Home / Rumah Tangga / PENGANTIN BELIA / JELANG PERNIKAHAN

Share

JELANG PERNIKAHAN

Author: Hanin Humayro
last update Last Updated: 2022-09-25 08:36:41

KANAYA

Lelaki yang akan menjadi suamiku itu tidak tua, tetapi amat dewasa. Ia seusai adik papa yang paling kecil sekitar tiga puluh lima tahun usianya. Perawakannya tinggi, tegap dan tampan. Hanya saja rautnya tidak ramah, tak pula semringah.

Aku sama sekali tak berani menatapnya. Dia lebih angker dari guru killer di kelasku dulu. Apakah ini kutukan atas kekurangajaranku pada pak guru. Oh, Tuhan ampuni hamba yang selalu mengerjainya.

Sepanjang acara makan, aku sama sekali tak mengeluarkan suara. Hanya ayah dan lelaki itu yang bicara. Mereka tentu saja membahas bisnis yang aku tak mengerti. Sesekali mama ikut nimbrung dalam obrolan mereka.

Sesekali mata ini beradu dengan netranya . Namun, hanya sekian detik saja aku sanggup menatapnya. Kulihat iris biru terang itu amat tajam. Persis elang atau rajawali mengincar mangsanya.

"Baiklah, kami akan keluar sebentar. Mungkin Tuan Hans dan Kanaya ingin berbincang lebih jauh. Ayo, Mah!"

Aku gagal meraih tangan papa. Mereka terlanjur beranjak meninggalkan kami berdua. Jangan tanya suara jantungku, deg-degan pasti.

Semenit, dua menit kami masih diam. Punggungku mulai terasa basah, wajah pun makin naik suhunya. Tak ada romantisme ala drama korea. Yang ada suasana datar, dingin dan diliputi kecanggungan luar biasa.

Lelaki itu menghentikan aktifitas makannya. Ia mengarahkan pandangannya tepat pada kornea coklatku. Ditatap begitu aku makin salah tingkah. Ya Tuhan apa dia akan menelanku?

"Kamu keberatan dengan pernikahan ini?"

Akhirnya lelaki itu buka suara. Namun, pertanyaannya sungguh di luar dugaan. Aku yang sedang grogi, makin gelagapan.

"Iya, eh, tidak, eh, iya!"

Hellow Kanaya, kamu kenapa? Aduh gawat bisa diamuk mama ini. Kututup mulut dengan satu tangan. Sekilas kupandangi iris biru di depan sana. Ia sepertinya tak terusik dengan kegrogianku. Tatapannya tetap sama.

"Jika keberatan, aku bisa membatalkannya, " ucapnya lagi. Terang saja itu membuatku kaget setengah mati.

"Hah!"

Sumpah, aku bloon banget sampai bereaksi sereaktif itu. Eling Kanaya. Dia itu Mr Hans bukan teman sekolahmu.

Sebelum melanjutkan pembicaraan, aku harus menghela udara sepanjang mungkin, lalu mengembuskam perlahan. Ini diperlukan agar tak terjerumus lagi pada kebodohan.

"Jika pernikahan batal, apa Anda akan menolong perusahaan papa?" tanyaku setelah berhasil meredakan kekagetan.

"Tentu tidak!" jawabnya singkat. Terang saja emosiku naik mendengar jawaban menyebalkan itu.

"Kenapa begitu? Kenapa Anda menolong harus dengan pamrih?"

Ya ampun, kenapa aku bicara begitu. Kanaya, Kanaya jangan bertindak bodoh. Papa membawamu kesini bukan untuk berdebat atau marah-marah. Beliau memintamu untuk bersikap manis di hadapan pria ini.

"Kamu masih terlalu muda untuk memahami hal ini. Nanti, jika kita telah hidup bersama, kamu pasti mengerti kenapa aku begitu."

Selepas ucapan itu aku tak berselera lagi untuk bicara. Mood ini langsung jatuh. Kesan pertamaku adalah pria itu tak menyenangkan. Kaku, dingin dan tak bersahabat. Terlebih ucapan tegasnya bahwa tak akan menolong jika pernikahan dibatalkan. Keelokan paras itu ternyata tak sebanding dengan sifatnya. Entah bagaimana hidupku kelak di sisinya?

*

"Gimana? Cocok pasti?" selidik Ben di ruang keluarga. Pemuda itu duduk di samping kiriku. Ia menyelonjorkan kakinya hingga mencapai ujung sofa bed.

Aku malas merespon ucapan pemuda yang usianya lewat lima tahun dariku. Meski sama matre dengan ibunya, tapi ia tak pernah bersikap buruk padaku. Bahkan cenderung perhatian.

