"Menikah denganku atau aku pecat kamu sekarang juga!"
Kiara tersentak, ia merasa seluruh persendiannya hampir copot. Wajah Kevin Dirgantara Utama, bosnya terlihat sangat mengerikan saat ini. Ia merasa oksigen di ruangan itu menipis hingga napasnya terasa sesak.
"Me-menikah? Tapi, apa tidak ada cara lain untuk menebus kesalahan saya, Pak?" tanya Kiara gugup.
Brak!
Jantung Kiara benar-benar hampir copot karena Kevin menggebrak mejanya dengan keras. Rasanya ia ingin menghilang saja dari ruangan itu.
"Kamu pikir kamu itu siapa, hah?! KAMU BERADA DALAM POSISI SALAH, KIARA!" teriak Kevin.
"Sa-saya ikhlas, jika harus potong dari gaji saya, Pak. Tapi, jangan menikah dengan anda," ujar Kiara lirih sambil meremas ujung blouse yang ia kenakan.
Kevin mencondongkan tubuhnya hingga wajahnya hanya berjarak lima centi saja dari wajah Kiara. Matanya memicing tajam menatap Kiara seolah ingin menelan Kiara bulat- bulat.
"Kamu tau berapa kerugian yang saya derita akibat kecerobohanmu?! Lima ratus juta rupiah, Kiara!" teriak Kevin tepat di wajah Kiara membuat gadis cantik itu memejamkan matanya.
"Kamu pikir kamu bisa mengembalikan uang sebanyak itu kepadaku dengan cara memotong gajimu? Apa kamu lupa bahwa kamu masih mempunyai hutang lima puluh juta untuk biaya operasi ibumu? Itu saja sampai hari ini belum lunas, lalu kau bilang akan membayar kerugian lima ratus juta?! Jangan mimpi!"
Kiara mulai menangis tersedu, ia menyesal mengapa ia begitu ceroboh sehingga membawa berkas presentasi yang salah.
"Dengan menangis seperti itu , kamu pikir aku bisa luluh? Bangun, Kiara! Lima ratus juta untuk gadis miskin seperti dirimu itu cukup banyak. Mungkin seumur hidup kamu bekerja pun tidak akan bisa terkumpul."
Tangan Kiara terkepal seketika mendengar hinaan yang terlontar dari mulut Kevin. Beberapa bulan bekerja sebagai sekretaris pribadi Kevin, Kiara cukup mengenal watak Kevin yang angkuh, sombong, kasar dan sangat menyebalkan itu. Tetapi, ucapannya kali ini terasa menggores sisi hati yang paling dalam.
Jika tidak memikirkan jasa Kevin kepadanya beberapa bulan lalu, ingin rasanya Kiara melempar vas bunga yang ada di meja ke wajah Kevin. Tetapi, apa daya, gadis bertubuh mungil itu mempunyai hutang nyawa kepada Kevin.
Ibu Kiara mengalami serangan jantung saat ayah Kiara meninggal dunia. Ia harus dioperasi, Kiara yang waktu itu baru bekerja di perusahaan milik Kevin memberanikan diri untuk meminjam uang demi menyelamatkan nyawa sang ibu.
Kevin memang memberi pinjaman yang dibayar dengan memotong dari uang gajinya, tetapi sejak saat itu Kevin selalu saja memperlakukan Kiara dengan menyebalkan. Ada saja tugas yang harus ia kerjakan. Bahkan, terkadang Kiara harus melakukan pekerjaan di luar jam kerjanya.
Perlakuan Kevin kepadanya makin semena-mena karena ternyata ibu Kiara mengalami koma pasca operasi. Tentu saja, biaya rumah sakit semakin mahal. Lagi- lagi, Kevin datang sebagai malaikat penolong. Setiap bulan ia membayar biaya rumah sakit ibunda Kiara. Dengan begitu ia pun makin leluasa menjajah Kiara.
"Jadi, bagaimana? Jangan kebanyakan berpikir, kalau kau mau menjadi istriku, kamu nggak perlu bekerja lagi, setiap bulan aku akan membayar biaya pengobatan ibumu. Ah, satu lagi, hutangmu aku anggap lunas semuanya," kata Kevin.
"Jika aku tidak mau?"
"Pilihannya hanya dua Kiara, kamu akan aku pecat dan dalam waktu seminggu kamu harus mengembalikan uang yang sudah kamu pakai. Atau jika kamu tidak bisa bayar, aku akan menjebloskan kamu ke penjara."
