"Kenapa, Bu? Ibu takut?" tanyaku sedikit meledek. Sebenarnya apa yang aku katakan tentang penggorokan itu tidaklah benar, mana mungkin ada rentenir yang menggorok leher nasabah yang memiliki hutang padanya. Kalau seperti itu, sama saja rentenir itu membeli tiket ke penjara."I-ibu tidak takut! Untuk apa ibu takut sama ancaman kamu!" sahutnya dengan wajah panik."Inget ya' Rima. Ilham masih punya hak atas harta gono-gini yang kamu miliki! Pokoknya kamu harus mengembalikan semua uang yang selama ini Ilham berikan padamu!" Mendengar celotehan ibu, aku hanya bisa menggelengkan kepala sambil tersenyum, harta gono-gini dia bilang? Ck! Selama aku menikah dengan mas Ilham, dia sama sekali tidak memberi ku nafkah yang cukup. Bahkan, untuk uang makan sehari-hari saja masih di tanggung oleh almarhum ibu dan bapak dulu. Dan setelah aku jadi TKW, semua biaya kehidupannya aku yang menanggung. Dan sekarang dengan seenaknya ibu meminta hak atas harta gono-gini. Lucu sekali."Bukannya gaji mas Ilham
Setelah pertemuan dengan si Ilham tadi, aku pun memutuskan untuk pulang ke kampung. Bisa gila aku jika lama-lama di kota. Apalagi kalau sampai bertemu dengan gadis itu, bisa darah tinggi aku dibuatnya.Bus yang aku tumpangi melaju meninggalkan Banten. Diperkirakan besok pagi aku sampai di kampung halamanku. Kring! Kring!Dering ponsel berbunyi membangunkan aku yang tengah tertidur."Ika? Ada apa dia meneleponku? Bukannya sudah kubilang aku akan tiba jam 7 pagi," gumamku dalam hati. Kemudian segera mengusap tombol hijau di layar."Halo Ibu', ibu dimana? Cepet pulang, Bu! Ika takut," ucap anak perempuan ku itu ketakutan."Ibu masih di bis, kamu kenapa' sih, Ka? Ko' panik banget?""Ika takut, Bu. Barusan ada tiga orang pria berbadan besar datang ke rumah kita. Mereka meminta uang dan mengobrak-abrik isi rumah," "Terus--sekarang mereka dimana?" tanyaku khawatir. Itu pasti para rentenir yang ingin menagih hutangnya si Ilham."Mereka udah pergi, Bu! Tapi mereka bilang, akan datang lagi ke
🍀 POV RimaTiga bulan setelah sidang perceraian pertama ku dan mas Ilham selesai, hari ini saatnya sidang yang terakhir. Sidang putusan yang aku tunggu-tunggu. Tak sabar rasanya ingin segera lepas dari ikatan ini. Ikatan yang membuat batinku tersiksa."Rim, kamu sudah siap?" ucap Ibnu saat namaku dipanggil oleh hakim. Lantas aku pun mengangguk mengiyakan, kemudian berjalan menuju kursi yang telah disediakan.Beberapa pertanyaan dilontarkan pria paruh baya di hadapanku ini. Beruntung, aku bisa menjawabnya tanpa kesulitan. Sidang berjalan dengan lancar, terlebih mas Ilham tidak hadir dalam persidangan, dan tidak ada tanggapan apapun darinya. Itu yang membuat sidang ini berjalan dengan cepat. "Dengan ini kami putuskan, saudari Rima binti Harsa telah resmi bercerai dengan saudara Ilham bin Marto, maka dengan ini' sidang kami tutup," ucap hakim di barengi dengan ketukan palu yang membuatku lega. "Alhamdulilah, ya Allah, akhirnya selesai juga urusan ku dengan mas Ilham. Setelah ini, aku s
"Selamat pagi tuan putri," ucap Ibnu saat aku membuka mata."Lho, kamu udah bangun, Nu? Emangnya ini jam berapa?" tanyaku yang masih berbaring di peraduan."Jam tujuh, kalau kamu masih ngantuk, lanjut tidur aja!""Apa?! Jam tujuh?" ucapku segera beranjak dari kasur. "Ko kamu nggak bangunin aku' sih, Nu? Aku kan jadi kesiangan. Ya ampun, bagaimana ini?" ucapku panik. Benar-benar memalukan, masa di hari pertama jadi menantu di rumah ini aku bangun kesiangan. Aduh, apa kata bu RT dan Pak RT. Apa yang harus aku katakan pada mereka."Kamu kenapa sih? Panik banget?" tanya Ibnu dengan santainya. "Ya jelas panik lah, Nu. Masa iya' aku sampai bangun siang gini, kita sampai gak sholat subuh,""Kita? Kamu aja kali. Aku sih' sholat subuh tadi, nih liat, aku udah ganteng kayak gini,""Terus, kenapa kamu gak bangunin aku? Kamu tega banget' sih, Nu!""Hehe, aku sengaja gak bangunin kamu. Habisnya aku gak tega bangunin istri yang lagi tidur nyenyak karena kelelahan habis bertempur semalaman," ucap
