"Sudahlah Billy jangan kamu ladeni dia, tuan Calvin tolong anda juga jangan menghina keluargaku lagi" ucap Benny pada adiknya yang bernama Billy, serta memperingatkan pada Calvin, agar dia jangan berkata keterlaluan.
Calvin ingin melawan tetapi Tuan Indra segera menepuk pundak Tuan Calvin, "sudahlah tuan muda Calvin, jangan dibahas lagi" ucap Tuan Indra.
Tiba-tiba pintu masuk ruang meeting terbuka, terlihat perempuan paruh baya yang begitu cantik jelita dan anggun memasuki ruangan meeting yang isinya pria semua, terlihat ada 10 orang pria yang sudah hadir di rapat pribadi pemilik saham perusahaan tersebut.
"Selamat siang, mohon maaf karena saya terlambat" ucap perempuan tersebut.
"Nyonya Sandra? Dimana Tuan pemimpin?" Tanya salah seorang pria yang ikut meeting di ruangan tersebut.
"Mohon maaf, karena pemimpin tidak bisa hadir saat ini, dia masih di atas pesawat dan belum tahu sampai negara ini pukul berapa, untuk itu saya mewakilkanya, daripada meeting kali ini kita batalkan, bukankah begitu tuan Andi?" Jawab nyonya Sandra yang kemudian bertanya balik pada orang yang bertanya padanya yaitu tuan Andi.
Terlihat Calvin dan Indra tersenyum kecil lalu saling berbisik saat mengetahui tuan Fajar tidak datang dan mereka yakin sesuatu telah terjadi padanya.
"Silahkan Tuan Weber, anda bisa memimpin rapat sekarang" perintah nyonya Sandra, Tuan Weber adalah pengacara perusahaan, dia mewakili setiap kegiatan besar perusahaan, sikapnya yang setia menjadikanya sebagai tangan kanan pemimpin di masa lalu dan pemimpin masa sekarang, umurnya juga sudah begitu tua yaitu seumuran dengan tuan Ali.
Tuan Weber berjalan ke depan dan berdiri diantara para pemimpin perusahaan yang menjadi partner dari Rashaad Group.
"Baiklah, marilah kita berdoa dulu sejenak menurut agama kalian masing-masing, semoga rapat kali ini lancar, berdoa dimulai ….Berdoa selesai. Baiklah rapat kali ini seperti biasa yang kita lakukan setiap 5 tahun sekali adalah memilih suara untuk pemimpin baru, dimana pemimpin tersebut harus memiliki syarat mutlak sebagai pemegang saham terbanyak yaitu 70%, 70% itu para pemimpin bisa mendapatkanya dari saham pribadi atau hasil berkolaborasi dengan pengusaha lain yang bekerja sama di perusahaan ini, baiklah silahkan berunding sejenak, 5 menit lagi, pemungutan suara dimulai" ucap tuan Weber penuh wibawa dan semua anggota pun sangat menghormatinya.
Semua anggota sibuk berunding, hanya Calvin dan Indra saja yang terlihat begitu tenang karena dari tadi banyak yang sudah mendukung mereka.
"Baiklah, kandidatnya sudah saya terima, yaitu …. Oh ada tuan Calvin, tuan Benny dan tuan Fajar tentunya, baiklah karena ada 2 kandidat yang mengajukan diri, saya akan mempertanyakan dulu jumlah saham yang dimiliki tuan Calvin dan tuan Benny, berapa jumlahnya?" Tanya Tuan Weber setelah menerima selembar kertas dari asisten pribadinya.
"Tuan Calvin 5% dan Tuan Benny 4%" ucap asisten tadi.
"Oh, bagaimana Tuan Calvin dan Tuan Benny, atas dasar apa kalian ingin mencalonkan diri, siapa yang mau menambah dan memberikan saham senilai lebih dari 60% pada kalian?" Tanya Tuan Weber.