"Hutang itu bersifat perdata, mana bisa dipidanakan!"
"Oh, ya memang. Tapi,tindakan cerobohmu yang menyebabkan aku rugi lima ratus juta itu bisa aku pidanakan. Kelalaian dalam bekerja yang mengakibatkan perusahaan mengalami kerugian."
"Tapi ...."
"Tapi apa?" tanya Kevin sambil menaikkan kedua alis matanya.
Kiara terdiam, saat ini ia memang tidak bisa melakukan hal lain. Tapi, menjadi istri lelaki menyebalkan seperti Kevin? Kiara rasanya tidak sanggup membayangkan.
"Kamu mau ibumu meninggal dunia karena kamu tidak bisa membayar biayanya?"
Kali ini, Kiara melihat ada seringai licik di wajah Kevin.
"Aku beri waktu satu jam untuk berpikir, sekarang kamu keluar dari ruanganku!"
Kiara pun hanya menuruti perintah Kevin, ia melangkah keluar dengan wajah menunduk dan kembali ke mejanya yang terletak di depan pintu ruangan pribadi Kevin. Kiara duduk dan langsung menangis sambil menelungkupkan wajahnya di atas meja kerjanya.
Rasanya sakit sekali menerima penghinaan dari bosnya itu. Tetapi, apa mau dikata,saat ini Kiara tidak memiliki pilihan lain yang jauh lebih baik. Jika ia sampai dipecat, harus ke mana mencari pinjaman uang? Bagaimana jika ia masuk penjara, siapa yang akan mengurus ibunya?
Hidup terasa begitu berat bagi Kiara, kenapa semua ini harus terjadi kepadanya?
Sementara itu, Kevin hanya duduk dengan santai di dalam ruangan kerjanya. Sebenarnya, nominal lima ratus juta bagi Kevin tidak seberapa. Ia juga tidak terlalu mengincar tender yang pagi tadi gagal akibat kecerobohan Kiara.
Tetapi, memang ia sengaja menekan Kiara. Sudah beberapa bulan Kevin menunggu kesempatan untuk bisa menekan gadis polos yang selalu murung itu. Sudah lama Kevin mencari wanita yang bisa ia jadikan istri.
Bukan istri dalam arti yang sesungguhnya. Tapi, istri di atas kertas, agar ibunya berhenti menyuruh menikah dan meminta cucu. Kevin tidak mau juga sembarangan membayar orang. Ia harus benar-benar mengenal orang yang akan ia nikahi.
Saat pertama kali Kiara datang melamar pekerjaan, entah mengapa Kevin merasa bahwa Kiara adalah gadis yang pantas untuk menjadi istri bayarannya. Secara kebetulan, gadis itu mengajukan pinjaman untuk biaya operasi ibunya. Bagi Kevin itu adalah kesempatan untuk memanfaatkan Kiara.
"Kamu tidak ada pilihan lain selain menerima tawaranku, Kiara," kata Kevin bermonolog sambil melihat ke laptopnya. Dia sangat yakin Kiara akan menerima karena sebelumnya Kevin sudah menyuruh orang untuk menyelidiki asal usul Kiara.
Dari orang suruhannya, Kevin tau jika Kiara tidak mempunyai saudara. Orangtua Kiara menikah dulu tanpa restu. Kakek dan Nenek Kiara sudah membuang Ibu Kiara karena menikah dengan ayah Kiara. Mereka tinggal di luar kota. Kiara juga tidak pernah mengenal kakek dan neneknya. Sedangkan ayah Kiara yatim piatu. Sejak kecil ia tinggal di panti asuhan.
Tok! Tok! Tok!
"Masuk!" seru Kevin. Dan tak lama kemudian pintu ruangannya terbuka. Kevin menatap Kiara yang melangkah dengan wajah sendu dan mata yang sembab oleh air mata.
"Wah, belum satu jam kamu sudah mendapat keputusan? Sudah tau keputusan apa yang akan kamu ambil?" tanya Kevin dengan santai.
Kiara mengangkat wajahnya menatap Kevin lalu menganggukkan kepalanya perlahan.
"Iya, Pak. Saya sudah tau keputusan apa yang akan saya ambil," jawab Kiara lirih.
