Beranda / Pendekar / PENDEKAR LEMBAH HANTU / Rahasia Makam Kuno 1

Share

Rahasia Makam Kuno 1

Penulis: Freya
last update Terakhir Diperbarui: 2024-11-16 16:49:32

Ruangan di sebelah kamar Hasta adalah tempat penyimpanan obat dan bahan-bahan obat. Gembong membuka pintu ruang penyimpanan bahan obat, situasi di dalam gudang begitu gelap. Dia mengambil lampu sentir yang tergantung di dinding lalu masuk dan memeriksa di dalamnya.

Terdengar bunyi mencicit dan bunyi benda yang saling berbenturan di belakang lemari.

"Cit cit cit! Glodak glodak glodak!"

Gembong mendekati lemari, beberapa tikus bermunculan dari bawah lemari penyimpanan bahan obat, disusul dengan seekor kucing yang melompat dari atas lemari. Saat melompat, kucing itu menyenggol tangan Gembong yang sedang memegang sentir.

"Sialan, tikus tikus !"

Tikus-tikus berlarian dari balik lemari. Gembong yang tampak sangar dan perkasa ternyata takut dengan tikus. Karena terjangan kucing, lampu sentir yang dibawa Gembong terjatuh dan minyak kelapa bahan bakar lampu sentir tumpah ke lantai.

Minyak yang terkena api langsung terbakar merembet ke tumpukan kayu, akar kering dan rak yang diatasnya terdapat nyiru yang digunakan untuk menjemur daun-daun bahan jamu. Gudang bahan jamu perlahan mulai terbakar.

Gembong terkejut ketika menyadari api dari lampu sentir telah membakar beberapa daun kering. Api juga mulai menyambar daun Kayu Putih kering yang teronggok di sudut gudang. Daun Kayu Putih langsung terbakar menyambar akar kering yang teronggok di sebelahnya.

"Celaka gudang obat terbakar!"

Dia bergegas mencari Hasta yang sedang berbaring di ranjangnya.

"Kangmas Hasta...cepat pergi! Gudang obat terbakar!"

Hasta terkejut dan spontan membentak Gembong

"Bodoh, aku tidak pernah menyuruhmu membakar gudang obat kenapa gudangnya bisa terbakar?!"

Gembong seketika salah tingkah, dia malu mengakui dirinya yang phobia terhadap tikus. Maka diapun berusaha mencari alasan.

"Eeehm...maksudku tadi seekor kucing menabrakku. Aku terkejut dan tanpa sengaja lampu sentir yang kubawa jatuh."

"Ah, kamu itu sudah mengacaukan rencanaku. Kita ke pondok Mpu Waringin mengambil kitab Sang Hyang Agni."

"Tapi bagaimana dengan ruang obat itu?"tanya Gembong.

"Sudah biar murid-murid lain yang memadamkannya!"tukas Hasta.

Gembong keluar kamar sambil memapah Hasta, sementara api dari tempat penyimpanan bahan obat sudah merembet ke kamar tempat Hasta dirawat.

Tanpa diketahui Hasta dan Gembong, di ruang obat Badra terjebak dalam kobaran api. Ternyata Badra bersembunyi di belakang lemari. Lampu sentir yang dibawa Gembong jatuh di depan lemari tempat Badra bersembunyi.

Badra tak berani keluar dari tempat persembunyiannya, dia menunggu Hasta dan Gembong keluar dari ruangan. Namun hal itu justru membuatnya berada dalam bahaya.

Api mulai membesar, setelah yakin Hasta dan Gembong pergi, Badhra segera keluar ruangan. Saat mencoba keluar, api yang semula besarannya tidak seberapa menyambar guci tempat menyimpan alkohol. Api mendadak membesar membumbung tinggi.

"Wwuuush!"

Badra berusaha melompati api yang mulai membesar. Tapi naas bagi Badra, api yang membumbung tinggi menyambar kayu penyangga genteng .

"Kraaaak...bruuuk!"

Kayu yang menyala-nyala menimpa Badra.

"Aaarrrgh!"

Badra kesakitan ketika api menyambar kulit wajah dan sebagian tubuhnya. Akhirnya dengan susah payah Badra bisa mencapai pintu keluar lalu lari keluar.

"Kebakaran...kebakaran...kebakaran!"seru Badra.

Dia berlari ke sumur, menimba air,lalu memasukannya ke ember yang biasa dipakai untuk latihan dan memikulnya ke ruang obat. Tanpa takut Badra mendekati ruangan dan mulai memadamkan api.

