Saat keluar rumah mereka melihat beberapa orang menatap mereka dengan penasaran.
"Ada apa sih, Mas?" tanya Devi sambil memegangi kemeja suaminya.
"Gak tau, Dek. Yok lah biarin aja!" jawabnya sambil menarik tangannya Devi.
Hasan menyadari ini perbuatan tadi yang berteriak di depan pintu. Namun malu bila harus ngomong jujur sama Devi.
Akhirnya mereka masuk mobil, meninggalkan para tetangga yang penasaran.
Hasan melajukan mobilnya dengan pelan, menyusuri Jalanan, melihat ke kanan kiri bermaksud mencari toko arloji.
Setelah melewati beberapa lampu merah, akhirnya menemukan toko arloji yang berada pinggir kota.
Mereka turun untuk melihat-lihat jam yang dijualnya.
Hasan menemukan satu jam yang sesuai dengan keinginannya. Akhirnya meminta pihak toko untuk membungkusnya dengan kertas kado dan tidak lupa mencatat namanya dulu di sebuah memo kecil yang di selipkan sebelum dibungkus.
Akhirnya mereka selesai bertransaksi, kemudian kembali ke mobilnya. Mengundurkan mobilnya sesuai arahan tukang parkir. Dan memutar stir mobil nya dan melaju ke arah rumah temennya.
Karena tidak pernah berkunjung ke rumah teman sebelumnya membuat Hasan kesusahan mencari alamat. Hasan memasukkan alamat temannya dan mengaktifkan GPS di mobilnya. Setelah memutari beberapa kali, akhirnya menemukan rumah temannya.
Betapa terkejutnya mereka, saat sampe di rumah temannya, ternyata acaranya bukan seperti yang ada di bayangan mereka.
Bukan seperti di film yang mereka tonton, biasanya akan ada pesta dan tamunya memakai gaun serta jas.
Mereka melihat satu per satu pakaian yang dipakai para tamunya dan membandingkan dengan yang mereka pakai.
Ternyata salah kostum.
Malu bukan kepalang yang dirasakan mereka, terutama Devi yang sampe memakai gaun segala yang akhirnya akan duduk lesehan di tikar yang tengahnya udah ada nasi tumpeng sama terjejer box Snack.
"Mas, kok gak bilang sebelumnya kalo acara seperti ini," bisik Devi sambil menyikut suaminya
"Aku juga gak tahu kalo ternyata gak dirayain, Dek,"
"Ya tanyalah, Mas. Acara nya seperti apa? Makanan apa yang sajikan!" Bisiknya penuh penekanan seakan menyalahkan suaminya.
"Gak sopan dong, Dek! Udah biarin aja! Yuk masuk!"
Mereka saling menyikut lengan tangannya, masih mematung di depan pintu masuk.
Tuan rumah yang melihat mereka tidak masuk-masuk, Akhirnya menghampiri mereka untuk menyuruhnya masuk.
"Ayo, Hasan. Istrinya di ajak masuk!" Ajak Rendi–teman Hasan yang ulang tahun–sambil menyodorkan tangannya agar mereka mengikutinya
"Yuk, Dek," ucapnya sambil menarik tangan Devi.
Mereka melangkah masuk dengan hati hati, sebenarnya malu sekali. Penampilan mereka Paling mencolok diantara mereka, yang lainnya hanya memakai kaos dan celana jins pendek, dan yang perempuan cuman kaosan celana panjang dengan jilbab segiempat yang di pakai asal-asalan.
Mereka seperti lagi berjalan di karpet merah yang lagi lomba fashion show. Tatapan yang tidak berkedip menatap ke arah mereka. Membuat mereka menjadi tambah risih. Mereka bersikap seolah biasa aja. Dan menyembunyikan perasaan malunya serapat rapatnya, mereka duduk di paling pojok, karena di situ yang paling kosong.
Datang Mas-mas dari dalam membawa nampan menghampiri mereka untuk memberikan teh hangat ke mereka.
Setelah itu para tamu melanjutkan obrolan yang sempat tertunda tadi.
