Kirani menghapus bulir keringat yang membanjiri punggung lebar suaminya. Dinginnya hawa malam yang gerimis di luar sana juga udara yang berputar maksimal dari kipas angin di sudut ruangan tak mampu meredam panas tubuh dua insan yang saling menyalurkan emosi lewat gerakan penyatuan yang cukup menguras tenaga.Sebenarnya Kirani yang cemburu pada Amanda sore tadi. Ia sedikit percaya bila suaminya dulu pernah jalan bersama perempuan seksi itu."Pelan, Mas!" Protes Kirani saat Gani seperti singa kelaparan yang berhasil mendapatkan buruannya. Kirani yang cemburu, tapi Gani yang emosi. Emosi sebab rencananya di hotel tergangnggu, juga emosi karna kehadiran Amanda yang berhasil membuat Kirani lebih banyak diam malam ini.Kirani tak banyak bicara, tak juga menyampaikan rasa bila ia sedang cemburu. Wanita ini hanya lebih banyak diam juga sering berpaling kala pandangannya bertabrakan dengan netra hitam suaminya.Bahkan setelah shalat isya Kirani langsung masuk ke kamar Sofia sedikit memaksa pu
Entah mengapa Danu begitu berdebar. Tak biasanya dia seperti ini. Ia sudah sering menghadiri acara besar juga menerima penghargaan. Lelaki ini tak pernah canggung.Malam ini pun ia tak sendiri. Ada Nurma yang ia minta duduk tak jauh darinya. Sebab ada beberapa laporan yang harus ia bacakan dan laporan itu Nurma yang bawa.Para manager dan staf sudah banyak yang datang. Suara MC bergantian dengan penyanyi yang disewa mengalun pelan di telinga Danu. Danu duduk pada meja yang agak depan sesuai dengan jabatan yang diduduki."Kalau, Bapak butuh sesuatu saya duduk dua meja di belakang, Bapak.," bisik Nurma sambil menunjuk tempatnya duduk."Baik, terima kasih, Nurma," sahut Danu.Kemudian ada pak Irwan dan istri yang datang kebetulan duduk satu meja dengan Danu.Ketiganya berbincang akrab. Sesekali telinga Danu mendengar suara anak kecil yang harus ditenangkan ibunya. Itu berasal dari staf yang duduk di bagian belakang. Jujur Danu sebenarnya begitu merindukan punya anak. Sebab itulah ia begi
"Kita sambut....bapak Abdul Gani dan ....ibu Kirani Larasati!...beri tepuk tangan!" Artya berhasil membuat dunia Danu serasa berhenti. Tubuhnya seperti dilolosi semua tulang. Nyaris tak bertenaga. Mulutnya kelu. Pandangannya nanar pada sosok wanita anggun yang digandeng mesra oleh pria yang tak asing di matanya.Di depan sana, Kirani nampak tersenyum malu-malu atas godaan Artya dan juga karyawan lain yang mengenal Gani. Kirani ingat, beberapa di antara mereka ada yang datang di pernikahan sederhana mereka. Artya turun dari panggung kecil kemudian menghampiri Gani yang menggandeng mesra istrinya.Perempuan tiga puluh tujuh tahun itu mendekat kemudian menyalami Gani juga Kirani. Bahkan ia memeluk Kirani dan _bercipika cipiki_. Seorang pelayan laki-laki yang berseragam hotel terlihat mengarahkan Kirani dan Gani untuk duduk di meja yang sudah di sediakan.Rupanya meja untuk Gani dan Kirani terletak tepat di sebelah meja Danu dan pak Irwan. Kirani belum menyadari ada seorang pria yang men
Rasa lapar membuat Herda berkeringat dingin. Tangannya sedikit gemetar saat menyusun goodiebag-goodiebag itu kedalam keranjang dorong yang akan antarkan ke depan bagian recepsionist yang berjaga di pintu masuk. Tamu dan karyawan akan diberikan pada saat mereka akan keluar.“Mbak, kenapa? Lapar kah?” tanya seorang rekannya yang menggunakan jilbab biru. Sedari tadi ia memperhatikan Herda yang nampak gemetar.Lalu dengan sedikit malu-malu, Herda mengangguk. Tadi siang memang hanya makan sedikit.“Mbak istirahat dulu. Makanlah dulu. Biar kami disini. Giliran kita makan masih dua peluh menit lagi,” timpal rekan yang satunya. Seorang gadis muda yang baru lulus SMA. Lilis namanya. Dari pekerjaan harian ini Lilis berharap bisa dipanggil lagi kerja disini, walau hanya sebagai cleaning service.“Nggak apa-apa, biar kita makan sama-sama nanti.” Herda malu hati bila harus makan duluan.Kemudian Lilis mengeluarkan permen dari kantong bajunya seragam. Meski pun pekerja harian, mereka juga diberi se
