"Haruskah kubuat kamu tiada berhasrat sama siapapun? Tega sekali kamu permainkan cintaku, Mas."
"Mas! Putar balik." Perintahku pada sopir grab.
"Oh, baik, Buk."
"Percuma aku pergoki dia pagi ini, aku harus banyak mengumpulkan bukti. Bagaimanapun dia ayah dari anakku."
"Mas! Ke sekolah Padika Kasih, ya, Mas."
"Baik, Buk."
"Sayaaang..."
Kaila lari berhamburan menyambutku. Dia alasan semangat ini. Alasan mengapa hati ini tak boleh lemah.
"Bunda... Besok aku ada acara pertemuan wali murid. Aku pengen Ayah yang nemenin. Boleh, Bun?"
"Iya. Boleh, Sayang. Tapi kalau Ayah tidak sibuk kerja, ya."
"Asyiiik."
"Dah... Belajar yang rajin, ya. Agar kelak jadi anak pandai dan sukses. Semangat!"
Kaila masuk kelas. Aku punya kesempatan mencari informasi tentang Mas Sa'dan melalui Dewi. Dia teman seperjuanganku yang kini kerja sebagai salah satu staf di kantor Mas Sa'dan. Apa mungkin Mas Sa'dan selingkuh dengan sekretaris kantornya?
[Dew... Sibuk, nggak?] Kulayangkan chat untuk Dewi.
Drett... Drett... Dewi antusias dan langsung menelfonku.
"Hallo, Ren. Gimana kabarmu?"
"Alhamdulillah, Dew. Aku baik. Kamu sendiri?"
"Alhamdulillah, aku juga baik."
"Oiya, tumben kamu telfon aku sepagi ini? Ada apa?"
"Ehem, gini Dew. Tapi jangan bilang siapa-siapa, ya."
"Tenang, Ren. Ada apa? Ceritakan saja."
"Mmm... Sebenarnya Mas Sa'dan kalau di kantor gimana sih, Dew?"
"Ouh, Pak Sa'dan. Mm baik, terus kalau gimananya aku kurang paham sih, aku jarang ketemu dia pas makan siang, denger-denger lebih suka makan di luar gitu. Eh, maaf, Ren. Aku cuma bicara apa adanya."
"Mm, iya, Dew. Gak papa kok, lagian memang aku yang nanya, kan. Terus, kamu punya foto sekretaris Mas Sa'dan, nggak?"
"Duh, kalau itu sih aku gak punya. Tapi kalau kamu butuh bisa aku fotoin kok."
"Nah, boleh. Sore nanti bisa ketemu, nggak?"
"Mmm.. Sore?. Bisa..."
"Oke, sampai ketemu nanti, ya. Jangan lupa fotonya yang terpenting."
"Sip."
Sedikit bisa bernapas lega. Aku harus mengatur strategi. Haruskah aku masih membahas cinta? Apa mungkin cinta Mas Ardan sudah lenyap?
"Perlahan aku yakin akan terungkap pengkhianatanmu, Mas. Satu persatu bukti akan kudapatkan."
***
"Bundaaa..."
"Mmm Sayangnya bunda sudah pulang? Gimana tadi, Nak?"
"Aku dapat nilai tertinggi, Bun. Terus kata Bu Guru, jangan lupa besok wali murid harus datang."
"Iya, Sayang. Kita bilang ayah nanti, ya."
"Bun, pengen ice cream."
"Iya, Sayang. Kita beli ice cream, ya."
Kugandeng tangan Kaila. Sekilas terlintas bayangan Mas Sa'dan tadi pagi. Dia menggandeng tangan wanita itu dengan penuh rasa percaya diri. Dengan lagak lelaki belum berisitri.
"Bunda... Bunda kenapa menangis?"
"Ehem.. Bunda gak papa, Sayang. Tadi kena debu."
Kami pun menuju rumah. Kembali kupesan grab.
***
"Assalamu'alaikum."
"Ayaaaah..."
Kaila memeluk ayahnya. Tetap pada posisiku saat ini kurasa lebih baik. Teringat ini sudah sore, dan ada janji dengan Dewi. Aku bergegas pamit pada Mas Sa'dan untuk keluar.
"Mau ke mana, Ren?"
"Ketemu Dewi, Mas."
"Di mana? Mau Mas antar?"
"Ouh, nggak. Enggak usah. Aku bisa sendiri kok."
"Kaila Sayang. Kaila sama Ayah dulu, ya. Bunda masih mau keluar bentar. Kaila mau oleh-oleh apa?"
"Olehin Pizza, ya, Bun. Yang beeesar."
