Home / Fantasi / PENDEKAR PULAU TENGKORAK / Keangkuhan Ayu Wulandari

Share

Keangkuhan Ayu Wulandari

last update Last Updated: 2023-05-17 13:43:07

Dan hasilnya sama saja, putrinya itu tidak berminat sama sekali meski berbagai tawaran harta benda yang tidak sedikit turut diajukan sebagai mahar pernikahan.

"Putriku, duduklah di samping Jalu," ucap Nyi Sundari kepada putrinya seusai gadis cantik itu meletakkan makanan di atas meja.

Gadis cantik yang seusia dengan Jalu itu menatap ibunya penuh pertanyaan, tapi kode mata dari Nyi Sundari membuatnya meletakkan pantat di bantalan kursi samping Jalu. Ekor matanya melirik ke arah pemuda tampan yang sedari tadi menundukkan wajahnya.

"Jalu, kenalkan ini putriku, namanya Ayu Wulandari. Kau bisa memanggilnya Ayu," kata Nyi Sundari.

Lagi-lagi Jalu hanya memberi anggukan kecil tanpa ekspresi apapun di wajahnya, dan apa yang dilakukannya itu sukses membuat penilaian pertama Ayu Wulandari untuknya tidak bagus.

"Sombong sekali, dia. Bahkan untuk melirikku pun tidak mau!" ucapnya kesal dalam hati.

"Jalu, tugasmu nanti adalah mengawal putriku kemanapun dia keluar rumah. Apa kau bisa melakukannya?"

"Baik, Bi, aku sanggup." Sebenarnya Jalu enggan jika harus mengawal putri Nyi Sundari, tapi karena dia masih awam di dunia luar dan butuh pengalaman berbaur dengan orang banyak, maka dia pun mengiyakan permintaan Nyi Sundari.

Berbeda sikap ditunjukkan Ayu Wulandari. Kesan pertama yang ditangkapnya dari sikap Jalu sudah membuatnya kesal, apalagi harus bersama-sama tiap hari setiap dia keluar rumah.

"Aku tidak mau!" ucapnya keras memberi penolakan, "Tidak kurang penjaga yang ada di rumah ini, kenapa harus dia? Memangnya apa kelebihan yang dimilikinya?"

Kali ini Jalu melirik Ayu Wulandari. Bukan karena sakit hati atau kesal, tapi lebih kepada ingin tahu kenapa gadis cantik itu menolak perintah ibunya.

"Sudah untung kau memiliki ayah dan ibu, hormati dan bersikap baiklah kepada mereka berdua. Jika nanti kau sudah tidak memiliki keduanya di dunia ini, kepada siapa kau akan berkeluh kesah atas masalah yang kau alami."  

Ayu Wulandari seketika mengarahkan pandangannya kepada Jalu. Wajahnya memerah terbakar emosi. Perlahan rasa bencinya terpupuk oleh sikap sok dewasa yang ditunjukkan Jalu.

"Kau jangan ikut campur urusanku! Memangnya kau siapa? Apa kau juga bersikap sama seperti yang ucapkan baru saja?"

Jalu menggeleng, "Sayangnya aku tidak pernah ..."

"Huuuft, ternyata kau tidak lebih baik dariku!" cibir Ayu Wulandari memotong ucapkan Jalu.

"Aku tidak pernah mendapat kesempatan berbakti kepada kedua orang tuaku karena aku sudah ditinggalkan mereka berdua sejak masih berusia beberapa bulan."

Nyi Sundari menatap Jalu yang tanpa sadar telah mengungkap jati dirinya. Saudagar kaya itu menduga jika pemuda tampan tersebut sudah kembali ingatannya.

"Kau kira aku percaya dengan ucapanmu itu?" Ayu Wulandari yang sudah terlanjur kesal dan tidak suka dengan Jalu akhirnya bangkit berdiri. Gadis cantik itu mendengus sebelum berjalan cepat meninggalkan keduanya.

"Maafkan sikap putriku, Jalu. Sikapnya seperti itu karena kesalahan kami yang begitu memanjakannya sejak kecil. Seharusnya kami bisa mendidiknya lebih baik, tapi ..."

"Tidak apa-apa, Bi, aku tidak sakit hati sedikitpun meski sikap Ayu seperti itu. Aku bisa memakluminya," jawab Jalu.

