Home / Lainnya / PEMBALASAN SANG JENDRAL / Gila Kehormatan Maka Akan Terinjak

Share

Gila Kehormatan Maka Akan Terinjak

Author: F Azzam
last update Last Updated: 2024-01-16 02:22:45

Para petinggi dan anggota kesatuan memberikan hormat militer kepada George, Sang Jendral yang telah lama dinantikan. Walaupun kini George tak terlihat wibawanya seperti dulu. Namun kehormatannya adalah yang tertinggi di kalangan militer.

Pemandangan itu membuat semua orang Terheran-heran. Bagaimana bisa seorang yang dipandang rendah ternyata dihormati oleh para pejabat militer

Jhony memandang heran ke arah para petinggi tersebut lalu bertanya, "Kenapa kalian memberikan hormat kepada seorang gembel? Kehormatan kalian sudah dijatuhkan oleh seorang gelandangan seperti dia."

"Harusnya aku lah yang dihormati. Apa kalian tidak mengenal saya?"

Perkataan itu membuat Letjen Greigh bangkit dan langsung menggenggam kerah baju Jhony, Lalu menariknya hingga tepat di depan wajah Greigh.

"Kau tidak tau siapa dia?! bahkan nyawamu tidak akan bisa menebus kehormatan Jendral George!"

"Jendral George? cuihh! kebohongan apa yang kalian mainkan?" ucap Jhony, meludah ke tanah.

Greigh seketika naik pitam. Namun tiba-tiba George menyelanya.

"Cukup! Biarkan dia, jangan buang-buang waktu untuk meladeni manusia seperti dia," ucap George.

Greigh beralih memandang George. Lantas ia melepaskan genggaman tangannya.

"Mohon izin Jendral. Kenapa anda mengampuni orang ini? dia sudah keterlaluan memperlakukan Bapak," ucap Letjen Greigh.

"Saya tidak ingin ada keributan. Biarkan saya sendiri yang menghadapi dia. Lagi pula saya bukan siapa-siapa. Kenapa kalian membela saya hingga seperti itu?" tanya George, heran.

"Mohon maaf Jendral, kami tau siapa anda. Saya harap Bapak akan segera sadar. Sekarang biarkan saya memberi pelajaran kepada si arogan satu ini," ucap Greigh, geram.

Greigh mencengkram leher Jhony. Hingga ia kesulitan bernafas.

George memegang tangan Greigh untuk mencegah sesuatu hal yang tidak diinginkan.

Akhirnya Greigh melepaskannya kembali. Namun hukuman itu belum lah selesai, Greigh belum puas.

Greigh menjenggut rambut Jhony lalu memaksanya untuk berlutut di hadapan George.

"Turunkan lututmu di hadapan Jendral George! kau harus meminta maaf!" seru Greigh, murka.

"Ap-apa ini. Kenapa kalian menyuruhku berlutut di hadapan seorang gembel! saya tidak terima!" seru Jhony.

Ia berusaha melepaskan tangan Greigh yang mencengkram kuat.

Namun sekuat tenaga Jhony mencoba melawan. Tetap saja ia tak dapat melepaskan tangan Greigh yang begitu kekar.

"Saya tidak akan melepaskannya sampai kamu berlutut di hadapan Jendral George!" Seru Greigh.

Dua pengawal Jhony hendak membujuk Greigh. Tapi mereka pun tak dapat berbuat apa-apa.

Mereka sadar siapa yang dihadapi oleh bos besar mereka. Hingga mereka pun dibuat terdiam oleh Greigh dan para pengawalnya.

"Akhh! bodoh kalian semua! Bagaimana aku melepaskan cengkraman tangan ini!"

Jhony masih berusaha melawan. Namun hal itu pun sia-sia hingga akhirnya ia menyerah.

"Baik-baik. Aku meminta maaf!"

Tidak ada pilihan lain, pria berpakaian kemeja hitam dengan beberapa perhiasan emas di tubuhnya itu pun berlutut di hadapan George.

Semua orang terdiam memandangi kejadian itu. Nyonya Jenny hingga menggeleng-gelengkan kepalanya.