"Mas, kamu habis kondangan, Ya?" tanya salah satu teman kerjanya.
" Eng, enggak aku pulang kerja langsung kesini," ucap Hasan pelan yang langsung disikut Devi.
"Bodoh! Seharusnya kamu bilang habis kondangan, biar kita gak terlalu malu," bisik Devi tepat di kupingnya
Hasan merutuki kebodohannya sendiri, harusnya dia sedikit berbohong. Nasi terlanjur menjadi bubur.
"Owh, tak kira habis kondangan, Mas. Pakaiannya rapi sekali," jelasnya sambil memandangi mereka bergantian.
Wibawa Hasan mengkerut, karena dia merasa tidak bisa melihat kondisi dan Situasi.
Merasa dirinya terlalu berlebihan, awalnya mengira akan mendapat pujian dari beberapa temannya, Karena istrinya terlihat cantik, berarti dia sukses menjadi kepala keluarga.
Namun yang di dapat hanya tatapan mereka yang seakan mengulitinya hidup-hidup.
Bahkan tuan rumahnya aja menghiraukannya, dan memilih berbincang dengan seseorang di sebelahnya.
Hasan menyesal membelikan kado mahal untuk Rendi, balasannya tak setimpal, harusnya ngado yang seharga dua puluh ribuan.
Terlintas ide yang membuat Hasan tersenyum, lebih baik dia pulang bersalaman dengan tangan kosong saja, dia melirik ke arah Devi, mencari tas yang dibawanya. Dan menariknya agar lebih dekat dipangkuan Hasan. Dengan pelan dia mengambil isi kado dan dimasukkan kedalam tas, dan tak lupa menengok ke kanan kiri. Melipat kantong plastik yang membungkus tadi, dan memasukkan ke dalam tas.
Hasan bernapas lega saat misinya berjalan sempurna dan merasa tak ada yang mengawasinya.
"Gila kamu, Mas!" bisik Devi yang melihat gerak gerik suaminya.
Namun hanya disambut cengiran kuda oleh Hasan.
Mereka pamit setelah menyantap hidangannya, apalagi Devi yang mengeluh badannya yang kerasa pegal semua.
"Ren, aku pamit ya, makasih hidangannya. Semoga berkah." ucap Hasan sambil menepuk punggung Rendi.
"Siap, Bro! Mana kadonya? Hehehe," tanya Rendi yang memberikan setengah-senyum.
Pertanyaannya mengundang para tamu yang langsung melirik Hasan.
Wajah Hasan memucat, malu bukan main yang dirasa. Dia Rendi akan melepaskan begitu saja.
Dasar! Jamuan tidak seberapa minta kado! impact dalam hati.
"Besok ya, Bro. Kalo jamuannya lebih baik dari ini, aku akan ngasih kado terbaik untukmu." jawab Hasan menyeringai.
Hasan mengira jawaban ini pas agar Rendi tau diri, Namun dia tak tahu setelah ini mungkin dia akan kehilangan temannya.
Rendi meringis tanpa membalas ucapan Hasan, dia merentangkan Tangannya pertanda ngasih jalan untuk pulang.
Hasan dan Devi melenggang pergi keluar.
Devi sempat berbisik pada Rendi tanpa sepengetahuan Hasan.
"Ini kado untukmu, maaf aku tidak sempat membungkusnya," ucap Devi sambil menaruh barangnya ke telapak tangan Rendi.
"Tolong maklumi sifat suamiku." ucapnya sambil berlalu
Rendi yang sempat emosi di buat oleh Hasan kini menjadi lembek melihat perlakuan istri Hasan, Rendi mengartikan istri Hasan begitu sempurna, menutupi aib suaminya. Benar-benar cantik dan sempurna.
'Aku ingin memilikinya.' bathin Rendi kemudian berbalik untuk menghampiri temannya yang masih menunggu di dalam.
Saat ini, Hasan dan Devi sedang menuju rumahnya, setelah sampai Hasan mengunci pintu garasinya, dan langsung masuk. Dia lupa kalo sebelum pergi masih meninggalkan rumah yang berantakan.