Pembalasan TKW yang diselingkuhi#bab1Lima tahun sudah aku meninggalkan tanah air, bekerja sebagai pembantu di negeri orang. Iya-aku jadi TKW di arab saudi. Bukan keinginanku jauh dari anak dan suamiku tercinta, namun karena keadaan yang mengharuskanku bekerja menjadi TKW di negeri orang.Hari ini kontrak kerjaku sudah habis. Dan aku memang tidak berniat untuk memperpanjangnya, walaupun majikanku sangat menyayangiku tapi rasa rinduku kepada Anak perempuan semata wayangku, membuatku ingin segera kembali ke tanah air.Jauh-jauh hari sebelum masa kontrak kerjaku habis, aku sudah menyiapkan surat-surat dari pihak migrasi, aku juga telah memesan tiket pesawat. Semuanya telah siap. Karena bantuan dari anak majikanku semua proses kepulanganku berjalan dengan lancar.Majikan ku dan keluarga besarnya sangat baik padaku, mereka menganggapku seperti keluarganya sendiri. Terlihat kesedihan di raut wajah mereka saat melepasku pulang. Ibu, Bapak serta kedua anakn
Pembalasan TKW yang diselingkuhi#bab2#RhienzJangan lupa follow dan subscribe dulu sebelum membaca ya. Terima kasih"Aisyah!" ucapku bergetar, seolah tak percaya dengan apa yang kulihat.Segera aku menghampirinya, ku peluk erat tubuh kurusnya."Ya-allah Aisyah, kenapa kamu jadi begini, Nak?" Tangisku pecah seketika di pelukan Puteri semata wayangku. Aku tidak ingin Aisyah melihat kelakuan b*jat sang Ayah.Segera kugendong Aisyah menjauh dari Mas Ilham dan wanita sekingkuhannya yang tak kunjung mengenakanan baju, seolah dengan sengaja memamerkan tubuh seksi nya di hadapanku. Membuatku muak dan ingin sekali merajamnya.Ku ajak Aisyah duduk di sofa, wajahnya menunduk malu di pangkuanku. Tak henti-hentinya aku terus mencium Aisyah, setelah sekian lama aku tidak bertemu dengannya. Hari ini saat pertama kali aku melihatnya, sungguh membuatku menyesal telah meninggalkannya selama lima tahun. Seandainya dulu aku tidak meninggalkannya, Aisyah p
Ku dekap tubuh kurus Aisyah, ku singkap rambut gimbal yang menutupi sebagian matanya. Namun Aisyah tetap tidak ber expresi. Suara perut keroncongan terdengar nyaring di telingaku. "Aisyah, kamu lapar, Nak?" Segera aku ambil tas jinjing yang tadi ku taruh di sofa. Aku ingat dengan roti yang kubeli di Bandara tadi. Tiga potong roti ku sodorkan di hadapan Aisyah, namun Aisyah tetap tak bergeming, kini tangan kecilnya meremas di perut. Ku ambil sepotong roti dan kutaruh di telapak tangan kecil Aisyah. "Ayo, Nak. Makan rotinya! Ada coklatnya di dalam. Aisyah suka coklat kan?" ucapku sambil terus membujuk Aisyah untuk makan. Akhirnya Aisyah pun mengagguk, perlahan dia masukan roti itu kedalam mulutnya, tanpa mengunyah Aisyah langsung menelannya. Kurang dari satu menit roti itu telah habis dilahap Aisyah. Ku sodorkan roti yang kedua, kali ini Aisyah mau mengambilnya sendiri. Kayaknya Aisyah benar-benar lapar. Sama seperti roti pertama, roti yang kedua pun Aisyah telan tanpa mengunyah.Hatik
"Ya-allah, Mas! Apa yang akan Mas lakukan?" tanyaku ketakutan.Jantungku berdetak kencang, takut jika Mas Rian berbuat nekat. "Laki-laki kurang ajar itu harus mendapat balasan yang setimpal!""Tapi, Mas, bukan pake cara kekerasan! Kita bisa bicarakan dulu baik-baik. Bagaimanapun saat ini status Mas Ilham masih menjadi suami, Rima," jawabku mendekati Mas Rian yang sedang dibakar emosi."Sudah, Rim. Kamu diam saja! Ini urusan lelaki" sahut Mas Rian tidak memperdulikan ucapanku.Ketakutanku semakin menjadi, saat Mas Rian sibuk mencari kunci motornya.Mas Rian orang yang sangat emosional, amarahnya sulit dikendalikan, jika sedang marah dia bisa berbuat nekat. Teringat kejadian lima belas tahun lalu, saat Almarhum Bapak difitnah oleh temannya, Mas Rian hampir saja menghilangkan nyawa teman Bapak itu.Karena tidak terima bapak di fitnah, Mas Rian menghajar habis-habisan sampai korbannya koma, dan akhirnya Mas Rian berurusan dengan polisi. Untung saja dia hanya di tahan sebentar, karena kel