Share

9. Rencana Pelarian

Pagi hari, Ron sudah berdiri di depan pintu kamar Rin dengan membawa nampan berisi penuh makanan.

Pria itu mematung sejenak di depan kamar, tanpa langsung membuka pintu ruangan yang ditempati oleh tawanannya itu.

"Kenapa aku harus repot merawat gadis itu?" gerutu Ron sembari menatap sinis piring makanan yang dibawanya.

Setelah mengalami perang batin beberapa saat, akhirnya Ron membuka kamar tempat Rin beristirahat. Pandangan mata pria itu langsung tertuju pada tubuh mungil Rin yang terlentang di atas ranjang.

"Wajahnya pucat sekali," gumam Ron makin tak tega melihat bibir Rin yang sudah pucat pasi.

"Hei! Bangun!" Ron mencolek bahu Rin dan mencoba mengguncang-guncangkan tubuh gadis kecil itu perlahan untuk membangunkannya.

Beberapa kali Ron mencoba mengguncangkan tubuh Rin, namun sayangnya gadis itu tak menunjukkan pergerakan sekecil apapun.

Ron terus mengoceh untuk membangunkan gadis berwajah pucat itu, tapi Rin tak memberikan sahutan maupun respon apapun.

"Hei, kau baik-baik saja, kan? Bangun!" Ron mulai panik saat dirinya tak mendapatkan jawaban apapun dari Rin.

Bulir bening lolos begitu saja saat Ron menatap Rin yang terkulai lemas tanpa bergerak sedikitpun. Pikiran pria itu kembali melayang, mengingat sosok calon istrinya yang juga sempat mengalami kondisi yang sama di depan matanya.

"Lilian! Bangun!" racau Ron kembali teringat dengan Lilian hingga ia mengira Rin adalah Lilian.

"Bangun!" Ron mulai berteriak histeris sembari memeluk erat tubuh Rin yang masih terbaring lemah di ranjang.

"Lilian siapa? Apa dia mengigau?" batin Rin bingung saat mendengar nama Lilian disebut.

Gadis itu berpura-pura pingsan di depan Ron dan sengaja tak merespon Ron saat pria itu membangunkannya.

Rin masih mencoba mencari celah untuk melarikan diri dengan berpura-pura pingsan untuk mencari kesempatan melarikan diri saat Ron membawanya ke rumah sakit.

"Semoga dia membawaku ke rumah sakit! Semoga dia membawaku ke rumah sakit!" batin Rin penuh harap.

"Cepat panggil dokter! Panggil dokter sekarang!" pekik Ron dengan suara kencang hingga membuat Rin tersentak kaget.

Gadis itu membuka mata sedikit dan mendapati dirinya sudah berada dalam pelukan Ron, sementara para anak buah Ron tengah kalang kabut memanggilkan dokter.

"Kenapa dia malah memanggil dokter? Bawa aku ke rumah sakit, bodoh!" gerutu Rin dalam hati.

"Lilian, kau harus bertahan! Lilian! Bangunlah, kumohon!" ujar Ron masih diselimuti kepanikan.

"Kenapa dia terus memanggilku Lilian?" batin Rin bingung.

Krukkkk!

Suara cacing di perut Rin yang berbunyi kencang, membuat tangisan dan ocehan panik Ron terhenti seketika.

"Suara apa itu?" gumam Ron dengan dahi berkerut.

Kruukkk!

Perut keroncongan Rin berbunyi makin kencang hingga berulangkali dan membuat Ron mulai sadar kalau gadis yang dipeluknya bukanlah Lilian, melainkan Rin.

"Sial! Tolong bekerja samalah sedikit denganku, dasar perut laknat!" batin Rin geram.

"Apa yang sudah kulakukan?" oceh Ron kebingungan sembari melepaskan pelukannya pada Rin.

Pria itu mengusap air mata yang membasahi pipinya dan segera menjauh dari Rin yang masih terbaring dengan mata tertutup.

"Dokter sudah tiba, Bos!" ujar seorang pria bertampang preman pada Ron.

"Cepat tangani gadis ini! Gadis ini tidak boleh mati sekarang! Dia hanya boleh mati di hadapan pria brengsek itu!" titah Ron dengan wajah memerah penuh amarah.

Mendengar ucapan Ron, jantung Rin langsung berpacu kencang dan ketakutan kembali menghantuinya. "Sepertinya hidupku benar-benar akan berakhir di tangan pria gila ini!" batin Rin pasrah.

Beberapa dokter dan perawat langsung masuk ke dalam kamar Rin, kemudian memasang banyak peralatan untuk menangani gadis itu.

"Jika kalian tidak bisa membangunkan gadis ini, jangan harap kalian bisa keluar hidup-hidup dari sini!" ujar Ron penuh ancaman.

Keringat dingin mulai menetes, membanjiri peluh para tenaga medis yang tengah bersiap di kamar Rin. "B-baik, Tuan."

"Apa yang harus kita lakukan?" tanya perawat pada dokter dengan tubuh gemetar ketakutan.

"Kita periksa dulu keadaan pasien," ujar dokter mencoba untuk tetap tenang.

"Apa yang akan mereka lakukan?" batin Rin mulai cemas saat petugas medis mulai mengotak-atik tubuhnya.

"Siapkan jarum suntik!" titah dokter pada perawat.

"J-jarum suntik?!" jerit Rin dalam hati.

"Suntik di pantat saja agar obatnya cepat terserap!" titah dokter.

"P-pantat? Apa-apaan ini?" omel Rin dalam hati, masih dalam kondisi mata tertutup.

Rin mulai merasakan sentuhan tangan yang sudah bertengger di bokongnya dengan kondisi celana yang telah terbuka.

"Aaakkkhh!" Gadis itu memekik kencang begitu ia merasakan tusukan jarum suntik runcing yang tertancap di pantatnya.

Rencana Rin yang berpura-pura pingsan pun akhirnya gagal total, ditambah lagi dirinya justru harus menerima suntikan jarum di pantat.

"Sial! Sial! Sial!" umpat Rin lirih dengan sudut mata yang sudah berair.

Ron yang menunggu di luar kamar Rin, mendengar dengan jelas suara pekikan Rin yang begitu kencang. "Dasar iblis kecil! Dia pasti sengaja berpura-pura di hadapanku!" geram Ron sudah menyadari akal bulus Rin.

"Awas saja kau, bocah! Nerakamu akan segera dimulai!"

***

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status