Kevin hanya tersenyum, ia begitu menikmati wajah polos dan ketakutan Kiara."Bagaimana, Kiara, apa keputusanmu?" tanya Kevin. Kiara menarik napas perlahan lalu mengembuskannya, "Sa-saya bersedia menjadi istri anda, dengan catatan anda benar-benar akan membantu biaya pengobatan ibu," jawab Kiara lirih. Tawa Kevin meledak seketika, "Kamu tidak perlu khawatir akan hal itu. Aku akan tetap membantu biaya pengobatan ibumu, bahkan semua hutangmu aku anggap lunas. Bukan hanya itu, kamu tidak perlu bekerja lagi. Tugasmu hanya mengikuti segala perintahku dan jangan coba-coba untuk membantah.""Baik,Pak,saya akan mematuhi segala perintah anda," jawab Kiara pasrah. Kevin tak menjawab, ia memperhatikan Kiara dari kepala hingga ujung kaki. Gadis berusia 26 tahun itu tidak jelek, tetapi semua yang melekat di tubuhnya jauh dari kata berkelas. Namun, Kevin memaklumi hal itu, gaji Kiara sebagian ia gunakan membayar huta
Kiara tersentak kaget saat ia melihat jam dinding yang sudah menunjukkan pukul setengah enam sore. Gadis itu panik dan segera melangkah ke kamar mandi. Kiara tak sempat lagi memakai make up berlama-lama. Kiara akhirnya hanya memakai make up tipis dan lipstik berwarna nude senada dengan gaun yang ia kenakan. Tepat ketika Kiara selesai mengenakan sepatu, terdengar bunyi klakson di depan rumahnya. Gadia itu pun bergegas menyambar tas tangannya dan berjalan keluar. Kevin sudah menunggu dengan wajah dinginnya di atas mobil."Saya sudah bilang dandan yang cantik, kenapa hanya seperti ini?" tanya Kevin."Bapak hanya menyuruh saya berdandan cantik tapi tidak menyebutkan jika saya harus berdandan seperti habis dari salon." Kevin hanya mendengus kesal, untung saja Kiara memiliki wajah yang cantik sehingga hanya memakai make up tipis pun ia sudah terlihat cantik."Kamu pasti terburu-buru tadi, jawab!
Setelah makan malam, Kevin langsung mengantarkan Kiara pulang. Sementara Mamanya pulang bersama Nancy. "Boleh antar aku ke rumah sakit saja? Malam ini aku ingin menjaga ibuku," ujar Kiara. Kevin tidak menjawab, tetapi ia langsung mengantarkan Kiara ke rumah sakit tempat di mana ibu Kiara di rawat. "Kamu tidak membawa pakaian ganti, bagaimana kamu bisa tidur nanti?" tanya Kevin. "Kebetulan aku selalu menyimpan pakaian ganti di kamar rawat ibu. Biasanya sepulang kantor aku sering menjaga ibu dan berangkat ke kantor dari rumah sakit," jawab Kiara. "Jangan pernah mematikan ponselmu." Setelah mengantarkan Kiara dan menambahkan pesan itu dan ini, Kevin pun segera pulang. Sementara Kiara langsung menuju kamar tempat sang ibu dirawat. Karena kebaikan hati Kevin waktu itu, ibu Kiara bisa mendapatkan fasilitas ruang VIP. Di satu sisi Kiara merasa sena
Kiara terbangun saat mendengar ketukan di pintu kamar, ia bergegas membuka pintu."Selamat pagi, Mbak Kiara." Kiara tersenyum melihat kedatangan dokter dan perawat. Setiap pagi memang selalu ada dokter yang mengunjungi dan memeriksa kondisi ibu Kiara. Tetapi , yang membuat Kiara terbelalak adalah seseorang yang berjalan di belakang dokter dan perawat. Sosok yang selama 24 jam terakhir ini amat sangat meresahkan. Kiara berusaha untuk menjauh dari Kevin yang menatapnya dengan tajam seolah berkata,tunggu jika dokter dan perawat sudah keluar dari ruangan ini."Bagaimana kondisi ibu saya, dok? Apakah tidak ada perkembangan yang baik?" tanya Kiara."Kondisinya stabil, Mbak Kiara. Tapi,kami tidak bisa memastikan kapan ibu anda bisa sadar kembali. Seperti yang pernah kami katakan, sebaiknya sering-sering diajak bicara ya.""Baik,dokter. Terima kasih banyak,
