Share

Keangkuhan Ayu Wulandari

Dan hasilnya sama saja, putrinya itu tidak berminat sama sekali meski berbagai tawaran harta benda yang tidak sedikit turut diajukan sebagai mahar pernikahan.

"Putriku, duduklah di samping Jalu," ucap Nyi Sundari kepada putrinya seusai gadis cantik itu meletakkan makanan di atas meja.

Gadis cantik yang seusia dengan Jalu itu menatap ibunya penuh pertanyaan, tapi kode mata dari Nyi Sundari membuatnya meletakkan pantat di bantalan kursi samping Jalu. Ekor matanya melirik ke arah pemuda tampan yang sedari tadi menundukkan wajahnya.

"Jalu, kenalkan ini putriku, namanya Ayu Wulandari. Kau bisa memanggilnya Ayu," kata Nyi Sundari.

Lagi-lagi Jalu hanya memberi anggukan kecil tanpa ekspresi apapun di wajahnya, dan apa yang dilakukannya itu sukses membuat penilaian pertama Ayu Wulandari untuknya tidak bagus.

"Sombong sekali, dia. Bahkan untuk melirikku pun tidak mau!" ucapnya kesal dalam hati.

"Jalu, tugasmu nanti adalah mengawal putriku kemanapun dia keluar rumah. Apa kau bisa melakukannya?"

"Baik, Bi, aku sanggup." Sebenarnya Jalu enggan jika harus mengawal putri Nyi Sundari, tapi karena dia masih awam di dunia luar dan butuh pengalaman berbaur dengan orang banyak, maka dia pun mengiyakan permintaan Nyi Sundari.

Berbeda sikap ditunjukkan Ayu Wulandari. Kesan pertama yang ditangkapnya dari sikap Jalu sudah membuatnya kesal, apalagi harus bersama-sama tiap hari setiap dia keluar rumah.

"Aku tidak mau!" ucapnya keras memberi penolakan, "Tidak kurang penjaga yang ada di rumah ini, kenapa harus dia? Memangnya apa kelebihan yang dimilikinya?"

Kali ini Jalu melirik Ayu Wulandari. Bukan karena sakit hati atau kesal, tapi lebih kepada ingin tahu kenapa gadis cantik itu menolak perintah ibunya.

"Sudah untung kau memiliki ayah dan ibu, hormati dan bersikap baiklah kepada mereka berdua. Jika nanti kau sudah tidak memiliki keduanya di dunia ini, kepada siapa kau akan berkeluh kesah atas masalah yang kau alami."  

Ayu Wulandari seketika mengarahkan pandangannya kepada Jalu. Wajahnya memerah terbakar emosi. Perlahan rasa bencinya terpupuk oleh sikap sok dewasa yang ditunjukkan Jalu.

"Kau jangan ikut campur urusanku! Memangnya kau siapa? Apa kau juga bersikap sama seperti yang ucapkan baru saja?"

Jalu menggeleng, "Sayangnya aku tidak pernah ..."

"Huuuft, ternyata kau tidak lebih baik dariku!" cibir Ayu Wulandari memotong ucapkan Jalu.

"Aku tidak pernah mendapat kesempatan berbakti kepada kedua orang tuaku karena aku sudah ditinggalkan mereka berdua sejak masih berusia beberapa bulan."

Nyi Sundari menatap Jalu yang tanpa sadar telah mengungkap jati dirinya. Saudagar kaya itu menduga jika pemuda tampan tersebut sudah kembali ingatannya.

"Kau kira aku percaya dengan ucapanmu itu?" Ayu Wulandari yang sudah terlanjur kesal dan tidak suka dengan Jalu akhirnya bangkit berdiri. Gadis cantik itu mendengus sebelum berjalan cepat meninggalkan keduanya.

"Maafkan sikap putriku, Jalu. Sikapnya seperti itu karena kesalahan kami yang begitu memanjakannya sejak kecil. Seharusnya kami bisa mendidiknya lebih baik, tapi ..."

"Tidak apa-apa, Bi, aku tidak sakit hati sedikitpun meski sikap Ayu seperti itu. Aku bisa memakluminya," jawab Jalu.

Nyi Sundari mengangguk. Pembicaraan mereka terus berlangsung sambil menikmati makanan yang terhidang di meja. Dalam kesempatan itu Jalu juga berpura-pura jika sebagian ingatannya sudah kembali.

Keesokan paginya, Ayu Wulandari pergi keluar dari rumah untuk pergi ke hutan mencari pohon anggrek yang biasanya tumbuh di pepohonan besar.  Dua orang penjaga diberi perintah Nyi Sundari untuk mengawal putrinya, salah satunya adalah Purnomo, seorang lelaki bertubuh gagah berusia sekitar tiga puluhan yang juga anggota perguruan Pedang Tunggal.