Mendengar teriakan Badra, para murid padepokan berdatangan menuju ruang obat. Mereka membawa ember-ember berisi air untuk memadamkan api yang berkobar.

Beruntung api tidak sempat merambat ke ruangan lain. Akhirnya apipun dapat segera dipadamkan. Badra menghela nafas lega, tiba-tiba tubuhnya terasa lemas, Badra jatuh pingsan.

"Badra...Badra!"para murid berteriak berusaha menyadarkan Badra.

"Lihat wajahnya terkena luka bakar yang parah!"

Setelah api padam orang-orang baru menyadari bahwa Badra mengalami luka bakar di wajah dan beberapa bagian tubuhnya yang cukup parah. Orang-orang di padepokan menganggap Badra sebagai pahlawan. Tapi tidak bagi Hasta dan Gembong.

Di malam hari Hasta dan Gembong mulai membicarakan kejadian tadi siang.

"Badra orang pertama yang mengetahui kebakaran itu. Tubuhnya terkena luka bakar yang lumayan parah. Aku curiga dia bersembunyi di ruang obat menguping pembicaraan kita. Ketika kamu menjatuhkan lampu sentir, Badra terperangkap di dalamnya,"Hasta membuka pembicaraan.

"Aku juga menduga begitu, berarti dia tahu semua rahasia kita. Kangmas Hasta, kita terpaksa membunuhnya agar dia tidak membocorkan rahasia kita."

"Dimana dia sekarang?"tanya Hasta

"Karena ruang obat terbakar, dia dirawat di pondok Paman Mudra."

Hasta mendengus kesal

"Berarti dia dibawah pengawasan Paman Mudra. Bisa jadi saat ini Paman Mudra juga mengetahui rahasia kita."

"Kalau begitu kita harus membunuh mereka berdua malam ini juga,"ujar Hasta.

Tanpa membuang waktu, lewat tengah malam mereka mendatangi pondok Paman Mudra. Namun mereka hanya mendapati pondok yang gelap dan kosong. Paman Mudra dan Badra sudah pergi meninggalkan padepokan.

"Kurang ajar mereka berdua kabur!"Hasta menghentakan kakinya dengan kesal.

"Sudahlah Kangmas Hasta, mereka tidak terlalu penting bagi kita."

"Tidak penting bagaimana? Mereka berdua mengetahui rahasia kita,"tukas Hasta dengan panik.

"Jangan kuatir Kangmas, jika Badra berceritapun tidak ada yang percaya. Sebaiknya kita pergi dari sini secepatnya. Lalu kita beri para sesepuh padepokan Sekar Jagad sejumlah uang dengan alasan sumbangan perbaikan ruang obat. Dengan demikian mereka tidak akan mencurigaimu,"usul Gembong.

Hasta tampak berpikir, sejurus kemudian dia tertawa

"Ha ha ha ha bagus bagus. Ternyata kalau untuk urusan tipu-tipu kamu jagoannya. Besok kita segera pergi dari sini. Aku sudah tidak sabar lagi mempelajari kitab Sang Hyang Agni."

Gembong tampak gembira dipuji Hasta yqng memang jarang memuji orang.

*****

Sementara itu di Lembah Hantu kondisi Rangga sudah mulai membaik. Luka dalamnya sudah mulai sembuh.

Pagi itu dia duduk menemani Mbah Janti di dapur memasak. Sambil menyiangi sayuran Mbah Janti bertanya

"Ngger, jurus apa saja yang sudah diajarkan Kancil Tua itu?"

Rangga tampak kebingungan

"Saya baru dua hari di situ jadi saya belum belajar banyak. Saya tidak berbakat belajar silat Mbah. Tubuh saya terlalu lemah, kecapekan sedikit pingsan. Sebenarnya saya lebih suka belajar ilmu pengobatan."

"Ah, laki-laki macam apa kamu ini. Posturmu bagus sayang kalau tidak digunakan belajar silat. Besok aku mau mengajarimu beberapa jurus biar kamu tidak dijahili orang-orang jahat."

Rangga tak enak hati menolak karena Mbah Janti tampak bersemangat ingin mengajarinya silat. Tiba-tiba Rangga teringat sesuatu.

"Mbah, saya ingin tahu lebih banyak tentang rahasia kitab Sang Hyang Agni. Saat saya masih sakit Simbah pernah bilang mau menunjukan rahasia kitab itu."

Mbah Janti tertegun mendengar permintaan Rangga.

"Kamu masih ingin tahu?"

Rangga mengangguk menatap Mbah Janti penuh harap.