"Atas dasar peruntungan saja, kan syarat utama menjadi pemimpin itu, orangnya harus hadir, sedangkan tuan Fajar tidak hadir saat ini, desas desus yang saya dengar dia sekarang berada kritis di rumah sakit, bukan seperti yang dikatakan nyonya Sandra tadi" jawab Calvin, berlagak dan tampak menantang nyonya Sandra agar jangan berbohong.
Nyonya Sandra yang mendengar ucapan Calvin merasa sedikit curiga dan bertanya-tanya, "apakah itu kamu Calvin? Dalang dibalik penusukan suamiku? Penghianat yang ingin membunuh suamiku?" Ucap nyonya Sandra dalam hati.
"Aditya kamu gak apa-apa?" teriak Jonathan panik dan segera melindungi Aditya jika saja ada serangan lagi dari Indra."Indra apa kau ingin mati!" seru Jonathan ke arah Indra."Ayolah kita sebaiknya mati bersama-sama." Balas Indra sambil bersiap kembali menarik pelatuk.Jonathan tidak bisa membiarkan Aditya, anak buahnya maupun dia mati begitu saja, akhirnya dengan spontan tanpa sengaja menarik pelatuk dan tembakan itu mendarat tepat di dada Indra yang langsung terpental hingga jatuh ke dalam air laut di belakangnya.Semua orang terdiam, Aditya tampak terperanjat kaget saat Indra terjatuh dan tak terlihat lagi berdiri di depannya."Aditya ayo pergi." Ajak Jonathan sambil menarik lengan temannya itu, dia tak peduli keadaan Indra."Kamu yakin dia sudah mati?" tanya Aditya, lalu berdiri dan melihat laut.Wajah Aditya tersenyum puas kala melihat tubuh Indra yang tersangkut oleh jaring, pria itu tampak masih berusaha bertahan sambil menahan rasa sakit."Belum mati rupanya." Dengus Jonathan
Aditya tampak tak peduli dengan perkataan temannya itu, dia segera pergi dan berjalan lebih dulu. Sedangkan Jonathan sepertinya kini tak bisa mencegah Aditya lagi, dia menebak jika Aditya tahu kalau dia memiliki rencana terselubung."Maafkan aku kawan, aku tahu kamu berbuat begini karena ingin membuatku tetap aman." Batin Aditya mendesah saat dia menebak-nebak rencana yang dibuat temannya itu.Aditya berjalan semakin jauh menuju sebuah pelabuhan yang disana sudah mulai dipadati beberapa orang, mereka tampak bersiap untuk menurunkan barang dari kapal besar yang baru saja berlabuh.Kedua mata Aditya berkeliling mencari seseorang di sekitar sana, dengan wajah yang tegas dan pandangan yang tajam akhirnya tatapan matanya berhenti pada seseorang yang sedang duduk sambil melihat ke arah kapal di depannya.Jonathan mengawasi tatapan Aditya dan dia juga melihat sosok itu, Aditya akan melangkah pergi tapi Jonathan segera mencegahnya."Tunggulah disini, serahkan dia padaku." Kata Jonathan.Adity
Tidak ada manusia normal manapun yang akan baik-baik saja kalau dalam waktu dekat kehilangan dua orang yang paling dicintai dalam hidupnya. Begitulah kiranya perasaan Aditya dan Jonathan dapat memahaminya, makanya dia harus waspada serta menyerahkan penangkapan Indra pada para pengikutnya agar keselamatan Aditya lebih terjamin daripada dia sendiri yang menangkapnya.Jonathan berusaha sebisa mungkin berkomunikasi dengan para pengikutnya untuk memberikan perintah tanpa sepengetahuan Aditya.Waktu sudah sangat larut, keadaan dermaga juga tidak terlalu ramai seperti saat siang. Mungkin karena di siang hari banyak kapal-kapal kecil yang singgah, sedangkan malam tidak ada.Suara klakson kapal feri yang baru datang terdengar nyaring dan menggema, Aditya mulai waspada."Ayo cepat kita kesana, mungkin pria itu akan menaiki kapal feri itu." Ajak Aditya sambil menunjuk."Tenanglah ada pengikut kita di depan, pergerakan mereka lebih smooth dibanding kita berdua." Jawab Jonathan disertai senyuman