"Semalam kamu makan sedikit sampai mama saya yang berkali- kali menyendokkan lauk untuk kamu," kata Kevin."Oh, itu ... Ya saya harus jaga image dong,Mas. Nggak lucu kan kalau mama anda nggak setuju sama saya hanya gara-gara saya makan kayak kuli. Kalau sampai batal saya harus ganti rugi." Mendengar jawaban Kiara, Kevin tanpa ragu menjewer kuping gadis itu."Nggak ada akhlak!" makinya."Anda yang nggak punya akhlak! Jewer kuping orang sembarangan," jawab Kiara dengan kesal sambil memegangi kupingnya yang terasa panas. Kevin tak peduli dengan Kiara yang meringis, ia pun segera menarik tangan gadis itu dan mengajaknya bergegas."Kamu boleh memilih gaun pengantin yang kamu mau nanti di sana. Butik itu adalah butik langganan mamaku. Yang datang ke sana artis-artis dan juga istri-istri pejabat. Mamaku mau calon menantunya tampil cantik." Kiara tak menyahuti ucapan Kevin, ia
"Mamamu baik-baik saja, kan?" tanya Lestari. Kevin mengangguk."Mamaku baik-baik saja, Tante. Tapi,ibu Kiara ... Kami pergi dulu," tukas Kevin sambil bergegas menarik tangan Kiara untuk segera ikut bersamanya. Mendengar ibunya disebut,Kiara pun tampak panik. Ia begitu ketakutan, bagaimana jika terjadi sesuatu dengan sang ibu."Ibu kenapa, Mas?" tanya Kiara saat mereka sudah berada di dalam mobil.Ia merasa panik dan cemas, ia takut jika terjadi sesuatu pada sang ibu."Tidak usah banyak bicara dan banyak bertanya. Kamu bisa lihat sendiri nanti jika kita sudah sampai ke rumah sakit," jawab Kevin. Kiara hanya mencebikkan bibirnya dengan kesal. Namun, ia tidak membantah lagi dan hanya diam selama perjalanan. Saat mereka sampai di rumah sakit, Kiara bergegas menuju ke kemar sang ibu. Alangkah lega hatinya saat ia melihat Khairani, sang ibu sedang berbaring dan diperiksa oleh dokter dengan mata terbuka.
Kevin benar- benar membuktikan ucapannya. Pagi- pagi sekali sebuah mobil pick up sudah berhenti di depan rumah Kiara. Kiara terbelalak saat melihat sofa baru di atas mobil itu."Ini sofa siapa, Pak?" tanyanya pada supir dan beberapa orang yang ada di mobil itu.""Ini rumah Mbak Kiara, kan? Kami diminta pak Kevin untuk mendekor ulang rumah Mbak Kiara. Katanya besok ada acara lamaran, kan? Oya, saya Yusuf, Mbak." Baru saja Kiara hendak menelepon Kevin , ponselnya sudah berbunyi nyaring. Dengan wajah di tekuk Kiara langsung mengangkat teleponnya."Pak Yusuf itu pemilik toko Furniture. Dia dan anak buahnya akan mengganti sofa usang di rumahmu. Juga beberapa barang di rumahmu yang sudah jadul alias ketinggalan jaman. Lalu, nanti akan ada yang datang untuk mengganti gorden rumahmu dengan yang lebih bagus. Tidak usah memasak, kau urus saja ibumu dengan baik, aku sudah mengirim makanan sehat untuk kalian."  
Kevin menatap wanita di hadapannya dengan tatapan mata tajam, dia adalah sekretaris baru yang dibawa oleh Nancy untuk menggantikan posisi Kiara."Ini, Bu Nancy?" tanya Kevin. Di depan para pegawainya Kevin memang selalu memanggil Ibu kepada Nancy. Supaya lebih formal dan juga tidak ada orang yang mengambil keuntungan jika tau bahwa Nancy adalah tantenya."Namanya Anita, Pak Kevin. Dia sudah berpengalaman dalam bekerja.""Tiga bulan percobaan, tidak lolos menurut saya berikan pesangon dan cari yang baru. Saya harus pergi sekarang, tolong ajari dia, Bu." Tanpa menunggu jawaban, Kevin segera melangkah pergi. Hal itu membuat Nancy harus mengelus dada mencoba bersabar. Meskipun ia ingin menelan Kevin bulat-bulat. Kevin segera melangkah menuju tempat parkir, ia harus mengambil pakaian di butik untuk dikenakan Khairani dan juga Kiara. Ia tidak mau jika Aulia be