Nyi Sundari mengangguk. Pembicaraan mereka terus berlangsung sambil menikmati makanan yang terhidang di meja. Dalam kesempatan itu Jalu juga berpura-pura jika sebagian ingatannya sudah kembali.

Keesokan paginya, Ayu Wulandari pergi keluar dari rumah untuk pergi ke hutan mencari pohon anggrek yang biasanya tumbuh di pepohonan besar.  Dua orang penjaga diberi perintah Nyi Sundari untuk mengawal putrinya, salah satunya adalah Purnomo, seorang lelaki bertubuh gagah berusia sekitar tiga puluhan yang juga anggota perguruan Pedang Tunggal.

Kurang lebih satu jam perjalanan dengan menggunakan kereta kuda, Ayu Wulandari bersama dua pengawalnya telah sampai di bibir hutan. Gadis cantik itu bergegas masuk ke dalam hutan bersama dengan Purnomo. Sedangkan satu pengawal lainnya tetap berada di bibir hutan untuk menjaga kereta kuda.

Lima ratus meter memasuki hutan, Purnomo yang berjalan di belakang Ayu Wulandari tak henti menelan ludah melihat tubuh sintal putri dari juragannya tersebut. Niat buruk pun seketika terlintas di dalam pikirannya, terlebih suasananya sangat mendukung, sepi dan hanya ada mereka berdua.

Sebelum menjalankan aksinya mengambil kesucian Ayu Wulandari, Purnomo melihat sekeliling dan juga belakang. Takutnya teman yang bersamanya dan saat ini menjaga kereta kuda turut masuk ke dalam hutan.

Setelah dirasa aman dan tidak ada orang lagi di dalam hutan itu kecuali mereka berdua, Purnomo berjalan sedikit cepat dan tangan kanannya langsung membekap mulut Ayu Wulandari agar tidak berteriak. Sedangkan tangan kirinya merangkul erat perut gadis cantik itu.

Ayu Wulandari berusaha meronta, tapi apa daya tenaga lelaki itu lebih kuat darinya. Purnomo yang pikirannya sudah dikuasai setan cabul pun membawa paksa tubuh Ayu Wulandari ke sebuah semak-semak yang lebat.

"Diam atau aku akan menghabisimu lalu kuambil kesucianmu!" bentak Purnomo.

Karakter keras dan judes Ayu Wulandari seperti menghilang seketika. Ancaman Purnomo membuatnya ketakutan jika anggota perguruan Pedang Tunggal itu benar akan membunuhnya.

Dalam keadaan seperti itu, hanya buliran air bening mengalir membasahi pipinya sajalah yang bisa merangkum dan mengekspresikan kesedihan di dalam hati serta pikirannya.

Ya. Ayu Wulandari tidak bisa berbuat apapun untuk mempertahankan kesuciannya. Kesangarannya ketika berada di rumah kini tiada artinya lagi. Semua runtuh dalam sekejap saja.

"Tidak, lebih baik aku mati dari pada kehilangan kesucianku!" muncul semangat dalam hatinya.

Ayu Wulandari menggigit telapak tangan Purnomo sekuat mungkin hingga sowal dan berdarah-darah.

Lelaki bertubuh tinggi dengan badan yang tidak terlalu kekar itu terang saja kesakitan. Seketika dia naik pitam dan memberikan hardikan keras yang disusul pukulan ke arah tengkuk Ayu Wulandari.

"Dasar sundel!"

Kesadaran Ayu Wulandari seketika menghilang. Gadis cantik itu pingsan selepas tengkuknya terkena hantaman Purnomo dengan cukup telak.

Anggota perguruan Pedang Tunggal itu meletakkan tubuh Ayu Wulandari dengan kasar. Selepas itu dia merobek pakaian putri juragannya tersebut untuk membebat lukanya yang terus mengeluarkan darah.

"Bedebah, diajak enak-enak malah melawan!" ucapnya geram. Namun Purnomo tiba-tiba kuatir jika pukulannya tadi terlalu keras dan membuat gadis cantik itu kehilangan nyawa. Percuma saja bila menggauli mayat, pikirnya.

Tanpa berpikir panjang dia memegang leher Ayu Wulandari untuk  memeriksa denyut nadinya.

Hembusan napas lega meluncur keluar dari mulut Purnomo. Gadis cantik itu ternyata  hanya pingsan saja. "Kau hampir saja membuat usahaku sia-sia untuk merasakan sempitnya barangmu, Gadis cantik," ucapnya seraya menyeringai lebar.

