Part 4"Kok cuma segini, Pa?" Anita menatap uang sebesar satu juta tujuh ratus lima puluh ribu rupiah yang kuberikan sebagai jatah belanja bulan ini padanya.Biasanya gajiku yang hanya sebesar empat juta rupiah itu memang kuserahkan utuh padanya, hanya dipotong uang bensin dan makan siang di kantor saja sebesar lima ratus ribu rupiah.Namun, sejak menikah dengan Mia, otomatis jatah belanja yang kuberikan pada Anita harus dikurangi. Jadi mau tak mau satu juta tujuh ratus lima puluh ribu rupiah ini harus cukup dialokasikan Anita buat kebutuhan hidup keluarga kami selama satu bulan."Kan Papa harus kasih Mia uang belanja juga, Ma. Makanya Papa cuma bisa kasih segitu. Dihemat-hemat saja biar cukup," ucapku dengan perasaan tak enak. Tapi mau gimana lagi, tak mungkin aku mengabaikan permintaan Mia kemarin, karena dia sekarang sudah jadi istriku juga."Iya, Mama tahu. Tapi harusnya Papa kan bisa adil. Mama harus mencukupi kebutuhan semua orang di rumah ini, termasuk Papa yang setiap hari pul
Part 5"Din, kamu bisa bantu nggak? Aku butuh kerja sampingan nih. Gaji dari kantor nggak cukup lagi buat biaya hidup, jadi aku butuh job tambahan buat nambah pendapatan? Kamu bisa bantu nggak?" ujarku pada Dino, rekan satu kantor yang kutahu punya kerja sampingan sebagai juru parkir liar di malam hari di sebuah mall yang cukup besar di kota ini.Dino sering bercerita kalau dari job sampingannya itu lumayan bisa menambah pemasukan keluarga supaya tak kesulitan lagi. Karenanya aku ingin minta bantuan sahabatku itu agar bisa ikut menjadi juru parkir juga di tempat ia bekerja untuk bisa membiayai hidupku dan Mia."Lho, tumben nggak cukup? Biasanya kan cukup, Hen?" Dino menyeruput gelas kopinya lalu menatapku dengan pandangan tak percaya.Sahabatku itu lalu meneruskan ucapannya. "Apa karena sekarang makmum kamu bertambah ya, makanya gaji bulanan nggak cukup lagi?" imbuhnya sembari menyeringai lebar.Aku tersenyum kecut mendengar ucapannya. Sejujurnya harus aku akui kalau yang Dino kataka
Part 6Aku menatap Dea dan Deo, ke dua buah hatiku yang sedang menyelesaikan sarapan pagi mereka dengan hati bertanya tanya.Sudah dua minggu ini, sejak aku menikah lagi, kulihat duo bocah itu bersikap diam seolah tak mengindahkan keberadaanku di rumah ini. Setiap kali bertemu atau berpapasan, mereka selalu buang muka dan diam seribu basa. Lama lama aku jadi tak enak sendiri melihatnya.Apa jangan jangan mereka menyimpan kekesalan atau kemarahan padaku ya? Tapi kalau iya kenapa? Tak urung hatiku diliputi tanda tanya."Dea, Deo, kalian kenapa sih? Papa perhatikan dari kemarin kok diam aja sama Papa? Ada apa?" tanyaku saat aku kembali bertemu dua bocah itu dengan pandangan tertuju penuh ke arah mereka.Mendengar pertanyaan dariku, Dea dan Deo hanya bergeming. Jemari mereka terlihat lesu mengaduk aduk nasi di piring tanpa semangat. Ah, ada apa sebenarnya yang terjadi pada diri mereka? Batinku bertanya tanya."Dea? Deo? Jawab ... ! Kalian kenapa sih diam aja sama Papa? Kalian marah sama
Part 7Hari ini usai pulang dari kantor, aku segera menuju mall di mana Doni bekerja sebagai juru parkir liar.Sahabatku itu memberitahu jika aku sudah boleh ikut bergabung bersama mereka menjadi juru parkir liar setelah mendapat izin dari penguasa lahan parkir setempat yang mengizinkan aku untuk ikut bekerja bersama mereka.Mendapatkan izin tersebut, maka sore ini, sepulang dari kantor, aku pun memutuskan untuk langsung gabung bekerja.Awalnya aku masih kesulitan mengatur kendaraan yang parkir karena ramainya pengunjung mall. Namun, berkat bimbingan dan bantuan dari Doni, akhirnya aku pun mulai bisa mengikuti ritme pekerjaan tersebut dan mulai bisa enjoy bekerja meski masih kepikiran sikap anak anak yang berani memprotes perbuatanku menikah lagi kemarin.Sampai saat ini aku masih merasa marah pada anak anak dan Anita yang aku anggap tak patuh dan tak menghargaiku.Karena sebenarnya aku tak biasa kerja menggunakan tenaga seperti ini, tak.lama jadi juru parkir, rasa lelah dan letih pu