Lalu seketika wajahnya memerah seperti gunung berapi yang akan memuntahkan lava.

"Ini tidak masuk akal. Pasti kalian berpura-pura. Aku akan laporkan kalian semua!" Teriak Nyonya Jenny.

Wanita paruh baya itu tak tahan dengan tindakan para petinggi militer dan anggota yang disangkanya teman-teman George yang berpura-pura.

Ia lantas memerintahkan seorang Security rumahnya.

"Tolong ambilkan ponselku sekarang!"

"Baik Nyonya!" jawab sang security.

Lantas seorang Security itu berjalan tergopoh-gopoh ke dalam rumah.

Greigh kini melepaskan Jhony. Ia dapat berdiri kembali, walau harga dirinya telah jatuh di depan semua orang.

Beberapa saat kemudian, Security memberikan ponsel itu kepada sang Nyonya.

"Ini ponselnya Nyonya," ucap sang Security.

"Kerja bagus! akan ku panggil Inspektur Jendral Polisi Sibastian! kalian para tentara gadungan akan menerima akibatnya!"

Lalu Jenny beralih memandang tajam ke arah George.

"Kamu pasti dalang semua ini. Akan ku jebloskan kamu ke penjara! Saya memiliki rekan seorang Jenderal Polisi! Irjen Pol Sebastian! siapa yang tidak mengenal dia!" seru Jenny, dengan mata yang terbuka lebar.

Jhony pun tersenyum puas mendengar Nyonya Jenny akan memanggil temannya yang seorang Jenderal Polisi ternama. Ia menyangka dendamnya akan segera terbalaskan.

Namun George tampak tenang dengan ancaman itu. Ia tak sama sekali merasa terancam. Begitu juga para petinggi militer tampak tersenyum menanggapi ancaman dari Jenny.

Para tamu undangan yang merupakan keluarga Nyonya Jenny pun turut menjatuhkan martabat George dengan caci maki.

"Rasakan itu Sampah! kau akan merasakan dinginnya jeruji besi! Irjen Sebastian adalah polisi yang tegas dan tidak akan main-main dengan hukum!"

"Hahah! Dasar penipu. Tidak mungkin gembel seperti kamu memiliki rekan para petinggi militer. Semua itu palsu! Irjen Sebastian pasti akan menyeretmu dalam hukuman berat karena membawa nama militer!"

Wanita itu lantas menghubungi Inspektur Jendral Sebastian.

"Selamat Sore Jenderal," ucap Jenny.

"Selamat Sore. Ada yang bisa saya bantu?" tanya Sebastian.

"Bisakah Bapak membantu saya untuk menangkap para tentara gadungan di sini. Acara di rumah saya menjadi kacau karena kehadiran mereka," ucap Jenny.

"Tentu saya bersedia. Baik, saya akan kesana secepatnya," jawab Sebastian.

"Terima kasih Pak, Saya tunggu ya," ucap Jenny.

Dan sambungan telepon pun usai. Jenny tampak bernafas lega dan tersenyum puas.

Namun semua itu akan menjadi bom waktu baginya.

Tak berselang lama, suara sirene pun terdengar. Jenny tersenyum dan matanya tampak berbinar.

"Hmm... sedikit lagi tidak akan ada lagi si sampah yang selalu mengganggu hidup saya. Ahaha..." ucap Jenny dalam benaknya.

Suara sirine itu pun semakin terdengar jelas dan mendekat.

Dan sampailah Irjen Pol Sebastian yang ditunggu. Ia keluar dari mobil dengan beberapa pengawalnya.

Irjen Sebastian langsung melangkah dengan gagah menghadap ke Nyonya Jenny.

"Akhirnya anda datang juga Pak. Saya sudah menunggu bapak dengan harap-harap cemas," ucap Jenny, menyambutnya.

"Kebetulan hari ini saya sedang santai. Makanya bisa menemui Nyonya Jenny. Oh iya, dimana mereka para tentara gadungan itu? biar kami proses secepatnya," ucap Irjen Sebastian.

Dengan bersemangat Nyonya Jenny langsung menunjuk ke arah George dan para petinggi militer serta pengawalnya.

Sontak Irjen Sebastian membatu memandangi mereka.