"Kenapa sih gak lo aja yang kawin ma janda kaya. Trus selametin deh perusahaan papa."

Ben terbahak mendengar celotehanku. Saking kesal kusumpal saja mulutnya dengan tisu. Pemuda koplak itu mengumpat setelah mengeluarkan benda putih yang memenuhi mulutnya.

"Rasain, weee!"

Aku berlari sebelum Ben membalasnya. Untung saja langkah kakiku masih lincah hingga bisa menghindari kejarannya.

"Nay, kalau laki lo macem-macem, lapor ke gue. Tangan ini siap menghajar siapapun yang nyakitin lo!"

Sebelum pintu kamar tertutup, masih terdengar jelas ucapan Ben. Sepertinya tulus dari hati. Namun, apa bisa aku mengadu pada orang luar terkait rumah tanggaku kelak. Tak mungkin'kan!

*

"Kanaya, pengantin pria sudah tiba, ayo!"

Detak Jantungku tak lebih kuat dari deru napas ini. Dalam Ayunan langkah menuju ruang akad, aku hanya mampu memasrahkan diri pada-Nya.

Sungguh, tak ada jalan untuk lolos dari perkara ini. Aku melakukannya semata untuk menyelamatkan orang yang telah berjasa dalam hidup ini. Papa tak Boleh menderita apalagi dipenjara.

Sesaat, Ayunan kaki ini tertahan seiring tabuhan sel-sel di jantung mengencang. Dia, sang pengantin pria ada di seberang sana. Berdiri menatapku dengan iris biru serupa mutiara berkilauan.

Hanya dalam hitungan detik aku akan berada dalam genggamannya. Tanpa pilihan, tanpa kata cinta yang membuai angan.

*

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • PENGANTIN BELIA   SENTUHAN MANIS

    HANS"Jangan-jangan malam pertama pun belum, ya? Hahaha! Tragis sekali hidupmu, Teman!"Aku tak mau meladeni ejekannya. Meski itu fakta, tak suka juga mendapat pelecehan. Lebih baik melihat keadaan Kanaya. Siapa tahu sudah siuman. Sudah dua jam anak itu pingsan, sekarang sedang di temani orang tuanya.Ben mendapat luka cukup parah, untung masih dapat diselamatkan. Dia kakak yang baik karena bertaruh nyawa untuk adik semata wayangnya. Sementara teman-teman Kanaya, setelah mendapat perawatan mereka dibawa pulang keluarganya. Para penjahat yang mencoba melecehkan Kanaya dan teman-temannya itu tak ada yang tewas hingga John tak perlu ribet berurusan dengan polisi. Seperti biasa John akan menyumpal aparat dengan sejumlah uang cukup besar hingga kasus penembakan itu takkan dipersoalkan. Tentu penjahat itu juga akan mendapat ganjaran berkali lipat di penjara sana. Apalagi ini menyangkut Kanaya, Nyonya Alexander. Siap-siap saja mereka membusuk di penjara. Meski aku dan beberapa anak buah me

  • PENGANTIN BELIA   RESIKO

    HANSDi tengah kepanikan, John mengabarkan bahwa ada kerusuhan di konser gedung Harmoni. Ia memberikan prediksi bahwa kemungkinan Kanaya ada di sana. Tanpa lama aku perintahkan supir untuk menuju tempat itu.Benar saja, setelah supir menyetel berita, terpampang hiruk pikuk peserta konser. Menurut reporter kerusuhan itu akibat provokasi beberapa penonton yang memicu keributan hingga menjalar menjadi besar. Para provokator sebagian sudah tertangkap, sementara lima lainnya masih dalam pencarian.Aku menajamkan mata untuk meneliti apakah di antara penonton yang tertangkap kamera ada Kanaya di sana. Sial, tak ada!"Brengsek!" Sekali lagi aku mengumpat sebab jalanan menuju tempat itu macet total. Akhirnya supir mengambil rute alternatif menuju area belakang gedung. Lumayan jauh jaraknya ke tempat itu.John kembali menelepon. Ia memastikan. Kanaya tak ada di tempat itu. Hanya saja, aku masih tak percaya hingga kuperintahkan harus tetap ada sebagian anak buah di sana, dan yang lain menyebar

