Share

JANGAN BODOH

HANS

"Membatalkan pernikahan? Jangan bodoh, Hans. Menikahi gadis polos itu lebih baik daripada wanita yang sudah melanglangbuana. Dia takkan ikut campur dengan urusanmu! Cukup penuhi keinginannya, beres!"

Roy benar, Kanaya masih polos. Dia takkan menjadi batu sandungan dalam sepak terjangku ke depan. Justru berbahaya jika putri Wicaksana paham seluk beluk bisnis. Bisa terbongkar rahasiaku olehnya. Namun, apa iya dia sepolos itu?

"Lagipula kapan lagi kau akan menikah? Keburu karatan nanti. Percayalah menikah itu nikmat, Hans! Bersenang-senanglah, nikmati surga dunia, jangan hanya memikirkan uang dan uang! Memangnya rekening akan kau bawa mati?"

Lelaki yang usianya lima tahun di atasku itu menyodorkan rokok. Ia paham dalam kondisi galau benda bernikotin itulah obatnya. Mengisapnya dapat merelaksasi saraf yang cukup tegang.

Aku terpaksa berbagi bangku kayu di gazebo belakang rumah dengan lelaki berperawakan besar itu. Ia seenaknya saja duduk tepat di sampingku padahal di kanan dan kiri masih ada kursi kosong.

Aku benar-benar tak menyangka putri Wicaksana itu amat belia. Sekilas saja aku bisa menebak anak itu manja dan keras kepala. Sepertinya kelak akan sangat merepotkan. Sungguh brengsek lelaki itu. Mengumpankan anak bau kencur. Ayah macam apa dia?

Lepas tiga isapan rokok, aku kembali bicara, "Kanaya akan mendampingiku di pertemuan dan pesta. Apa mampu dia beradaptasi dengan para wanita sosialita. Kau tahulah mulut mereka itu lebih tajam dari samurai!"

"Kau mengkhawatirkan Kanaya? Wow, luar biasa!" seru Roy sambil menepuk pundakku.

Sialan! Dia malah bercanda saat aku membutuhkan pandangan serius. Kekagetanku bukan main-main dalam hal ini. Aku bukan mengkhawatirkan Kanaya tapi lebih reputasi di hadapan publik kelak. Pendamping adalah cerminan pasangannya. Bagaimana kalau dia tak mampu menyejajari langkah ini? Atau bagaimana kalau dia bersikap konyol di keramaian? Bisa hancur semua.

Yang kubutuhkan bukan hanya gadis jelita, tapi wanita yang mampu menjaga kehormatan suami di sisi relasinya

Damm! Kenapa harus terjebak pada situasi merepotkan yang kucipta sendiri. Ah, sudahlah. Lihat saja ke depan apa yang akan terjadi nanti.

"

Hari ini pernikahan akbar akan digelar. Sebuah acara sakral yang tak pernah terbersit dalam hidupku. Terlebih harus menyanding gadis belia yang akan menimpakan beban baru di pundakku. .

"Wow, kau gagah sekali, Bos! Kurasa akan banyak wanita cantik patah hati!" puji Roy.

Lelaki berkulit sawo matang itulah orang yang paling sibuk pada pernikahanku. Ia selayaknya kakak yang bersungguh-sungguh mengurus pesta perkawinan adiknya.

Sementara, satu-satunya keluarga yang kupunya hanya bisa hadir saat acara digelar. Mereka adalah keluarga William Alexander. Om Willi merupakan adik papi satu-satunya. Tante Angelika dan sepupuku Angelina ikut serta. Seperti biasa Roy yang akan sibuk menyambut mereka. Tentu saja itu kesempatan untuknya mendekati si cantik, model top dunia.

"Akhirnya kau menikah juga. Aku lega Edward akan punya keturunan. Buatlah banyak anak agar kau tak kesepian lagi!" seloroh tante Angelika. Pernyataan itu sontak mengundang tawa yang lainnya.

Banyak anak? Apa Kanaya mau melakukannya denganku? Dari gelagatnya dia tak nyaman dengan pernikahan ini. Bisa-bisa aku ditolak mentah-mentah.

Aku tak mengerti bagaimana harus bersikap pada wanita. Ajaran dari Roy tak ada yang bisa dicerna. Sepertinya memikirkan hal ini lebih rumit dari menginvasi perusahaan-perusahaan besar.

"Ayo!"

Tante Angelika menggandeng tangan kananku, sedang Angelina di sisi kiri. Roy dan Om Will berjalan mendahului kami.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status