Jenny tampak terheran-heran dengan sikap Irjen Sebastian.

"Loh, Kok Bapak diam saja? itu mereka para tentara gadungan Pak!" seru Jenny seraya terus menunjuk ke arah George dan lainnya.

Irjen Pol Sebastian langsung berjalan cepat ke arah George. Dan tiba-tiba ia menegakkan badannya dan melakukan penghormatan militer.

Namun George justru heran dengan semua kejadian itu.

Jenny dan para tamu terkejut bukan main. Ditambah lagi melihat Irjen yang tersohor di negeri Rein malah melakukan penghormatan militer di hadapan George.

Lantas Irjen Sebastian kembali berbalik badan dan menghampiri Nyonya Jenny.

"Anda sangat keterlaluan Nyonya. Anda tidak pantas menyebut mereka tentara gadungan. Mulai saat ini saya tidak akan membantu anda," ucap Irjen Sebastian.

"Pak! tunggu dulu Pak! apa maksud dari perkataan bapak!" seru nyonya Jenny.

Namun wanita paruh baya itu sudah dianggap angin lalu oleh Sebastian.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • PEMBALASAN SANG JENDRAL   Langkah Berbahaya

    George berjalan keluar dari rumah, setiap langkah terasa semakin berat seiring dengan rasa cemas yang menghimpit di dadanya. Ketegangan terasa mencekam, dan fikiran tentang Hana yang tertinggal di rumah membuatnya semakin sulit untuk berkonsentrasi. Ia tahu bahwa setiap detik berharga dalam situasi yang semakin memburuk. Di markas besar, suasana tampak mencekam. Para tentara berlari ke sana-sini, berusaha mengendalikan kekacauan setelah serangan mendadak terhadap Menteri Pertahanan. George segera mendekati ruang operasi, tempat di mana Menteri sedang berkumpul dengan staf dan analis. “George! Terima kasih kau datang,” Menteri Hendrik menyambutnya dengan lega, namun wajahnya tetap menunjukkan tekanan yang menggelayuti. “Kami baru menerima informasi bahwa serangan ini mungkin hanya bagian dari rencana yang lebih besar. Marco mungkin sudah memiliki jalur untuk menginternalisasi kekuatannya kembali.” “Menteri, siapa yang menyerang? Dan apakah kita sudah menemukan dalang di balik in

  • PEMBALASAN SANG JENDRAL   Antara Tanggung Jawab Dan Cinta

    George dan timnya kembali ke markas besar dengan langkah yang berat. Mereka baru saja melalui pertempuran yang sengit dengan Marco dan pasukan mafia yang terampil, meskipun berhasil mengusir mereka, perasaan kekalahan tetap menggelayut di benaknya. Banyak yang hilang dalam pertarungan itu—kehidupan, kepercayaan, dan mungkin sedikit rasa aman. Setiba di markas besar, suasana terasa hampa. Lampu-lampu menyala terang, menyinari ruangan yang seharusnya menjadi pusat komando bagi mereka. George disambut oleh Menteri Pertahanan, Bapak Hendrik, yang menunggu di ruang tunggu. “George! Kabar yang mengejutkan tentang pertempuran baru-baru ini. Silakan duduk,” kata Menteri sambil gestur untuk mempersilakan George duduk. Wajahnya penuh kekhawatiran namun tampak berusaha tenang. "Apa yang sebenarnya terjadi di lapangan? Bagaimana keadaanmu dan tim?" George menarik napas dalam-dalam, mengingat kembali semua yang terlibat. “Kami terlibat dalam pertempuran yang lebih besar dari yang kami perkiraka