Purnomo melepas ikatan pedang di punggung dan meletakkannya di tanah. Selepas itu dia membuka bajunya dan hanya menyisakan celananya saja.

Melihat tubuh sintal Ayu Wulandari yang sudah tidak berdaya, senjata pusaka Purnomo menegang hingga sekeras batu giok. Tanpa berpikir panjang dia bergegas membuka pakaian yang dikenakan gadis cantik tersebut.

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (3)
goodnovel comment avatar
Mazlan Kanun
asyik author
goodnovel comment avatar
Dangiank
knpa terkunci Thor...saya kuram pahaim cara buka koncinya
goodnovel comment avatar
Agus Salim
lumayan bagus ceritanya
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • PENDEKAR PULAU TENGKORAK    Rencana Susulan

    Gambaran akan mendapatkan uang yang cukup besar sudah tergambar di dalam benak kelima perampok tersebut. Mereka terus bercanda hingga tiba di depan rumah yang sangatlah besar untuk ukuran di desa. Kalau di Kotaraja mungkin tidaklah heran, tapi di sebuah desa tentu sebuah kemustahilan yang sulit untuk dipercaya ada. Di depan pintu gerbang, beberapa lelaki yang ditugaskan untuk menjaga, menatap heran dengan adanya lima orang yang membawa gerobak. “Kang, apa benar ini rumah Nyi Sundari?” tanya salah satu perampok yang wajahnya terdapat bekas luka memanjang dari kening sampai dagu.“Iya, benar. Kalian siapa dan mau apa datang kemari?” salah satu penjaga balik bertanya.“Kami dari desa sebelah hendak menjual hasil panen, Kang.” Perampok tersebut menjawab dengan ekspresi meyakinkan. “Ikut aku!” Penjaga yang tubuhnya paling kekar membuka pintu gerbang, kemudian masuk ke dalam. Lima orang perampok membawa masuk gerobak yang mereka bawa hingga di halaman.“Tunggu di sini. Kupanggilkan dulu

  • PENDEKAR PULAU TENGKORAK    Keinginan Ayu Wulandari

    Jalu masih sedikit kebingungan dengan sikap yang ditunjukkan Ayu Wulandari. Arah pandangnya lantas tertuju kepada Nyi Sundari dan bertanya kenapa dengan membuka mulut tapi tanpa bersuara.“Ayu tadi menangis histeris ketika melihat darah yang terkumpul di baskom itu, Jalu,” kata Nyi Sundari. Ayu Wulandari langsung menoleh kepada ibunya dan membuka matanya lebar-lebar. Wajahnya langsung merah merona oleh rasa malu. “Oh, darah ini?” Jalu menunjuk baskom kuningan di depannya. “Begini Bi, dalam pertarungan terakhir sebelum berhasil menyelamatkan Ayu, aku mengalami luka dalam karena terkena pukulan. Tadi aku bermeditasi untuk untuk menyembuhkan luka dalam yang kualami. Sekarang aku sudah baik-baik saja, tidak ada yang perlu dikuatirkan,” sambungnya tanpa sekalipun menyebut kata racun. Dia tidak ingin membuat ibu dan anak itu kuatir atas kondisinya. Dalam meditasinya tadi, kelima panca indera Jalu benar-benar tidak berfungsi, sehingga diirinya tidak sadar jika keluarga Nyi Sundari sudah

  • PENDEKAR PULAU TENGKORAK    Tersadar

    Ayu Wulandari beserta ayah dan ibunya tampak terpukul mendengar penuturan Ki Puguh. Berita yang mereka dapat mengenai kondisi Jalu tentu tidak sesuai yang diharapkan. Ketiganya semula berharap jika Jalu hanya kelelahan atau mungkin mengalami luka biasa, tapi tidak tahunya ternyata terkena racun tingkat tinggi. Belum percaya dengan hasil analisa pertamanya, Ki Puguh pun kembali memeriksa darah Jalu. Kali ini darah berwarna hitam dan berbau busuk di dalam baskom yang dia periksa. Tabib tua itu menggeleng pelan. Sungguh dia masih belum bisa percaya jika pemuda berparas tampan itu mampu bertahan hidup dalam kondisi racun yang sudah menjalar di tubuhnya. "Bagaimana, Ki?" tanya Aji. "Pemuda ini memang terkena racun. Aku tidak tahu jenis racun apa yang berada di dalam tubuhnya, tapi aku yakin pasti racun tingkat tinggi." Kali ini Ayu Wulandari tidak bisa menahan suara tangisannya yang akhirnya pecah. Di sisi lain, Nyi Sundari yang mencoba bertahan agar tidak sampai terbawa suasana, akhi