Kaila menjawab dengan peraga tangannya. Kukecup dan usap keningnya sebelum berangkat. Mecium punggung tangan Mas Sa'dan.
Mobil pun melaju, sudah tak sabar ingin tahu siapa dan seperti apa sekretaris Mas Sa'dan sekarang. Aku tahu sekretaris itu cantik-cantik, tapi jika cinta Mas Sa'dan benar-benar sejati mana mungkin dia akan berkhianat.
***
"Ren."
Ternyata Dewi sudah datang lebih awal. Dia memanggilu dengan melambaikan tangannya. Aku tersenyum menghampirinya.
"Unch... Maaf, ya. Sudah menunggu lama."
"Ouh, enggak kok. Aku juga baru datang."
"Oiya, nih aku sudah dapet foto yang kamu minta."
Dewi menyodorkan hpnya. Kuamati lekat-lekat foto itu. Wajahnya tidak sama dengan wanita yang kutemui sudah dijemput suamiku tadi pagi. Lalu siapa wanita itu.
"Mmm makasih ya, Dew."
"Sebanarnya ada apa sih, Ren? Ceritakan jika memang kamu perlu menceritakan."
"Gak papa, Dew. Aku cuma minta tolong, ya. Kalau ada tingkah laku dari Mas Sa'dan yang nyeleneh, kamu langsung bilang aku. Plisss, bantu Aku, Dew."
"Kamu curiga Pak Sa'dan selingkuh, ya?"
"Iya, Dew. Sedangkan Aku terbatas untuk nyelidikin semua itu, Aku harus jaga Kaila."
"Iya, Ren. Tenang, ya. InsyaAllah aku bantu. Kamu yang sabar ya. Semoga tidak terjadi apa-apa. Kasihan Kaila. Dia masih kecil."
"Pagi tadi Aku pergoki Mas Sa'dan jemput seorang wanita. Dia beralasan meeting saat kutelfon padahal jelas di depan matau dia menggandeng seorang wanita."
Tak terasa mutiara jatuh melintasi pipiku. Hatiku menolak, Aku harus tegar. Apapun yang akan terjadi, harus siap kujalani. Dewi mengelus pundakku."Semoga kamu dilimpahi kelapangan, ya, Ren. Aku di sini akan berusaha membantumu semampuku. Saat aku susah kamu datang membantu memecahkan, kini aku bersamamu, Ren."Dewi memelukku erat."Aku belum cukup bukti, Mas. Tapi hatiku sakit dengan apa yang sudah kamu perbuat. Aku yakin sepandai-pandai tupai melompat lama-lama akan jatuh juga. Simpan rapat wanita simpananmu, Mas. Akan kubuat kamu menyesal karena melakukan itu padaku."Melihat penjual martabak dekat Indomart. Teringat Kaila, putriku. Dia sangat suka martabak. Kutepikan mobil."Mas! Martabaknya paket komplit, ya.""Baik. Silaka
Budayakan Subscribe dulu sebelum baca ya😉Suport dengan tekan tanda love di bawah ini😍 Jangan sungkan buat layangkan komentar😉"Mas! Sekarang di sekolah Kaila ada pertemuan wali murid. Kamu cepat datang ke sini, ya."Sesegera mungkin aku menelpon Mas Sa'dan, tak peduli dia mau beralasan meeting atau lainnya. Padahal kuyakin meeting itu hanya caranya untuk lolos dari tuntutanku."Adduh, Ren. Kenapa baru bilang? Aku
Budayakan Subscribe dulu sebelum baca ya😉Suport dengan tekan tanda love di bawah ini😍 Jangan sungkan buat layangkan komentar😉"Pembantu?"Mas Sa'dan kebingungan, mungkin dia merasa tak aman lagi untuk bisa menemui gundiknya. Aku sudah mengurus semuanya, bahkan tugas-tugasnya. Kini tinggal diri ini mengatur siasatku sendiri."Aku tak sepolos yang kamu pikir, Mas," gumamku dalam hati."Eum, iya, Mas. Kita pakai pembantu, ya. Biar bisa lebih banyak waktu buat Kaila dan Mama."Terpancar raut aneh dari wajah Mas Sa'dan. Namun dia mengalihkan dengan meraih roti dan mengoleskan coklat di atasnya. Pagi ini Aku berniat mulai menjalankan misiku sendiri. Tak enak juga jika Ak
