Share

PART 02

      Ajaibnya, sesaat kemudian si bocah yang bernama Sandaka pelan-pelan membuka kedua matanya. Saat ia melihat wajah seorang laki-laki asing di dekatnya, ia kaget lalu berusaha bangun. Namun ia hanya sedikit menegakkan tubuhnya sebatas yang mampu ditopang oleh kedua sikunya. Ia meringis karena merasakan sakit yang sangat pada bagian punggungnya.

       “Siapa kau ...? Dan aku di mana ...? Oh ... kenapa aku bisa berada di tempat ini? Apakah aku sudah mati? Atau aku sedang ....”

       “Syukurlah Angger telah siuman,” potong laki-laki berpakaian tutul dengan lembut sembari tersenyum. “Ayok, Angger duduk yang tegak, mari aku bantu,” lanjutnya lagi sembari membantu Sandaka untuk menegakkan punggungnya ke depan.  “Perkenalkan, namaku Ki Raksa Jagat, penguni kawasan sepi ini. Aku kebetulan berada di sekitar sini ketika sebuah kantong hitam pembungkus tubuhmu dileparkan oleh seseorang dari atas mulut jurang.”

      “Oh ... mengapa aku sampai diperlakukan seperti ini? Terima kasih, Ki, karena telah menyelamatkan aku,” ucap Angger Sandaka.

      “Ya, ya. Adat manusia yang baik itu adalah saling tolong menolong, Ngger. Untungnya aku berada di tempat ini pada saat yang tepat, sehingga kau masih bisa diselamatkan. Tampaknya ada pihak yang merasa tak tenteram terhadap di Angger sehingga menginginkan Angger harus mati.  Kalau boleh aku tahu, siapakah sesungguhnya Angger ini?”

       Sesaat Sandaka diliputi keheranan. “Nama aku ... Sandaka, Ki,” ucapnya  seperti kebingungan.  “Aku adalah putra dari Prabu Natanala dari Kerajaan Gundala. Aku sendiri tak tau, siapa yang menginginkan aku celaka. Karena selama ini, hidupku dalam lingkungan istana baik-baik saja. Aku hidup sebagai putra dan putra Ayahanda Prabu lainnya.”

      “Jadi kau ini putra dari Prabu Natanala?” Tampak sekali wajah Ki Raksa mengerut, yang menyiratkan keheranannya. “Sekarang umur Angger Sandaka sudah berapa?”

      “Umur saya enam tahun, Ki. Ada apa, Ki? Apakah Ki Raksa mengenal ramaku?”

       Dahi Ki Raksa makin mengerut. “Enam tahun ...? Oh, tentu, Ngger, siapa pun pasti tahu nama pemimpinnya, karena kawasan ini pun masih merupakan wilayahnya Kerajaan Gundala.

      Ki Reksa seolah-olah masih melanjutkan keheranannya, sampai-sampai ia mengelus-elus dagunya yang tak berjanggut. Seingatnya, Prabu Nata naik tahta kan belum terlalu lama. Setelah menikahi mendiang permaisurinya mendiang Prabu Kertadana,  Dewi Jayeswari, empat tahun yang lalu, Nayosoma, atau yang kini disebut Prabu Natanala, masih berstatus lajang. Prabu Natanala menikahi Dewi Jayeswari dan naik tahta empat tahun yang lalu, bagaimana mungkin memiliki anak berumur enam tahun? Atau jangan-jangan ... Angger Sandaka ini adalah putra dari mendiang Prabu Kertadana?  Menurut kabar yang pernah beredar,  mendiang Prabu Kertadana meninggalkan seorang permaisuri dan dua orang  putra. Putra pertama berusia dua tahun, dan putra kedua masih berusia beberapa bulan. Hmm, berarti ...?”

      “Maaf, Ki. Sepertinya Ki Raksa sedang memikirkan sesuatu?”

     Ki Raksa dibuat kaget oleh pertanyaan Sandaka. “Oh, tak memikirkan apa-apa, Ngger,” sahutnya sambil tersenyum.  “A ... begini saja.  Demi keamanan dan keselamatan Angger sendiri, sebaiknya Angger Sandaka tinggal bersamaku di lembah yang sepi ini. Biarkan dulu orang-orang yang telah berbuat biadab terhadap Angger menganggap jika Angger telah tewas, sampai suatu saat Angger kembali untuk menuntut keadilan. Aku akan mendidik dan menggembleng Angger di sini sehingga Angger kelak menjadi seorang pendekar sejati. Aku bersumpah untuk menurunkan semua ilmu yang kumiliki. Yah, Angger harus menjadi pewarisku! Keangkaramurkaan dan kezaliman itu harus ditumpas agar keadilan bisa tegak!”

      “Be-benarkah, Ki ? Benarkah Ki Raksa Jagat mau menggembleng aku sebagai muridnya?!”

     “Tentu! Sejak saat ini Angger telah kuangkat menjadi muridku!”

     Mendengar itu, Sandaka langsung mengucapkan terima kasih berkali-kali sembari menjatuhkan kepalanya di depan Ki Raksa Jagat yang saat itu telah menjadi gurunya.

     “Ya, ya, ya ....,” ucap Ki Raksa Jagat sambil mengelus-elus kepala muridnya. “Sejak saat ini aku pun telah memilihkan nama baru buatmu, Ngger.”

      “Nama baru?”

     “Hm. Aku memberimu nama baru dengan Panji Jagat.”

     “Panji Jagat ...?”

      “Iya. Sejak saat ini namamu menjadi Panji Jagat!”

      “Baiklah, Guru, aku akan menyandang nama itu dengan senang hati. Pan-ji Ja-gat ...! Ya, aku Panji Jagat, bersumpah kelak akan menuntut balas atas kezaliman yang luar biasa ini terhadapku! Siapa pun dia atau mereka, harus menuai balasannya!”

       Ki Raksa Jagat tersenyum dan mengangguk pelan mendengar ikrar sumpah yang keluar dari mulut calon pewarisnya.

      Perlu diketahui, dulu, di jagat persilatan, Ki Raksa Jagat adalah seorang pendekar beraliran putih yang sangat digdaya, sakti mandraguna, serta pilih tanding. Ia disegani oleh segenap pendekar beraliran putih, dan sangat dihindari oleh para pendekar beraliran putih untuk mencari perkara dengannya. Ia masyhur dengan gelar Pendekar Macan Tutul Jawadwipa.

     Kesaktimandragunaannya sangat sulit ditandingi oleh pendekar mana pun di jagat persilatan. Gelar Pendekar Macan Tutul Jawadwipa bukan sekedar gelar, namun memang sesuai dengan bentuk kesaktian yang dimilikinya. Jika ia bertarung berapa pun lawannya akan menemui ajal dengan kondisi tubuh yang mengenaskan, tercabik-cakik seperti terkena cakaran seeokor macan yang sedang mengamuk. Gerakannya sangat cepat, lihai, sehingga sangat sulit ditanggulangi oleh musuh-musuhnya.  Ia mampu bertarung di siang dan malam hari dengan sama baiknya. Daya penglihatan macan tutulnya mampu melihat dengan jelas walau di kelamnya malam.

      Seperti layaknya seekor macan tutul, Ki Jagat reksa juga mampu menguasai segala medan. Tak ada tempat yang tak mampu dikuasainya. Ia  juga dikenal sebagai seorang pendekar yang tak mempan oleh jenis senjata apa pun. Setelah menginjak umur empat puluhan tahun, sang pendekar sejati ini pun tiba-tiba lenyap bak ditelan bumi, tak pernah lagi menampakkan dirinya di jagat persilatan.

*** 

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status