  • PENGANTIN BELIA   DALAM. BAHAYA

    KANAYA"Si, siapa kalian!"Bukannya menjawab, tiga lelaki yang sekarang menghampiri itu terbahak. Kami mundur untuk menghindari kekurangajaran mereka. Samar, aku masih bisa melihat seringai dan tatapan liar orang-orang berbadan kekar itu. Sepertinya preman yang sudah terbiasa dalam dunia hitam. "Jangan buru-buru. Kita bersenang-senang saja dulu, Ok!" ucap lelaki berkepala botak sambil terus mengikis jarak. Sementara, yang bertubuh lebih pendek mengincar Lili, sedang yang gemuk mendekati Alika. Jantung ini sudah tak terbayang berapa oktaf kenaikan level detakannya. Aku memegang tas selempang mini kuat-kuat, berpikir akan menghantamkan benda ini Sekuat-kuatnya jika dia berani menjamah.Ternyata tangannya lebih cepat dari gerakanku. Pria bejat itu menarik paksa lenganku hingga tubuh ini hampir menempel di dada dan perutnya. Sekuat mungkin aku berontak, memukul, mencakar atau menendang. Namun, itu tak berguna sama sekali. Cengkaramannya malah makin kuat. Yang terjadi pada Lili dan Alika

  • PENGANTIN BELIA   EFEK BURUK

    KANAYA Teman-teman terus membujuk hingga aku takluk. Mereka meyakinkan bahwa Mr Hans tidak akan marah. Acaranya tak sampai larut malam. Untuk merealisasikan rencana ini, kami mengatur strategi untuk kabur dari Om John. Soalnya pasti lelaki itu tak akan menyetujuinya. Jujur, hati ini tak setuju dengan rencana gila itu. Namun, mengingat ini kebersamaan yang terakhir dengan mereka, aku mengiyakan. Rasa bersalah pada lelaki yang sangat baik itu sekuat mungkin Kutepis. Pun dengan rasa takut akan murkanya. Ah, gimana nanti sajalah, yang penting happy.Untuk memuluskan rencana aku menyuruh John duduk jauh dari kami di dalam bioskop. Dengan alasan HP lowbat aku titipkan benda itu padanya. Hal itu dilakukan agar saat kabur tak bisa dilacak. Jelaslah lelaki berwajah sangar itu tak bisa menolak perintah nyonyanya ini.Setelah film berlangsung seperempat putaran, satu per satu dari kami keluar dalam jeda lima menit per-orang. Hal itu untuk menghindari kecurigaan John jika matanya menangkap ada

  • PENGANTIN BELIA   MEMBUAT ULAH

    KANAYA"Yeaaa, akhirnya gue bisa keluar!"Aku berguling-guling dikasur untuk meluapkan kebahagiaan. Sprei ya g tertata rapi sampai acak-acakan. Pun dengan bantal dan guling sudah pindah posisinya. Bagaimana tidak, sebulan dalam kurungan itu menyesakkan banget. Meski ia sangat perhatian tetap saja belum menjadikanku betah di rumah. Kupandangi kartu berharga yang ia berikan. Otakku mencoba menaksir jumlah saldo di dalamnya. Uh, jadi senyum-senyum sendiri menyadari kekonyolan ini. Maklumlah ini kali pertama dapat mempergunakan uang semaunya. Kalau dulu, keuangan dipegang mama. Meski aku anak kandung papa, tetap saja dibatasi oleh wanita yang sok berkuasa itu.Curangnya, Ben boleh membeli apapun, sedang aku harus melalui interogasi tingkat tinggi. Makanya kalau ada keinginan aku akan menyuruh Ben yang minta. Untung saja cowok koplak itu tak seperti saudara tiri dalam dongeng. Dia baik, sangat baik. Mungkin karena sama-sama tak punya saudara jadi hati kami bertaut.Jadwal ketemuan teman-t

  • PENGANTIN BELIA   MENGHILANG

    HANSSeumur hidup tak pernah aku merasa setakberharga ini. Ditolak itu menyakitkan. Segala cara telah kugunakan untuk meluluhkan hati Kanaya. Hasilnya sia-sia belaka. Ia dekat, tapi tak tercapai tangan.Kemewahan yang kuberi tak membuatnya membuka hati. Kemegahan ini tak menyilaukannya sama sekali. Perhatian, ketulusan yang tak pernah kuberikan pada orang lain pun seakan tak mampu menerjang karang terjal itu. Ia lebih keras kepala dari yang kukira.Helaan panjang napas ini tak mampu meredakan kesesakan yang memenuhi dada. Kini, aku hanya mampu mandangi bintang. Berharap semua dapat meringankan sedikit lara.*"Teman-teman mengundangku ke acara perpisahan sebelum kami kuliah di tempat berbeda, bolehkah aku datang?" pintanya pagi ini. Sendok yang akan masuk ke dalam mulut kutarik kembali. Setelah melepaskannya, mata ini melempar tatapan menyelidiki padanya. Jujur, aku tak suka dengan permintaan itu."Hanya perempuan. Mereka teman-teman satu genk saat kelas tiga. Lepas ini mereka akan per

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status