"Nanti malam ikut aku, akan kuperlihatkan sesuatu."

*****

Malam sudah semakin larut, Mbah Janti mengajak Rangga keluar rumah.

"Mbah, mau kemana kita?"tanya Rangga.

"Bulan Desta di hari Anggoro Kasih, pernah terjadi pertarungan antar pendekar memperebutkan Kitab Sang Hyang Agni pada masa pemerintahan Prabu Jayabaya. Pertarungan itu terulang lagi di sini duapuluh tahun yang lalu. Ah, tempat ini memang tempat yang terkutuk,"gerutu Mbah Janti.

Saat itu mereka sudah tiba di lorong bambu Ori menuju komplek kuburan. Rangga mulai diserang rasa takut.

"Mbah ini kan komplek kuburan, masa kita mau kesini malam-malam? Serem Mbah."

Mbah Janti tidak menjawab, dia terus berjalan melewati gundukan tanah dan batu penanda kuburan menuju sebuah bukit kecil di dekat makam. Ada tempat duduk dari batu besar di situ.

"Rangga, kamu duduk di sini!"perintah Mbah Janti.

Rangga duduk di atas batu dengan ragu-ragu.

"Mbah, kita ini mau ngapain?"

Mbah Janti tak menjawab, dia hanya berkata

"Sekarang pejamkan matamu, jangan membuka mata kalau aku belum menyuruhmu!"

Rangga menutup mata, kemudian terdengar Mbah Janti membaca mantera lalu mengusapkan tangannya ke mata Rangga.

Sekarang buka matamu!"

Samar-samar Rangga mendengar suara teriakan pertarungan dan denting senjata. Rangga segera membuka matanya dan seketika itu juga dia terkejut sehingga hampir jatuh terguling dari batu.

"Mbah...apa itu?!"

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • PENDEKAR LEMBAH HANTU   Bab 130 Perjumpaan dengan Ra Tanca

    Rangga hanya bisa menatap pisau bedah yang bergerak tak beraturan tanpa berani menyentuhnya. Beberapa saat kemudian, pisau bedah itu berhenti bergerak. Dengan hati-hati Rangga mencoba menyentuh pisau itu. Ternyata tak ada reaksi dari pisau bedah itu, Rangga bernafas lega lalu memasukan pisau bedah ke dalam peti, setelah itu tidak ada suara lagi dari dalam peti.Rangga kembali ke tikarnya dan kembali berbaring lalu memejamkan matanya mencoba tidur kembali. Saat akan terlelap antara terjaga dan tidak, Rangga melihat asap keluar dari dalam peti. Asap itu makin lama makin tebal membentuk satu sosok. Kemudian asap mulai menipis dan sosok itu makin terlihat jelas. Rangga melihat seorang laki-laki berpakaian serba putih berdiri di depan peti.Sontak Rangga langsung terjagaPisau bedah itu mulai menampakan penghuninya, pikir Rangga.Laki-laki itu menyapa Rangga"Anakku, ternyata kamu sekarang sudah besar. Aku senang melihatmu menjadi seorang tabib yang mumpuni."Rangga terkejut, barulah dia.m

  • PENDEKAR LEMBAH HANTU   Bab 129 Jarum Beracun

    "Tapi saya bukanlah tabib, tolong kembalikan pisau itu pada saya. Pisau itu milik bapak kandung saya yang tidak pernah saya temui sejak lahir. Dengan pisau itu saya ingin mencari keberadaan bapak saya dan berharap bisa bertemu dengannya. Jadi saya mohon, kembalikan pisau bedah itu,"Rangga berlutut memohon pada Sumana dengan wajah memelas. Sumana mulai ragu, di satu sisi dia kasihan dengan Rangga tapi di sisi lain, dia bisa merasakan energi buruk yang ada di dalam taji bedah itu begitu kuat. Melihat Sumana yang masih meragu, Rangga membujuk lagi "Saya berjanji, nanti jika saya sudah bertemu Bapak, saya akan melarungnya ke laut." Sumana berpikir sejenak kemudian dia menghela nafas panjang. "Aah...baiklah jika kamu berjanji mau melarungnya di laut setelah bertemu bapakmu, ambilah,"Sumana mengulurkan pisau bedah pada Rangga. Rangga bernafas lega, buru-buru dia mengambil pisau bedah itu lalu menyimpannya di lipatan setagennya. "Resi Sumana, saya harus segera pergi mencari Saras. Has