  • PENDEKAR PULAU TENGKORAK    Dugaan Ki Puguh

    Raut wajah gadis cantik itu begitu tegang, takut terjadi sesuatu pada Jalu, Ayu Wulandari pun bergegas keluar untuk mencari ayah dan ibunya yang sedang berada di teras rumah. Namun karena kedua orang tuanya sibuk memberi penjelasan kepada anak buahnya yang bertugas menjual barang dagangan, gadis cantik itupun tidak berani menganggu. Ayu Wulandari hanya bisa menunggu dengan perasaan cemas. Sikapnya menunjukkan kegelisahan yang teramat kuat. “Kau kenapa, Putriku?” tanya Nyi Sundari ketika melihat putrinya mondar-mandir di dekatnya. “Jalu, Bu …” “Kenapa dengan Jalu? Bukankah dia masih di kamarnya?” potong Nyi Sundari. Ayu Wulandari mengangguk, kemudian diraihnya tangan ibunya dan mengajaknya masuk ke dalam rumah. “Ikut aku, Bu. Sepertinya sedang terjadi masalah pada Jalu, aku takut Bu!” ucapnya. Raut wajah Nyi Sundari langsung berubah. Ayunan langkahnya dipercepat agar segera sampai di kamar Jalu. Ibu dan anak itupun masuk ke dalam kamar. Sementara Jalu masih tetap dalam meditasiny

  • PENDEKAR PULAU TENGKORAK    Tekad Ayu Wulandari

    Tanpa perlu diarahkan, puluhan anggota Ageng Pamuju itu membuat 8 tim yang masing-masing berisikan minimal 5 orang. Setiap tim nantinya akan bergerak sesuai arah mata angin yang juga berjumlah 8. “Jika nanti ada dari kalian yang berhasil menemukan penyusup itu, segera cari aku di tempat ini,” kata Ageng Pamuju. “Maaf, ketua, tapi bukankah ketua tadi bilang hendak mencari tempat lain untuk mendirikan perguruan?” tanya seorang anggota. “Itu nanti setelah aku berhasil membunuh penyusup yang sudah memporak-porandakan perguruan kita. Aku beri kalian waktu dua minggu dari sekarang, jika kalian tidak berhasil menemukannya, aku akan menghilang dari dunia persilatan entah untuk berapa lama.” Lebih dari 40 anggota perguruan Gunung Setan itu menatap tak percaya akan ucapan pemimpinnya. Sebagian besar dari mereka tidak punya keluarga, juga tidak memiliki tempat tinggal untuk berlindung dari terik matahari dan air hujan. Selain itu, mereka tidak pernah bekerja secara halal dan selama ini hanya

  • PENDEKAR PULAU TENGKORAK    Perintah Ageng Pamuju

    Ketua perguruan aliran hitam yang berdiri di puncak Gunung Setan itu berjalan meninggalkan bekas perguruannya yang sudah hampir rata dengan tanah. Setelah berjalan hampir lima ratus meter, dilihatnya puluhan orang yang berkumpul di dekat sebuah pohon besar. Bola matanya menyipit untuk memastikan bahwa seragam yang dikenakan sekumpulan orang-orang itu adalah murid-muridnya. Ageng Pamuju pun berjalan mendekat begitu memastikan penglihatannya tidak salah. “Apa yang sedang kalian lakukan di sini?” Sontak orang-orang yang sedang berbicara satu sama lain itu menoleh ke belakang. Begitu mengetahui jika sosok yang baru menegur mereka itu adalah Ageng Pamuju, puluhan murid perguruan Gunung Setan tersebut langsung memberi sikap hormat. “Maaf, Ketua. Kami berkumpul di tempat ini karena bingung tidak tahu harus kemana. Mau kembali ke perguruan, tapi takut jika pendekar itu kembali lagi dan menghabisi kami semua,” balas seorang anggota yang paling senior di antara lainnya. “Sebenarnya kalian

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status