Budayakan Subscribe dulu sebelum baca ya😉Suport dengan tekan tanda love di bawah ini😍 Jangan sungkan buat layangkan komentar😉Laju kencang mobil adalah pelampiasanku sekarang. Entah sudah hilang akal atau bagaimana. Cinta ini terlalu suci dan susah payah dijaga, tapi ternyata salah satu di antara kami justru berkhianat, dan telah merobek hati dengan keji."Jika hati yang terluka, masih bisa dijahit, Mas. Tapi bagaimana jika kepercayaan yang pecah sanggupkah tuk dirajut kembali? Hatiku sakit, iya, terlampau sakit, Mas."Dalam pikiranku saat ini hanyalah bersiap, bersiap jika kenyataan pahit akan terjadi tanpa permisi. Jika Mas Sa'dan memutuskan untuk pergi. Laki-laki saat ditinggal pergi kebanyakan langsung mencari is
Aku diam, memegang pipi yang mungkin sudab merah akibat tamparan Mas Sa'dan."Ren. Kamu tidak mau memaafkan aku? Maafkan aku, Ren. Aku akui memang bersalah." Kata-kata itu terus diulanginya.Sontak terlintas Kaila di benakku. Membuat hati ini berontak dan memacu agar kuturunkan egoku. Bagaimana pun Kaila masih kecil, butuh kasih sayang ayahnya."Baik, Mas. Aku akan maafkan kamu. Tapi bersyarat. Iya, maaf bersyarat.""Baik, Ren. Apa itu? Sebutkan saja. Apapun itu akan aku lakukan.""Kamu harus berhenti dari perbuatan keji itu, ingat Kaila, Mas. Dia masih sangat kecil, dia butuh kekompakan kita dalam menyayanginya."Mas Sa'dan diam. Entah
Budayakan Subscribe dulu sebelum baca ya😉Suport dengan tekan tanda love di bawah ini😍 Jangan sungkan buat layangkan komentar😉"Apa itu yang menjadi alasanmu selama ini kenapa kamu tidak pernah memanggilku dengan panggilan khusus, Mas?!""Panggilan khusus? Panggilan khusus gimana, Ren?"Dor... dor... dor..., "Buka pintunya, Ren!""Jangan kira Aku tidak tahu panggilan apa yang kamu pakai untuk selingkuhanmu itu, Mas.""Dew! Aku benar-benar tidak ...""Ayah...!" suara Kaila memanggil Mas Sa'dan."Iya, Sayang?""Kenapa Ayah berdiri di depan pintu? Bunda mana?""Iya, Dan. Di mana istrimu? Kenapa mukamu tampat resah? Ada apa?""Ma! Maafin Sa'dan, Ma."Aku pun membuka pintu saat mendengar suara Mama. Mas Sa'dan berlutut di depan Mama dengan deru tangisnya. Rasa peduliku sudah hancur. Kura
Budayakan Subscribe dulu sebelum baca ya😉Suport dengan tekan tanda love di bawah ini😍 Jangan sungkan buat layangkan komentar😉"Ibuk? Boleh ikut saya ke ruangan? Atau Mas Sa'dan yang mau mewakili?" tukas Dokter Rio menoleh ke arahku kemudian ke arah Mas Sa'dan."Biar dia saja."Aku membuang muka dari Mas Sa'dan, segitu bencikah dia padaku? Kaila tidak bersalah, kenapa seakan begitu apatis tidak ingin tahu bagaimana perkembangan kondisi Kaila.Aku berjalan membuntuti dokter hingga ke ruangan. Kumasukkan surat dari Mas Sa'dan ke dalam tas."Silakan duduk, Buk.""Gimana, Dok?""Gini, Buk. Kaila mengalami penyakit gejala paru-paru. Untuk saat ini dia tidak sadarkan diri karena panas yang terlalu tinggi, mungkin sebentar lagi dia akan siuman namun masih akan sedikit sesak untuk bernapas. Semoga Ibuk diberi kesabaran, ya."
Budayakan Subscribe dulu sebelum baca ya😉Suport dengan tekan tanda love di bawah ini😍 Jangan sungkan buat layangkan komentar😉"Fan! Bisa enggak kalau Mama mertuaku dipindah untuk dirawat di rumahku saja? Eh, Dokter Alfan."Kututup mulutku, malu. Karena tidak memanggilnya dengan sebutan formal."Apaan sih, Ren. Sudah panggil Alfan saja. Aku tetap sahabatmu. Jadi tidak perlu panggil dokter atau apalah."Kami terkekeh bersama. Mama Anggi pun turut tersenyum mendengar ungkapan Alfan. Aku berjalan menuju tempar tidur Mama. Kemudian menukas, "Ma, gak papa, ya Mama dirawat di rumah dulu."Tiba-tiba mata Mama tampat berkaca-kaca. Aku gusar karena takut ada pernyataanku yang membuatnya tersinggung."Mama kenapa? Ada yang sakit, Ma?""Kamu sudah baik banget sama Mama. Padahal putra Mama yang sudah membuat kamu sakit."