Karena capek yang begitu mengganggu nya, Hasan mengambil stok plastik sampah baru dan menggelar di samping ranjangnya. Kemudian tidur diatasnya.
Sedangkan Devi yang tak biasa tidur di lantai. Akhirnya memesan ojek online tujuannya agar bisa tidur di hotel.
Dia keluar mengendap-endap takut Hasan terbangun dan meninggalkan sendiri di rumah.
Tak menunggu lama ojeknya datang. Saat hendak naik motor.
Tukang ojeknya membuka kaca Helm nya.
Mereka berdua terkejut.
"Loh, kamu?" ucap Reni sambil menunjuk ke arah muka si tukang ojek.
Next bab selanjutnya ya ....
Bab 73Rita menutup jendela rumah juga kamarnya saat ia menyadari hari telah sore. Perasaannya menjadi lega setelah menggugat cerai Danu. Ya meskipun hasil sidang belum turun tapi Ia yakin pasti ia akan memenangkan kasus ini.Ia menuju dapur. Membuka kotak makanan yang berisi cabe itu dan hendak memasak mie.Saat ia mengambil kotak itu, ia teringat saat Devi mengajari ilmu cara menyimpan sayur yang benar seperti apa. Ia pun jadi merindukan Raihan, saat kebersamaan dengan Reyhan juga Devi kini kenangan itu hadir kembali.Ia juga sempat menyesali dulu telah mengusir Devi malam-malam dan penyesalan itu selalu mengganggu tiap malam tidurnya.Rasty menghalau pikirannya dan membuka plastik bungkus mie itu dan langsung memasukkannya ke panci yang sudah berisi air mendidih. Ia memasukkan perlahan dan memotong beberapa cabe lalu ikut dimasukkan bersama mie tadi.Rasa rindu kepada Raihan membuat ia ingin berkunjung ke pusara RehanIngin sekali ia ke sana namun ia menyadari hari telah sore. Akhi
4Rasti pun menggeser tubuhnya sedikit ke samping meski rasa sakit yang kian mendera di area perutnya tapi tenggorokannya juga menjerit minta untuk diisi. Rasti berusaha kuat untuk mengambil air minum itu hingga naas, bukannya air minum yang ia dapatkan melainkan tubuhnya terjatuh terjerembab ke lantai dan dan infus yang ada di tangannya terlepas begitu saja hingga keluarlah darah dari tangan Rasti itu."To ... tolong," suaranya terdengar parau. Kenapa susah sekali ia bersuara. Ia meringis dan membiarkan darah menetes dari tangannya. Ia hanya bisa menatap nanar. 5 menit berlalu.Seorang perawat datang hendak mengecek keadaan Rasty.Ia terkejut saat mendapati Rasty yang sudah berada di lantai.Perawat itu pun gegas memapah Rasty dan menidurkan kembali ke atas ranjang.Bu ... Bu. Bangun, Bu!" Ia menggoyangkan badan Rasty yang kelopak matanya sudah setengah menutup.Ia gegas membetulkan letak infusnya kembali dan membersihkan darah yang berceceran ke mana-mana."Sus, A–aku mau minum," l
PEMBALASAN ISTRI TERSAKITIAku pun kembali mengajak orang suruhan ku ini untuk meninggalkan rumah sakit ini. Sebab aku sudah tidak mau lagi berurusan dengan Rasti sekarang semuanya antara aku dan Rasti sudah selesai.***POV authorDi sisi lain Devi dan Rendy yang tengah berbahagia bersama keluarga mereka sebab kehadiran calon keluarga baru di rahim Devi. Terlebih lagi Devi dan Rendy yang sangat menantikan sosok mungil itu.Devi sudah merasa tidak sabar akan kehadiran bayi yang selama ini dia impikan. "Terima kasih ya Sayang sudah memberikan calon penerus Rendy Junior disini, aku semakin cinta sama kamu aku janji akan menyayangimu dan menjagamu dengan segenap jiwaku," ucap Rendy sembari menggenggam erat tangan Devi dan mengelus perut Devi yang masih rata itu. Lantas Rendy mencium tangan Devi dan Devi pun tersenyum menanggapi ucapan Rendy yang meski terkesan gombal tapi tetaplah hal itu tulus dari dalam hati Rendy. Mungkin memang Rendy terlihat tidak sempurna karena kekurangan pada f