  • PEMBALASAN SANG JENDRAL   Janji Dalam Dendam

    Malam itu, setelah pertempuran yang sangat brutal, George berdiri berjaga di tengah reruntuhan medan perang. Dia bisa merasakan napasnya yang berat dan jantungnya yang berdegup kencang. Pertarungan itu sangat sengit, dan walaupun dia telah berhasil melumpuhkan Marco, dia tahu bahwa ancaman tidak sepenuhnya sirna. Dengan peluru berserakan dan api yang menerangi seluruh medan, suasana terasa lebih menegangkan daripada sebelumnya. Marco, masih terjatuh di tanah, memegang lengan yang terkena tembakan. Nyeri yang luar biasa menghantuinya, tetapi bukan hanya rasa sakit fisik yang menyiksa—itu adalah rasa kehampaan karena menghadapi kekalahan ini. Sadisnya, kekalahan ini juga mengingatkannya pada semua yang telah hilang; kehormatan, rasa percaya diri, dan kini bahkan pasukannya. Dengan sisa kekuatan yang ada, Marco menggerakkan tubuhnya, berusaha bangkit dan melarikan diri dari tempat itu. Di balik bayang-bayang, beberapa anggota sisa mafia Marco dengan cepat menyadari situasi kritis yan

  • PEMBALASAN SANG JENDRAL   Pertempuran Sengit

    George mengedarkan pesan mendesak pasukannya. Dia mengorganisir pertemuan di basis militernya. Hari itu, George berdiri di pangkalan militer. Jamie, komandan dengan sikap tegas, melangkah maju dengan wajah serius. "Jendral George, kami semua terkejut mendengar kabar ini. Tak seharusnya anda berhadapan dengan Marco yang berbahaya itu sendirian. Dan dapatkah anda benar-benar menjamin keberhasilan operasi ini?" Tanya Jamie, mengawasi reaksi George. "Saya tidak punya pilihan lain. Marco telah mendapatkan kekuatan dan ia kini bergabung dengan organisasi mafia lainnya. Mereka tidak hanya mengincar saya, tetapi juga siap menyerang siapa pun yang berdiri di jalur mereka. Ini bukan hanya tentang saya. Ini tentang melindungi keamanan negeri ini,” jawab George, suaranya tegas namun tegang. Jamie mengangguk. "Kami semua siap mendukungmu, George. Tapi kita harus berhati-hati. Jika Marco membentuk aliansi dengan mafia lain, ini bisa menjadi peperangan yang lebih besar." Perencanaan dan pelatih

  • PEMBALASAN SANG JENDRAL   Industri Terbengkalai Menjadi Saksi

    Keheningan dalam kompleks industri yang terabaikan terasa semakin mencekam. George dan Hana berpegang erat, perasaan takut dan ketidakpastian menyelimuti Hana saat suara langkah kaki yang semakin mendekat, menandakan Marco dan anak buahnya sudah mulai mendekati mereka. George berbisik, “Hana, kita harus bersiap. Kalau mereka menemukan kita, kita tidak akan punya pilihan selain melawan.” Hana menatapnya dengan mata penuh ketakutan namun seberkas keberanian melintas di wajahnya. “Apa yang harus kita lakukan, George?” George mengambil napas dalam-dalam, merasakan detak jantungnya berdegup kencang. Dia mengeluarkan pistol kecil yang selalu disimpannya untuk situasi darurat. “Saya akan mengalihkan perhatian mereka. Kamu tetap di sini dan cari tempat yang aman untuk berlindung. Jika ada kesempatan, keluar sejauh mungkin.” Tanpa menjawab, Hana hanya mengangguk, hatinya berusaha menguatkan diri. George memeriksa peluru dalam pistolnya, lalu mengintip melalui celah jendela truk, melihat

  • PEMBALASAN SANG JENDRAL   Malam Mencekam

    Malam semakin larut ketika George dan Hana keluar dari restoran, bersiap untuk pulang. Suara mesin mobil meraung di tengah hiruk pikuk jalanan malam. George memasuki mobil, dan Hana duduk di sampingnya, merasakan ketegangan yang tak terucapkan. Dia berpaling menatap langit malam yang berbintang, namun George merasakan sesuatu yang lain: sebuah bahaya yang kian mendekat.Di saat George mulai mengendarai mobilnya. Sebuah mobil hitam terlihat membuntuti."Saya rasa kita seharusnya mengambil rute yang lain, Hana," ucap George dengan nada serius, sementara dia memutar kemudi untuk menghindari jalan yang sepi.Hana, yang tidak merasakan ancaman apa pun, mengerutkan dahi. "Tapi jalan ini lebih cepat, kan? Kita hanya ingin pulang," ujarnya dengan suara lembut.George mengalihkan pandangannya ke arah samping, matanya menyapu sekitar. Dalam sekejap, dia melihat sesosok pria bertato dengan tampang garang tengah duduk memperhatikannya dari dalam mobil hitam itu. Hati George semakin berdegup kenc

