kilatan cahaya biru membelah langit seperti guratan luka. Langit yang retak tidak lagi tampak seperti langit—ia seolah menjadi cermin besar yang memantulkan dunia lain di balik celahnya. Angin meraung seperti binatang purba, menyapu tanah dan menggulung debu serta daun-daun tua.Li Yuan berdiri di bibir jurang dimensi, jubahnya berkibar liar tertiup angin dari celah realitas. Di belakangnya, Bai Xiumei, Lian Zhao, dan Xu Jie telah siap dengan formasi pelindung. Formasi Segel Awan Tujuh sedang dipersiapkan untuk mengunci ulang celah dimensi jika semua gagal."Kita takkan punya kesempatan kedua," kata Bai Xiumei serius, rambut peraknya bersinar aneh di bawah cahaya patah langit. "Jika kita tak bisa menahan Jin Mian di sini, semua dunia akan bercampur.""Dia datang..." Xu Jie bergumam lirih.Dari retakan langit, sosok Jin Mian muncul. Tak lagi berbentuk manusia sepenuhnya. Mata emasnya bersinar menyala seperti dua matahari kecil, dan tubu
Balairung Api, tempat suci peninggalan para Pengawal Abadi, kini menjadi medan perjamuan antara kebenaran dan ambisi. Api di sepanjang dindingnya menyala biru keunguan, seolah menyadari bahwa malam ini akan menelan darah dan sejarah.Li Yuan berdiri tegak di hadapan pintu masuk utama bersama Yan Mei, Rong Zhuan, dan Li Zhi. Mereka baru saja melewati lorong-lorong reruntuhan bawah Gunung Merah, tempat naga ketujuh dikabarkan menyimpan ingatan terakhirnya."Jin Mian telah berada di sini lebih dulu," kata Yan Mei pelan. Napasnya membeku di udara, meski seharusnya suhu ruangan ini panas.Rong Zhuan mengangguk. "Energi yang mengganggu dimensi terasa lebih kuat di sini. Segelnya semakin tipis. Kita kehabisan waktu."Li Yuan meletakkan tangannya di dada, menyentuh Liontin Naga Hitam yang kini berdenyut seperti jantung kedua. Suara lirih terdengar di telinganya."Kunci terakhir ada di darahmu sendiri..."Li Yuan menggenggam era
Bab 82: Pertemuan di Balik Kabut DarahKabut merah pekat menggantung di udara seperti tirai neraka. Tanah bergemeretak, udara terasa berat, dan di tengah kehancuran yang mulai menyelimuti Alam Naga Kuno, Li Yuan berdiri tegap dengan tombak hitamnya yang kini berdenyut seperti detak jantung naga."Ada sesuatu yang bangkit dari balik segel…" gumamnya sambil memicingkan mata ke arah lembah retak yang kini menganga seperti mulut raksasa.Ayumi melompat turun dari tebing, darah mengalir dari pelipisnya namun sorot matanya tetap tajam. "Kau merasakannya juga, ‘kan? Aura itu… itu bukan milik Jin Mian.""Benar," jawab Li Yuan pendek. "Ini... milik naga ketujuh."Tiba-tiba, kabut terbelah.Dari balik gumpalan darah pekat, sesosok makhluk tinggi berkulit abu-abu gelap muncul. Ia mengenakan jubah berbahan sisik naga tua, dan kedua matanya merah menyala seperti bara api.“Li Yuan,” suara beratnya menggelegar, “Kau akhirnya sampai pa