PEMBALASAN ISTRI TERSAKITIBAB 70Akan tetapi setidaknya aku selama ini selalu menyenangkan hatimu bukan? jadi kurasa itu semua sudah impas atas apa yang kau berikan padaku dan atas apa yang kau dapatkan dariku," uapku sembari tersenyum mengejek pada Rasti."Dasar sialan! kau benar-benar laki-laki sialan Om! Menyesal aku pernah mengenalmu dan menyesal aku sudah memberikan segalanya padamu!" pekik Rasti sembari menatapku dengan tatapan sinisnya itu. Dia kira aku peduli dengan semua itu tentu saja tidak. Bukankah dalam sebuah hubungan itu adalah simbiosis mutualisme? gimana kita saling membutuhkan dan kita saling mendapatkan hasilnya, kurasa hal itu juga yang sedang terjadi dalam hubunganku dan juga Rasti. Rasti yang membutuhkan uang dan aku yang membutuhkan kehangatan. Bukankah hal itu adil? jadi di mana letak aku tega padanya?" gumamku dalam hati. "Enggak usah banyak drama Rasti, cepat kamu tinggalkan rumah ini sebab rumah ini sudah ada yang membeli dan sebentar lagi akan ditempati.
PEMBALASAN ISTRI TERSAKITIMereka pun akhirnya mau bubarkan diri tanpa menghiraukan lagi kondisi Rasti yang sebenarnya dia merasakan sakit di area perutnya itu.***POV DANUAku meremas rambutku dengan kasar aku sangat frustasi saat mengetahui kalau perusahaan yang kebangun dengan susah payah ini sudah di ujung tanduk. Hanya tinggal menghitung hari dan jam saja usaha yang kubangun dengan tetesan keringat itu pun akan bangkrut atau gulung tikar. Terpaksa aku harus mengambil kembali rumah yang sudah kuberikan untuk Rasti untuk aku jual sebagai tambahan penutup hutang-hutangku yang jumlahnya tidak sedikit. Lumayan rumah itu dijual di sekitar laku tiga ratus juta sedangkan hutangku masih sekitar dua miliar lagi. Aku pun tidak tahu harus kemana mencari kekurangan hutang yang aku miliki ini, aku sudah memperingatkan Rasti untuk segera meninggalkan rumah itu tetapi saat pembeli rumah tersebut mengatakan padaku jika rumah itu belum kosong sebab masih ditinggali oleh Rasti aku pun berinisiat
4PEMBALASAN ISTRI TERSAKITIkalau begitu saya permisi dulu ya bu-pak Mari," pamit sang dokter dan akhirnya tubuhnya menghilang dari pandangan orang-orang yang ada di rumah itu.***"Selamat ya Pak ini istri bapak sudah hamil usia empat Minggu dan ini kantung janinnya juga sudah terlihat ya," ucap sang dokter pada Rendi dan juga Devi yang tengah berbaring di atas ranjang pasien dengan posisi perutnya yang sedikit terbuka untuk di USG. Rendi yang melihat dengan antusias pun menarik kedua sudut bibirnya ke atas sehingga membentuk lengkungan senyum yang sangat manis begitupun dengan Devi dia merasa sangat bahagia dengan berita yang ia tahu kali ini dari suaminya saat dia baru saja tersadar dari pingsannya tadi."Alhamdulillah ya Allah Enkau akhirnya berikan titipanmu padaku setelah ujian yang kau berikan padaku selama ini," ucap Devi dalam hatinya. Setelah dokter selesai memeriksa perut Devi, Rendy pun membantu Devi untuk bangun dari posisi berbaringnya. Lantas mereka berdua mengikuti