Share

enam

Sambil menunggu balasan pesan dari Mas Wisnu, aku membuka lemari untuk mengambil berkas-berkas penting yang kupunya. Aku harus memikirkan cara bagaimana mengungkap dan memberi pelajaran yang setimpal pada Mas Haris. Sertifikat rumah ini disimpan bapak, bagaimana bisa Mas Haris mendapatkannya. Benar-benar tidak beres.

Kegiatanku terhenti ketika notifikasi di ponsel berbunyi. [Selamat menikmati menjadi gembel, Nyia. Makanya jadi wanita jangan sok! Sekarang rasakan akibatnya] Bunyi sebuah pesan dari nomor tak dikenal. Kutatap barisan huruf itu kubaca berulang kali. Dari gaya menulisnya, sepertinya aku tahu siapa pengirimnya. Namun, aku memilih abai. Sekali lagi kuteguhkan hati, tak perlu meladeni manusia toxic seperti itu.

Notif baru muncul, pesan dari Mas Wisnu masuk. Aku segera menggeser layar ponsel dan membaca pesannya. [Aku sudah sampai, langsung masuk apa nunggu di luar?]

Gegas kuketik balasan [Tunggu di luar saja, Mas] terkirim dan langsung terbaca. Sedetik kemudian emot jempol masuk. 

Ponsel kembali kuletakan di meja, kemudian bergegas memasukkan beberapa berkas ke tas. 

"Maaf, Mas Rendra, Mbak Anggun. Kalau bisa aku minta waktu sehari lagi. Barang-barang pribadiku belum semua kukemas," ucapku pada lelaki muda tersebut setelah keluar dari kamar.

"Bisa, Bu Tania. Kami juga harus berkemas di rumah lama," sahut lelaki muda tersebut sambil tersenyum.

"Terima kasih untuk pengertiannya, Mas Rendra, Mbak Anggun. Sekarang apa kita bisa keluar? Aku harus pergi."

"Bu, rumah ini sudah sah menjadi milik Mas Rendra. Kalau Ibu mau pergi ya silakan!" Lelaki pemilik kumis tebal itu menyela. Sepertinya dia punya dendam padaku. Heran, sedari tadi bicaranya selalu nyolot.

"Tidak bisa begitu, Pak. Di sini masih banyak barang pribadi dan berharga, jadi aku ndak mau ambil resiko. Satu lagi, Bapak yakin yang difoto itu aku? Karena aku ndak merasa berada di sana. Hati-hati loh, Pak." Setelah mendengar ucapanku, semua orang yang ada di tempat ini saling lempar pandang, setelah itu terdiam. Lalu satu persatu mulai keluar, begitu juga denganku.

Mas Wisnu sudah menunggu di teras. Suami Sinta itu bangkit dari duduknya setelah melihatku keluar. Kami memang sudah terbiasa bersama, karena Sinta sering meminta suaminya untuk menemaniku jika aku butuh teman.

"Ada apa, Nyia?" tanyanya sambil menatapku kemudian beralih pada orang-orang yang baru saja keluar pagar.

"Kita ngobrolnya jangan di sini," ucapku sambil beranjak. Mas Wisnu pun mengikutiku, hingga langkah kami sejajar.

"Pakai mobilmu saja, Mas. Aku malas naik mobil yang sering dipakai Mas Haris."

Suami Sinta itu tak menyahut, dia langsung membuka kunci mobilnya. Mas Wisnu pernah bercerita, jika Sinta itu tak pernah peduli dengannya. Katanya lagi Sinta lebih hapal semuanya tentang Mas Haris ketimbang dirinya. Waktu itu aku hanya menanggapinya dengan tawa dan mengatakan kalau Mas Haris dan Sinta memang sudah dekat sejak kecil. Wajar kalau Sinta tahu segalanya.

"Mau ke mana kita?" tanya Mas Wisnu membuyarkan lamunanku.

"Terserah, Mas. Ada banyak yang ingin kubicarakan, setelah itu tolong antar aku ke rumah Bapak."

"Kalau gitu ke rumah makan lesehan aja ya, dari sana kan lumayan dekat ke rumah Bapak."