Acara berlangsung meriah di dalam ballroom. Pemimpin tertinggi memberi sambutan juga ucapan terima kasih pada seluruh karyawan dan keluarganya. Tepukan tangan riuh bergemah saat satu persatu manajer maju dan memparkan pencapaian cabang mereka.Juga termasuk atasan Gani. Pak Rafa. Bahkan beliau menyebut nama Gani tadi di depan dan timnya, yang selalu berhasil menyelesaikan proyek tepat waktu. Tak lupa beliau ucapakan selamat untuk Gani dan Kirani yang terhitung masih pengantin baru.Tentu tepukan dan suitan menggema saat pak Rafa sedikit menggoda pengantin baru ini. bahkan Fatma di belakang paling kencang suitannya. Membuat Kirani di depan mengulum senyum malu-malu. Lalu bertambah malu, saat Gani dengan jahilnya, mencubit pipi kemerahan itu.Sementara Danu yang melihat adegan romantis itu hanya mampu menelan saliva untuk membasahi kerongkongannya yang terasa kering. Sesekali ia mengajak Nurma berbicara hal-hal yang random. Danu merasa terasing di tempat seramai ini. Bahkan pak Irwan da
“Ayo, Mbak cepat!, banyak yang nunggu ini,” pinta office girl tadi yang seragamnya berbeda dengan Herda.“Iya, Mbak ini,” sahut Herda sedikit ngos-ngosan tak menyadari bila beberapa pasang mata memandang heran ke arahnya.Lalu …Matanya tak sengaja bersitatap dengan Kirani dan juga Danu bersama Nurma yang berdiri tak jauh dari tempatnya mengangsur bingkisan-bingkisan itu. tatapan mereka membuat jantung Herda seakan ingin berhenti. Herda terdiam. Kelu sesaat dengan mata terbelalak kaget.Oh Tuhan, apakah ini karma untuk Herda? Hari ini dirinya sudah dua kali tertunduk malu di hadapan orang-orang yang dulu ia curangi. Tadi dengan Artya dan Nurma. Ia tak mencurangi Nurma, tapi dulu ia begitu ketus pada gadis sederhana ini.Lihatlah meskipun Kirani tenang dan tak menatap sinis, tapi Herda merasa luar biasa malu sendiri. Dulu tega merebut suami perempuan baik ini lalu setelah mendapatkan Danu, malah dirinya berselingkuh lagi dengan lelaki masa lalu yang ia rebut juga dari sahabatnya. Her
POV. GaniAku cemburu. Siapa bilang aku tak cemburu. Dia memang lelaki pertama Kirani, tapi akulah yang sekarang menjadi pemilik hati perempuan sabar ini. Kutekan ego lelakiku. Kuhampiri dia yang duduk tak jauh dari pak Irwan. Meski kurasakan Kirani tak nyaman dengan kehadiran lelaki itu, tapi aku berusaha belajar menjadi bijaksana. Untuk menyikapi hubungan kami yang unik ini memang dibutuhkan sikap legowo dan bijaksana yang besar. Kujabat tangan lelaki yang nampak syok melihat Kirani datang bersamaku. Kujabat dengan erat dan ia beri balasan yang sama eratnya.Matanya lelaki itu kerap mencuri pandang pada Kirani yang banyak menunduk. Mungkin wanitaku ini juga tak nyaman seperti diriku. Meski aku ikut tertawa dengan canda dan lelucon yang mereka lontarkan untuk status pengantin baru kami, tapi hati dan mataku tetap waspada.Sesekali kulihat lelaki di seberang itu salah tingkah, mungkin juga terkejut. Sebab dulu pernah menunjukkan kuasanya di hadapanku saat aku dan Sofia datang untuk
“Masih jauh rumahnya, Nur? Danu bertanya sambil menatap jalan di depan. Ini sudah masuk di pinggiran kota. Tidak jauh di depan sana ada jejeran berbagai macam pabril. Rupanya rumah orang tua Nurma dekat dengan kawasan pergudangan dan pabrik.“Sepuluh menit ada, Pak,” jawab Nurma. Gadis muda ini sebenarnya tak enak hati sebab merepotkan atasannya malam-malam begini, tapi kalau naik ojek online juga rasanya lebih was-was lagi. Sebab ini sudah cukup larut.“Kiri, kanan?” tanya Danu lagi.“Lurus, Pak. Lewat GOR di depan itu.” Nurma menunjukkan arah. Ini hampir setengah dua belas malam. Jalanan nampak mulai sepi. Semakin kedalam semakin sepi dan sedikit gelap. Pantas saja tadi Nurma gelisah ingin pulang duluan. Tapi drama si karyawan manja Amanda, membuat Danu dan Nurma harus membereska dulu kekacauan yang ia timbulkan pada pakaian lelaki ini.“Yang di sebelah kiri itu kan, perumahan subsidi itu, Kan? Yang di bangun sama cabang kita?” tanya Danu saat melewati perumahan tipe 24. Ada plan n