Jonathan melajukan kendaraannya dengan cepat, adrenalinnya benar-benar terpacu saat dia tahu akan menangkap penjahat itu. Penjahat yang sudah mengambil nyawa penolong keluarganya yaitu tuan Fajar, dia juga memiliki dendam bukan hanya Aditya saja."Aku juga sudah menghubungi ayahku, biarkan anak buahnya berjaga di pelabuhan agar penjahat itu tidak bisa pergi kemanapun.""Good job." Puji Aditya.Jonathan melirik sebentar, dia sangat senang ketika temannya itu bersemangat lagi.Perjalanan cukup jauh meskipun Jonathan sudah memacu kendaraannya dengan cepat, mereka berangkat dari pusat kota dan menuju ke pesisir pantai dimana Indra terlihat. Sementara Aditya tidak mau hanya diam saja dan menyia-nyiakan waktu berharganya itu, dengan cekatan dia terlihat merakit senjata api yang sudah disiapkan oleh Jonathan di kursi penumpang."Kamu memilih senjata kecil itu?" tanya Jonathan disela-sela memacu kendaraannya."Hem." Jawab Aditya pendek."Aku ingin membunuhnya perlahan dari jarak terdekat kami
Sementara Aditya belum cukup puas memandangi wajah Catrina untuk terakhir kalinya, namun kini paramedis seakan memaksanya harus segera berpisah dengan wanita itu. Benar saja apa kata teman-temannya dan Sandra, kalau dia akan menyesalinya."Tolong, biarkan aku sebentar lagi. Tolonglah…." Pinta Aditya memohon."Maafkan kami tuan Aditya, jasadnya harus segera kami bersihkan sebelum terlambat." Kata-kata paramedis itu benar-benar menyakiti hati Aditya, "bukankah memang sudah terlambat? Dia sudah mati, apalagi yang membuat semua ini tidak terlambat?""Dia tidak akan hidup lagi, bukankah semuanya sudah terlambat?""Ya beliau memang sudah tiada, tubuhnya kaku dan kulitnya mulai membiru. Apa Anda akan puas saat tubuh ini mulai membusuk? Apa itu yang Anda inginkan?" balas paramedis tersebut.Rasanya jantung Aditya berhenti berdetak, dia menyesali segalanya tapi dia juga masih ingin melihat wajah Catrina untuk beberapa saat lagi."Sudahlah ikhlaskan dia, kasihan tubuhnya." Kata Jonathan sambil
Sandra terus berbicara agar anak sambungnya itu sadar dari sikap omong kosongnya itu."Aditya dengarkan saya sekali ini_""Sejak kapan saya tidak pernah mendengarkanmu? Bukankah selama ini saya selalu menurut?" potong Aditya bertanya.Sandra menghela napas, dia juga tahu kalau putra sambungnya ini sedang dalam proses depresi akut. Hanya saja tingkat depresinya sangat mengkhawatirkan, yang lain bisa menangis, bersedih, menyalahkan diri sendiri atau marah-marah untuk meluapkan emosinya. Tapi Aditya hanya diam saja tanpa melakukan apapun, masalahnya jika dia tidak menghalangi orang-orang untuk mengurus mayat Catrina tidak jadi masalah mau bersikap begini, tapi Aditya menghalangi dan mengacaukan segalanya."Maksud ibu, apa harus ibumu yang langsung bicara padamu? Ibumu sekarang masih lemah dan terbaring di rumah sakit, tapi ibumu masih baik-baik saja. Sementara Catrina… dia sudah tiada, tubuhnya butuh segera diurus.""Lalu… apa kamu juga menganggap aku sehat sampai bisa datang kesini? Tid