Share

AMAT BELIA

Author: Hanin Humayro
last update Last Updated: 2022-09-25 08:36:16

HANS

"Jadi, Agung Wicaksana menjual putrinya padamu?"

Kujengkitkan bahu untuk menanggapi pertanyaan Roy. Lelaki yang lima belas tahun mendampingi itu mengempaskan bokongnya di kursi seberang meja ini. Seperti biasa ia akan meraih berkas-berkas yang sedang kupelajari. Sok serius, padahal tidak fokus pikirannya.

Tak selang dua menit, pria yang sebelah telinganya beranting itu meletakkan kertas di atas meja. Ia menyandarkan punggung di badan kursi, lantas menumpangkan satu kaki ke kaki lainnya. Detik kemudian bicara, "Well, akhirnya kau akan menikah, Kawan!"

Benarkan, tujuannya ke sini lepas makan siang hanya ingin memastikan pernikahanku. Sudah kuduga sebab dirinya senang sekali ikut campur urusan pribadiku.

Pandangan kami beradu, ia pasti paham aku tak suka dengan pernyataan itu. Lelaki berdada bidang itu mengangkat kedua alisnya. Kalau bukan Roy tentu takkan berani menantang ketajaman netra ini.

Aku bangkit dari kursi kebesaran, melangkah perlahan menuju dinding kaca yang melingkupi seperdua ruangan ini. Dari sini dapat terlihat kepadatan arus jalan raya. Kendaraan berjejer menunggu antrean keluar jalur utama. Para pengguna jalanan itu pastilah tak jauh beda dengan diriku. Mereka rela hilir mudik di sana demi mendapatkan sejumlah harta.

Tanpa menengok ke arah Roy, aku bicara, "Pernikahan ini hanya alat bisnis Roy. Untuk mengambil utuh perusahaan mereka maka aku harus menerima tawaran lawan!"

Ya, pernikahan itu tak berarti apa-apa untukku. Hal itu hanya umpan kecil untuk hasil besar. Bagiku tak ada yang lebih berharga daripada harta dan kekuasaan. Ambisi memiliki kerajaan bisnis tiada tanding adalah satu-satunya tujuan hidup.

Kubalikkan badan hingga kembali dapat melihat lelaki yang kini bangkit dari kursi. Punggung ini menempel di dinding kaca, sementara dua tangan masuk saku celana.

Lintasan sepak terang dalam dunia bisnis bersama Roy berseliweran di kepala. Lima belas tahun terjun di sana membuatku semakin bernapsu menjadi yang terhebat. Tak ada lawan dan kawan sejati, hanya ada kepentingan abadi. Itulah prinsip yang mengantarkanku menjadi setangguh ini.

Agung Wicaksana adalah mangsa yang sudah lama kuincar. Lelaki lemah itu tak pernah menyadari bahwa yang berada di balik kekacauan bisnisnya adalah perusahaanku. Bodoh sekali dia meminta pertolongan dengan menukarkan putrinya. Kutarik satu sudut bibir mengingat kesuksesan yang dicapai tanpa rintangan berarti.

Tentang pernikahan, jalani saja. Bagus juga nanti istriku itu akan mendampingi di acara seremoni. Aku tak perlu lagi membawa para sekretaris ganjen atau wanita tak jelas yang disodorkan Roy. Kadang, ingin kukutuk pesta yang mewajibkan membawa pasangan. Lagipula untuk apa ladies itu ikut serta, toh mereka di sana hanya pamer kekayaan suaminya.

"Tiga rekan bisnis harapan terakhir Wicaksana sudah meninggalkannya. Setelah pernikahan digelar segera leburkan perusahaan itu," saran Roy saat berdiri bersisian denganku. Tanpa saran darinya, hal itu tentu sudah dalam rencanaku.

"Aku akan mengganti seluruh jajaran direksi beserta direktur cabang secara bertahap agar tak terlalu mencolok."

"Good job!" ungkap Roy. Ia mengacungkan dua jempolnya.

"Semoga Kanaya takkan merepotkan di kemudian hari," gumamku yang entah apa di dengar Roy atau tidak.

Sebelum aku masuk dalam alam lamunan, Roy menepuk pundak dan bicara, "Satu jam dari sekarang aku ada meeting dengan CEO Grand Corporation. Aku pergi dulu. Oh, iya kalau bingung malam pertama hubungi saja jangan sungkan! Hahaha!"

Tawa lelaki yang sudah empat kali kawin cerai itu masih membahana sampai pintu ruangan tertutup. Menit berikutnya tempat ini kembali hening. Untuk dua jam ke depan hanya akan ada aku dan tumpukan pekerjaan di atas meja.