Kurang lebih satu jam perjalanan dengan menggunakan kereta kuda, Ayu Wulandari bersama dua pengawalnya telah sampai di bibir hutan. Gadis cantik itu bergegas masuk ke dalam hutan bersama dengan Purnomo. Sedangkan satu pengawal lainnya tetap berada di bibir hutan untuk menjaga kereta kuda.

Lima ratus meter memasuki hutan, Purnomo yang berjalan di belakang Ayu Wulandari tak henti menelan ludah melihat tubuh sintal putri dari juragannya tersebut. Niat buruk pun seketika terlintas di dalam pikirannya, terlebih suasananya sangat mendukung, sepi dan hanya ada mereka berdua.

Sebelum menjalankan aksinya mengambil kesucian Ayu Wulandari, Purnomo melihat sekeliling dan juga belakang. Takutnya teman yang bersamanya dan saat ini menjaga kereta kuda turut masuk ke dalam hutan.

Setelah dirasa aman dan tidak ada orang lagi di dalam hutan itu kecuali mereka berdua, Purnomo berjalan sedikit cepat dan tangan kanannya langsung membekap mulut Ayu Wulandari agar tidak berteriak. Sedangkan tangan kirinya merangkul erat perut gadis cantik itu.

Ayu Wulandari berusaha meronta, tapi apa daya tenaga lelaki itu lebih kuat darinya. Purnomo yang pikirannya sudah dikuasai setan cabul pun membawa paksa tubuh Ayu Wulandari ke sebuah semak-semak yang lebat.

"Diam atau aku akan menghabisimu lalu kuambil kesucianmu!" bentak Purnomo.

Karakter keras dan judes Ayu Wulandari seperti menghilang seketika. Ancaman Purnomo membuatnya ketakutan jika anggota perguruan Pedang Tunggal itu benar akan membunuhnya.

Dalam keadaan seperti itu, hanya buliran air bening mengalir membasahi pipinya sajalah yang bisa merangkum dan mengekspresikan kesedihan di dalam hati serta pikirannya.

Ya. Ayu Wulandari tidak bisa berbuat apapun untuk mempertahankan kesuciannya. Kesangarannya ketika berada di rumah kini tiada artinya lagi. Semua runtuh dalam sekejap saja.

"Tidak, lebih baik aku mati dari pada kehilangan kesucianku!" muncul semangat dalam hatinya.

Ayu Wulandari menggigit telapak tangan Purnomo sekuat mungkin hingga sowal dan berdarah-darah.

Lelaki bertubuh tinggi dengan badan yang tidak terlalu kekar itu terang saja kesakitan. Seketika dia naik pitam dan memberikan hardikan keras yang disusul pukulan ke arah tengkuk Ayu Wulandari.

"Dasar sundel!"

Kesadaran Ayu Wulandari seketika menghilang. Gadis cantik itu pingsan selepas tengkuknya terkena hantaman Purnomo dengan cukup telak.

Anggota perguruan Pedang Tunggal itu meletakkan tubuh Ayu Wulandari dengan kasar. Selepas itu dia merobek pakaian putri juragannya tersebut untuk membebat lukanya yang terus mengeluarkan darah.

"Bedebah, diajak enak-enak malah melawan!" ucapnya geram. Namun Purnomo tiba-tiba kuatir jika pukulannya tadi terlalu keras dan membuat gadis cantik itu kehilangan nyawa. Percuma saja bila menggauli mayat, pikirnya.

Tanpa berpikir panjang dia memegang leher Ayu Wulandari untuk  memeriksa denyut nadinya.

Hembusan napas lega meluncur keluar dari mulut Purnomo. Gadis cantik itu ternyata  hanya pingsan saja. "Kau hampir saja membuat usahaku sia-sia untuk merasakan sempitnya barangmu, Gadis cantik," ucapnya seraya menyeringai lebar.

Purnomo melepas ikatan pedang di punggung dan meletakkannya di tanah. Selepas itu dia membuka bajunya dan hanya menyisakan celananya saja.

Melihat tubuh sintal Ayu Wulandari yang sudah tidak berdaya, senjata pusaka Purnomo menegang hingga sekeras batu giok. Tanpa berpikir panjang dia bergegas membuka pakaian yang dikenakan gadis cantik tersebut.

Komen (2)
goodnovel comment avatar
Dangiank
knpa terkunci Thor...saya kuram pahaim cara buka koncinya
goodnovel comment avatar
Agus Salim
lumayan bagus ceritanya
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status