"Hem." Hanya itu yang keluar dari bibirku.

Saat ini kami sudah berada di warung lesehan sambil menunggu pesanan datang aku memulai pembicaraan.

"Rumahku sudah dijual Mas Haris, dan wanita difoto itu bukan aku," balasku sambil menunjukkan foto yang tadi dikirim oleh lelaki berjas tadi.

"Susah di deteksi ini, Nyia. Lihatlah dia mirip sekali denganmu," ujarnya setelah mengamati.

"Iya, tapi itu bukan aku."

"Kalau mau membawa ini ke rana hukum, buktinya belum kuat, Nyia. Bagaimana dengan sertifikatnya?"

"Asli, tadi mereka menunjukkan padaku. Padahal sertifikat itu disimpan Bapak."

"Kamu belum cerita ke Bapak tentang masalahmu ini?"

Aku menggeleng. "Delapan hari yang lalu aku baru tahu kalau Mas Haris ingin menikah lagi, baru kemarin dia menalakku, dan sekarang aku baru tahu kalau rumahku dijual! Ini sangat luar biasa kan?"

Mas Wisnu terkekeh. "Dan kamu masih bisa tertawa. Kamu memang hebat, Nyia."

"Itu karena air mataku sudah habis, dan aku baru sadar jika tak ada untungnya menangisinya."

"Keren, keren ...."

"Aku mau minta tolong, bagaimanapun caranya, aku ingin Mas Haris mempertangungjawabkan perbuatannya."

"Nanti lah, aku konsultasi sama temanku yang pengacara. Setelah ini lebih baik kamu cerita sama Bapak. Tak baik menyembunyikan masalah dari orang tua."

"Iya. Nanti anterin, ya."

Lagi-lagi lelaki itu terkekeh mendengar ucapanku. "Mas, kamu juga hebat, bisa bertahan dengan Sinta," ucapku tiba-tiba.

Kami memang dekat, tapi baru kali ini aku keceplosan, membahas tentang rumah tangga.

"Mau bagaimana lagi, Nyia. Memang udah bagian hidupku. Biar begitu, Sinta itu sayang sama aku, Nyia. Dia bahkan sering menyuruhku nikah lagi." Tawanya pecah setelah mengucapkannya.

"Kamu serius?" Mataku membola mendengar ucapannya.

 

Mas Wisnu mengangguk. Sekilas tercipta senyum getir di bibirnya yang kecoklatan, khas lelaki penyuka rokok.

"Ya udah, nikah lagi aja," kelakarku. Menurutku ini benar-benar lucu, jadi benar Sinta ingin mempunyai madu?

"Kayak gak tahu Sinta saja, dia yang melempar batu, dia juga yang merasa tersakiti. Sinta itu sebenarnya sakit, Nyia. Dia terlalu terobsesi pada Haris," lirihnya. 

Kali ini aku tak seterkejut tadi, sebenarnya sudah lama aku merasa jika Sinta menyukai Mas Haris. Namun, aku berpikir itu hanya sebatas saudara sepupu. 

"Lalu mengapa dia menginginkan Mas Haris menikah lagi?"

"Dia tak ingin melihat wanita lain bahagia dengan Haris."

"Dan kamu masih bisa bertahan dengannya setelah mengetahui semuanya? Ruar biasa!"

"Aku punya hutang budi padanya, Nyia." Mas Wisnu menghela napas di akhir kalimatnya. 

Kini aku tahu mengapa Mas Wisnu mampu bertahan. Ternyata dia telah terikat dengan yang namanya balas budi. Setelah itu suasana menjadi hening, kami sibuk dengan pikiran masing-masing. 

"Mas, aku ada ide—" Belum selesai aku bicara seorang karyawan datang membawa pesanan kami. Ah, apa mungkin Allah tak mengizinkan rencanaku.

Komen (3)
goodnovel comment avatar
Tista Yudhariani
sama aja ternyata
goodnovel comment avatar
Maura Kayan
ternyata penghianat
goodnovel comment avatar
Sarti Patimuan
Ternyata Sinta menyukai Haris
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status