*

Malam ini Agung Wicaksana akan memperkenalkan putrinya padaku. Tentu ini langkah yang tepat. Meski tak terlalu penasaran, tak salah juga melihat calon istriku.

Roy memesankan tempat istimewa untuk menyambut calon pendampingku kelak. Restoran Edelweis adalah pilihan tepat. Selain mewah, di sana juga terdapat berbagai ruang eksklusif yang dapat menjaga privasi pengunjung.

Sepuluh menit dari janji, aku sudah ada di ruangan yang lampu hiasnya bersusun lima undakan. Sepertinya itu import dari timur tengah. Kursinya serupa singgasana ratu dan raja. Meja bulat membentang di depan susunan tempat duduk ini.

Seorang pelayan menyampaikan informasi bahwa tamu yang ditunggu sedang menuju ruangan. Saat pintu terbuka, aku berdiri sebagai simbol penghormatan. Netra ini langsung tertuju pada dua wanita yang digandeng oleh Mr Agung.

Mataku sedikit melebar kala sadar bahwa gadis yang diapit di sebelah kiri itulah calon istriku. Meski lekuk tubuhnya sama dengan wanita dewasa, tetapi wajah mungil itu menampilkan bahwa ia amat belia.

Sebelia itukah calon istriku?

*

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • PENGANTIN BELIA   SENTUHAN MANIS

    HANS"Jangan-jangan malam pertama pun belum, ya? Hahaha! Tragis sekali hidupmu, Teman!"Aku tak mau meladeni ejekannya. Meski itu fakta, tak suka juga mendapat pelecehan. Lebih baik melihat keadaan Kanaya. Siapa tahu sudah siuman. Sudah dua jam anak itu pingsan, sekarang sedang di temani orang tuanya.Ben mendapat luka cukup parah, untung masih dapat diselamatkan. Dia kakak yang baik karena bertaruh nyawa untuk adik semata wayangnya. Sementara teman-teman Kanaya, setelah mendapat perawatan mereka dibawa pulang keluarganya. Para penjahat yang mencoba melecehkan Kanaya dan teman-temannya itu tak ada yang tewas hingga John tak perlu ribet berurusan dengan polisi. Seperti biasa John akan menyumpal aparat dengan sejumlah uang cukup besar hingga kasus penembakan itu takkan dipersoalkan. Tentu penjahat itu juga akan mendapat ganjaran berkali lipat di penjara sana. Apalagi ini menyangkut Kanaya, Nyonya Alexander. Siap-siap saja mereka membusuk di penjara. Meski aku dan beberapa anak buah me

  • PENGANTIN BELIA   RESIKO

    HANSDi tengah kepanikan, John mengabarkan bahwa ada kerusuhan di konser gedung Harmoni. Ia memberikan prediksi bahwa kemungkinan Kanaya ada di sana. Tanpa lama aku perintahkan supir untuk menuju tempat itu.Benar saja, setelah supir menyetel berita, terpampang hiruk pikuk peserta konser. Menurut reporter kerusuhan itu akibat provokasi beberapa penonton yang memicu keributan hingga menjalar menjadi besar. Para provokator sebagian sudah tertangkap, sementara lima lainnya masih dalam pencarian.Aku menajamkan mata untuk meneliti apakah di antara penonton yang tertangkap kamera ada Kanaya di sana. Sial, tak ada!"Brengsek!" Sekali lagi aku mengumpat sebab jalanan menuju tempat itu macet total. Akhirnya supir mengambil rute alternatif menuju area belakang gedung. Lumayan jauh jaraknya ke tempat itu.John kembali menelepon. Ia memastikan. Kanaya tak ada di tempat itu. Hanya saja, aku masih tak percaya hingga kuperintahkan harus tetap ada sebagian anak buah di sana, dan yang lain menyebar