Part 8Pagi hari, aku bangun tidur dengan tubuh terasa pegal semua. Mungkin karena baru pertama kali ini aku bekerja menggunakan tenaga sebagai tukang parkir liar, maka otot-otot di tubuhku pun tak siap dan berontak, jadilah pegal-pegal tak karuan seperti sekarang ini.Niat semalam sih ingin dipijitin Mia, apa daya ia sendiri mengaku sedang kecapean. Jadi terpaksa aku mengalah agar tak menimbulkan pertengkaran.Aku melirik jam di dinding. Pukul 06.00 WIB. Bergegas aku bangun dan menunaikan solat subuh meski sudah terlambat. Biasanya di rumah ada Anita yang siap membangunkan aku sebelum adzan berkumandang sehingga aku bisa shalat tepat waktu, tetapi di rumah ini sepertinya aku tak bisa mengandalkan Mia untuk melakukan itu. Sebentar lagi saatnya berangkat ke kantor karena pukul 07. 30 kami sudah harus absensi pegawai. Buru-buru aku membangunkan Mia, ingin disediakan sarapan pagi agar bisa secepatnya pergi ke kantor. Terserahlah, mau dibuatkan mie goreng atau mie rebus saja yang penting
Part 9Sore ini sepulang dari kantor, seperti biasanya aku kembali ke mall untuk bergabung bersama Dino dan rekan-rekan lainnya mengais rezeki demi sesuap nasi untuk keluarga.Dengan jaket ala petugas parkir dan topi lebar, kusembunyikan wajah agar tak dikenali orang. Aku tak mau pekerjaan sampingan sebagai petugas parkir liar ini sampai ketahuan dan terendus Anita. Lebih-lebih Mia yang pasti akan merasa malu jika sampai mengetahui kalau aku terpaksa mengambil job sampingan sebagai juru parkir liar ini kendaraan demi memberinya uang belanja.Kacamata hitam tak luput tercantel di atas hidung saat ini. Dengan penampilan seperti ini bisa dipastikan tak ada seorang pun teman, sahabat atau pun anggota keluarga yang akan mengenaliku. Aku bisa menyembunyikan identitas ku yang sebenarnya agar tidak ketahuan.Aku meniup peluit dan memberikan aba-aba saat sebuah mobil sport memasuki pelataran parkir mall. Buru-buru aku memberi kode agar sopir mobil tersebut memarkir kendaraannya dengan baik da
Part 10Usai kedua sosok berlainan jenis itu menghilang di balik pintu kaca mall, aku menghela nafas dengan kasar.Rasanya begitu sakit dipecundangi seperti ini, tetapi aku tak mampu membalasnya. Aku merasa shock hingga tubuhku hanya mampu berdiri lunglai dengan keringat dingin mengucur dari seluruh pori-pori. Ingin rasanya kukejar sosok Mia tadi tetapi akal sehat masih membuatku mampu menahan gejolak emosi di hati.Melihatku hanya diam, Dino mendekati dan menepuk bahuku pelan."Hen, ada apa sih kok sejak tadi bengong aja. Kesambet setan kamu ya?" Dino tertawa lebar tanpa tahu bahwa aku sedang shock mengetahui hal yang baru saja terjadi.Tak mungkin rasanya jujur mengatakan pada Dino bahwa aku baru saja memergoki istri mudaku pergi bersama laki-laki lain mencari alat pengaman untuk aktivitas haram mereka.Dino pasti tahu persis bahwa tujuanku mencari tambahan penghasilan ini adalah demi menafkahi Mia, tetapi bukannya kesetiaan yang kudapatkan melainkan pengkhianatan yang menyesakkan d
Part 11Aku pun membuka mulutku, ingin tahu apa sebenarnya yang membuat istri pertamaku ini meminta persyaratan seperti itu dan seolah olah hendak menolak niatku yang saat ini ingin bercerai dari Mia agar bisa kembali lagi secara utuh padanya dan keluarga ini."Tapi kenapa kamu meminta syarat seperti itu kemarin, Ma? Dan kenapa Mama kelihatannya nggak senang kalau Papa hendak menceraikan Mia dan kembali kepada Mama lagi secara utuh? Apa Mama nggak cinta lagi sama Papa? Nggak ingin waktu Papa buat Mama aja? Nggak mau penghasilan Papa buat Mama seorang dan nggak akan dibagi dua lagi dengan Mia kalau Papa bercerai darinya Ma!" tanyaku beruntun dengan nada tertahan, berusaha membujuk dan memberikan pengertian pada Anita supaya dia membatalkan persyaratan yang dulu ia minta itu.Entah, apa masih bisa hal itu dibatalkan atau tidak. Tapi yang jelas saat ini aku tak mungkin lagi hidup bersama Mia. Aku akan kembali bersama Anita dan memperbaiki kembali rumah tangga kami berdua."Dari awal Mama