  • PENDEKAR LEMBAH HANTU   bab 128 Sumana

    Usai menggulung pengejarnya dengan air laut dan menghempaskan mereka ke laut yang sedang bergelora, Rangga dengan ilmu Bayu Sumilir kabur dari pantai. Namun perewangan mereka tak tinggal diam. Mereka dengan gesit masuk ke laut yang ombaknya sedang menggelora. Ketiga prajurit itu berhasil diselamatkan dari amukan Laut Selatan. Mereka lalu berusaha menyusul Rangga yang berlari ke arah gerbang rahasia menuju Laut Kidul. "Jangan biarkan dia lolos!"seru salah satu dari prajurit itu Rangga terus berlari sambil sesekali menoleh ke belakang. Saat menoleh lagi, dia melihat para pengejarnya sudah semakin dekat. "Sial, kenapa mereka cepat sekali menyusulku?"gumam Rangga. Akhirnya Rangga berhasil mencapai pintu gerbang. Rangga menoleh me belakang. Saat itu diihatnya ke tiga prajurit dan perewangannya sudah dicegat oleh beberapa pasukan Laut Kidul yang entah darimana datangnya tiba-tiba saja sudah berada di situ. Ketiga prajurit bersama perewangannya tampak panik dan ketakutan. Barul

  • PENDEKAR LEMBAH HANTU   Bab 127 Alam Gaib Laut Selatan

    "Aku hanya ingin membantu tugas ibu melihat situasi di sekitarku. Hanya aku yang dianggap mampu karena kakak perempuanku calon pengganti Bhre Pajang sakit sakitan." "Ah sudahlah Rangga, kamu tidak pantas mendapatkan dia. Jangan ganggu kami, setelah ini dia akan jadi milikku,"tukas Hasta. Hasta memberi tanda pada pasukannya untuk menyerang Rangga. Langsung para prajurit itu menyerang Rangga tanpa ampun. Sementara Rangga harus menghadapi orang-orang itu, Hasta sudah pergi dengan membawa Saraswati sebagai tawanan meninggalkan Rangga yang dikepung anak buahnya. Rangga yang sudah murka tak bisa lagi mengendalikan energi Sang Hyang Agni di tubuhnya. Dia merasakan aliran energi panas dari kepalanya turun ke tangan. "Hiyaaa...!" Dari telapak tangan Rangga muncul bola api biru menyala-nyala. Rangga melempar bola.api ke arah prajurit Rangga dan saat itu juga beberapa prajurit Hasta yang terkena api langsung roboh terbakar. Namun ada tiga orang prajurit yang sepertinya kebal api. Berka

  • PENDEKAR LEMBAH HANTU   Bab 126 Sandera

    Malam itu Rangga tidak bisa tidur karena saat ini tubuhnya terasa meriang panas dingin silih berganti mengjampiri dirinya. Dia meraba kalung Batu Tujuh Cakra di lehernya, barulah dia ingat, sudah lama dia tidak merawat kalung itu dan menjemurnya di bawah sinar bulan untuk membersihkan energi buruk yang melekat. Daripada tidak bisa tidur lebih baik menunggu jemuran kalung, pikir Rangga. Dia bangun dari tidurnya lalu berjalan keluar. Tiba-tiba dia teringat dengan lempeng baja yang dibungkus dengan kulit kerbau. Saraswati menyimpan lempeng baja itu di sudut ruangan goa. Dia mengambil bungkusan lempeng tembaga lalu keluar goa, duduk di tepi api unggun. Ada tiga lempeng tembaga di dalam bungkusan. Diambilnya lempengan-lempengan tembaga itu lalu mulai membacanya. Rangga mulai mempelajari petunjuk yang ada di lempeng tembaga itu. Di lempeng pertama tertulis perintah bahwa latihan ilmu Sang Hyang Tirta harus dilakukan di dekat air yang mengalir membasahi tubuh untuk memudahkan mengambi

  • PENDEKAR LEMBAH HANTU   bab 125 Ruang Rahasia

    Semua orang terkejut, wajah dan tubuh orang yang baru datang itu tampak bengep seperti habis dipukuli. Ternyata orang itu adalah tetangga mereka juga yang sama-sama berjualan makanan di pasar. Jiwo tertegun melihat kondisi orang itu. Apa yang dikatakan Saloka benar adanya, aku punya khodam pendamping yang tidak hanya sebagai penunjuk jalan tetapi juga membantuku menyelesaikan urusanku, pikir Jiwo. Setelah itu, orang-orang mulai meminta Jiwo untuk memberikan pengobatan, mencari pusaka dan benda yang hilang bahkan meramal nasib. ****** Pagi itu, Rangga berenang di air terjun. Saat di dekat gerojokan air terjun, Rangga melihat ada sebuah lorong di belakang air terjun. Letaknya tersamarkan karena tertutup oleh tumbuh-tumbuhan di sekitar tebing air terjun. Penasaran dengan lorong itu, Rangga berenang lebih dekat lagi, lalu mulai meneliti area di belakang air terjun. Lorong itu cukup untuk dilalui satu orang. Rangga masuk ke dalam lorong dan penelusurannya berakhir di sebuah rua