  • PENGANTIN BELIA   DALAM. BAHAYA

    KANAYA"Si, siapa kalian!"Bukannya menjawab, tiga lelaki yang sekarang menghampiri itu terbahak. Kami mundur untuk menghindari kekurangajaran mereka. Samar, aku masih bisa melihat seringai dan tatapan liar orang-orang berbadan kekar itu. Sepertinya preman yang sudah terbiasa dalam dunia hitam. "Jangan buru-buru. Kita bersenang-senang saja dulu, Ok!" ucap lelaki berkepala botak sambil terus mengikis jarak. Sementara, yang bertubuh lebih pendek mengincar Lili, sedang yang gemuk mendekati Alika. Jantung ini sudah tak terbayang berapa oktaf kenaikan level detakannya. Aku memegang tas selempang mini kuat-kuat, berpikir akan menghantamkan benda ini Sekuat-kuatnya jika dia berani menjamah.Ternyata tangannya lebih cepat dari gerakanku. Pria bejat itu menarik paksa lenganku hingga tubuh ini hampir menempel di dada dan perutnya. Sekuat mungkin aku berontak, memukul, mencakar atau menendang. Namun, itu tak berguna sama sekali. Cengkaramannya malah makin kuat. Yang terjadi pada Lili dan Alika

  • PENGANTIN BELIA   EFEK BURUK

    KANAYA Teman-teman terus membujuk hingga aku takluk. Mereka meyakinkan bahwa Mr Hans tidak akan marah. Acaranya tak sampai larut malam. Untuk merealisasikan rencana ini, kami mengatur strategi untuk kabur dari Om John. Soalnya pasti lelaki itu tak akan menyetujuinya. Jujur, hati ini tak setuju dengan rencana gila itu. Namun, mengingat ini kebersamaan yang terakhir dengan mereka, aku mengiyakan. Rasa bersalah pada lelaki yang sangat baik itu sekuat mungkin Kutepis. Pun dengan rasa takut akan murkanya. Ah, gimana nanti sajalah, yang penting happy.Untuk memuluskan rencana aku menyuruh John duduk jauh dari kami di dalam bioskop. Dengan alasan HP lowbat aku titipkan benda itu padanya. Hal itu dilakukan agar saat kabur tak bisa dilacak. Jelaslah lelaki berwajah sangar itu tak bisa menolak perintah nyonyanya ini.Setelah film berlangsung seperempat putaran, satu per satu dari kami keluar dalam jeda lima menit per-orang. Hal itu untuk menghindari kecurigaan John jika matanya menangkap ada

  • PENGANTIN BELIA   MEMBUAT ULAH

    KANAYA"Yeaaa, akhirnya gue bisa keluar!"Aku berguling-guling dikasur untuk meluapkan kebahagiaan. Sprei ya g tertata rapi sampai acak-acakan. Pun dengan bantal dan guling sudah pindah posisinya. Bagaimana tidak, sebulan dalam kurungan itu menyesakkan banget. Meski ia sangat perhatian tetap saja belum menjadikanku betah di rumah. Kupandangi kartu berharga yang ia berikan. Otakku mencoba menaksir jumlah saldo di dalamnya. Uh, jadi senyum-senyum sendiri menyadari kekonyolan ini. Maklumlah ini kali pertama dapat mempergunakan uang semaunya. Kalau dulu, keuangan dipegang mama. Meski aku anak kandung papa, tetap saja dibatasi oleh wanita yang sok berkuasa itu.Curangnya, Ben boleh membeli apapun, sedang aku harus melalui interogasi tingkat tinggi. Makanya kalau ada keinginan aku akan menyuruh Ben yang minta. Untung saja cowok koplak itu tak seperti saudara tiri dalam dongeng. Dia baik, sangat baik. Mungkin karena sama-sama tak punya saudara jadi hati kami bertaut.Jadwal ketemuan teman-t

  • PENGANTIN BELIA   MENGHILANG

    HANSSeumur hidup tak pernah aku merasa setakberharga ini. Ditolak itu menyakitkan. Segala cara telah kugunakan untuk meluluhkan hati Kanaya. Hasilnya sia-sia belaka. Ia dekat, tapi tak tercapai tangan.Kemewahan yang kuberi tak membuatnya membuka hati. Kemegahan ini tak menyilaukannya sama sekali. Perhatian, ketulusan yang tak pernah kuberikan pada orang lain pun seakan tak mampu menerjang karang terjal itu. Ia lebih keras kepala dari yang kukira.Helaan panjang napas ini tak mampu meredakan kesesakan yang memenuhi dada. Kini, aku hanya mampu mandangi bintang. Berharap semua dapat meringankan sedikit lara.*"Teman-teman mengundangku ke acara perpisahan sebelum kami kuliah di tempat berbeda, bolehkah aku datang?" pintanya pagi ini. Sendok yang akan masuk ke dalam mulut kutarik kembali. Setelah melepaskannya, mata ini melempar tatapan menyelidiki padanya. Jujur, aku tak suka dengan permintaan itu."Hanya perempuan. Mereka teman-teman satu genk saat kelas tiga. Lepas ini mereka akan per

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status