  • PEMBALASAN SANG JENDRAL   Pembalasan George

    Benny tampak terkejut, namun semangat ejekannya tak surut. Ia berdiri dan memandang Hana dengan senyum sinis, seolah ingin menunjukkan bahwa ia tidak gentar. "Oh, jadi sekarang kau ikut-ikutan membela gembel ini? Apakah sudah ada unsur cinta di antara kalian berdua? Hahaha!" teriak Benny, dengan suara lantang penuh penghiburan bagi mereka yang duduk di meja sekitarnya. George, meski hatinya dipenuhi syak wasangka dan kemarahan yang berkecamuk, tetap berusaha menjaga ketenangan. Ia tahu bahwa membalas cemoohan Benny hanya akan memperkeruh suasana. "Hana, duduklah. Jangan buang waktu untuk mengurusi orang-orang seperti dia," ujarnya, mencoba meredam ketegangan yang ada. Namun Hana, dengan semangat yang berkobar, terus berdiri dan mengabaikan peringatan George. "Benny! Apa kau tidak mengerti betapa rendahnya kamu yang mengolok-olok seseorang yang tidak benar-benar kamu kenal? Orang yang kau sebut gembel justru lebih berharga daripada dirimu!" teriaknya, suaranya bergetar dengan kemara

  • PEMBALASAN SANG JENDRAL   Ucapan Benny (Kakak Kandung Veronica) Akan Mempermalukan Diri Sendiri

    Semua mata tertuju pada selembar surat yang dibawa oleh sang Menteri.Lalu Menteri pertahanan berkata, "Jendral George. Ini adalah surat penyerahan kekuasaan atas semua perusahaan milik anda. silahkan ditandatangani,"Sang Menteri menyodorkan surat itu ke hadapan George.Lantas ia menerima surat tersebut dan membacanya secara seksama.Mata George pun berbinar. Merasa tak percaya. Seakan semua adalah mimpi yang terwujud jadi nyata dalam sekejap mata.Setelah penandatangan selesai, seluruh pejabat di ruangan itu bertepuk tangan. Menandakan kini George telah kembali menjadi pemilik perusahaan yang sah."Selamat Jenderal, kini kepemilikan Harvest Group telah kembali ke tangan anda. Semoga kejayaan perusahaan anda senantiasa bersinar kembali," ucap Menteri pertahanan, seraya berjabat tangan dengan George.George tampak tersenyum sumringah menerima jabat tangan dari sang Menteri seraya berkata, "Terima kasih banyak sudah memberitahukan saya. Saya sangat mengapresiasi atas kejujuran Bapak da

  • PEMBALASAN SANG JENDRAL   Kembalinya Perusahaan Milik George

    Sementara itu di saat George baru sampai di Markas besarnya. Seorang Pengawal seketika membukakan pintu mobil dan menyambut kedatangan Sang Jenderal. Di depan kantor, telah berjejer rapih para prajurit penjaga. "Kepada Panglima besar, hormat gerak!" seru seorang prajurit di ujung barisan. Mereka serentak melakukan penghormatan militer. George membalas memberikan penghormatan. Lalu melangkahkan kaki menuju ke pusat halaman markas. Secara tak sengaja, Veronica mengendarai mobil di depan markas. Ia tak sengaja melihat suaminya yang tengah disambut oleh puluhan prajurit. "Loh, itu kan George? benarkah dia?!"Lalu Ia mengucek matanya untuk memastikan. "Tidak mungkin. Dia tidak mungkin memiliki pangkat setinggi itu! dia kan cuma pengangguran ..." Ucap Veronica dengan memandang penuh keheranan.Di halaman kantor, Seorang Letnan Kolonel menyodorkan tangan kepada George. "Selamat Siang Jendral, kami sangat senang anda telah kembali lagi ke dalam kesatuan," ucap Letkol Herry. "Terima k

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status