  • PENDEKAR LEMBAH HANTU   bab 124 Mata Ke Tiga

    "Sebagai pengganti matamu yang telah kami ambil, aku akan menggantinya dengan penglihatan mata ketiga,"ujar Saloka."Maksudmu aku diberi mata baru? Lalu mata siapa yang akan kalian gunakan sebagai pengganti?"tanya Jiwo keheranan.Saloka hanya tersenyum mendengar pertanyaan Jiwo."Kamu akan memiliki penglihatan mata batin tanpa batas. Kamu bisa melihat apa yang seharusnya tak terlihat."Jiwo tertawa sinis"Kalau cuma kaya gitu sih, dukun-dukun bahkan anak kecil bisa melihat makhluk halus. Apa istimewanya mata ketigaku?"Wajah Saloka berubah, dia tampak tidak suka disepelekan ilmunya."Kamu betul-betul orang yang tidak tahu terimakasih. Pandangan mata ketiga yang kuberikan kepadamu bukanlah mata ketiga biasa seperti yang dimiliki dukun-dukun kelas teri itu. Banyak orang yang menginginkan ilmu itu. Mereka rela bertapa bertahun-tahun untuk mendapatkan penglihatan Mata Ketiga itu tapi tak satupun dari mereka yang mampu memperolehnya karena syaratnya memang berat.""Baiklah kalau memang il

  • PENDEKAR LEMBAH HANTU   Bab 123 Negosiasi

    Kulitnya terasa perih karena berjalan menembus semak berduri dan terkena goresan ranting. "Buug!" Jiwo menabrak batang pohon besar yang menghalangi jalannya. Kepalanya pusing, kedua rongga matanya terasa sakit, setelah itu dia pingsan. Saat itu Jiwo merasa tubuhnya menjadi seringan kapas melayang keluar dari tubuhnya sehingga dia dapat melihat dirinya yang sedang terbaring di lantai hutan. Heei... aku bisa melihat sekarang, tapi apa aku sudah mati?pikir Jiwo. Sebuah lorong yang diterangi cahaya tiba-tiba terbentang di depannya. Jiwo terkejut melihat lorong bercahaya itu tiba-tiba sudah berada di depannya. Apakah lorong ini menuju nirwana?batin Jiwo sambil melangkah lebih dekat lagi mendekati pintu lorong. Jiwo terus melangkahkan kaki memasuki lorong, namun baru beberapa langkah masuk lorong, tiba-tiba saja tubuhnya ditarik oleh sebuah kekuatan besar, tersedot masuk lebih dalam ke dalam lorong dengan kecepatan tinggi. Jiwo berusaha keluar dari lorong tapi tak bisa. T

  • PENDEKAR LEMBAH HANTU   Bab 122 Waru Doyong

    "Kami adalah penghuni tempat ini! Dan sekarang kamu tidur di atas istana Raja kami!""Istana apaan, aku tidur di atas batu kali,"jawab Jiwo setengah mengantuk.Namun orang-orang itu tampaknya tak mau peduli, mereka terus membangunkan Jiwo. Ada yang menggelitiki pinggangnya, menarik kupingnya atau menjambak rambutnya. Jiwo yang sudah kecapekan tak juga bangun walaupun tidurnya diganggu.Akhirnya karena Jiwo tak juga pindah tempat, makhluk-makhluk itu memindahkan Jiwo ke atas pohon Waru. Jiwo yang masih tak sadar dirinya berpindah tempat, dengan santainya berguling membalikan badan."Buug!"Badan jiwo jatuh dari atas pohon. Pemuda itu kesakitan dan memaki"Aduuh...sialan aku dipindah. Siapa yang mindah aku?!"Akhirnya Jiwopun menyerah, sambil memegangi kepalanya yang sedikit pusing gara-gara jatuh dari pohon, Jiwo duduk di bawah pohon. Rasa kantuknya sudah menghilang sama sekali. Tapi Jiwo masih bersyukur, pohonnya tidak tinggi sehingga tidak membahayakan dirinya. Udara yang dingin m

Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status