Share

Bab 4

Part 4

 

 

"Kok cuma segini, Pa?" Anita menatap uang sebesar satu juta tujuh ratus lima puluh ribu rupiah yang kuberikan sebagai jatah belanja bulan ini padanya.

 

 

Biasanya gajiku yang hanya sebesar empat juta rupiah itu memang kuserahkan utuh padanya, hanya dipotong uang bensin dan makan siang di kantor saja sebesar lima ratus ribu rupiah.

 

 

Namun, sejak menikah dengan Mia, otomatis jatah belanja yang kuberikan pada Anita harus dikurangi. Jadi mau tak mau satu juta tujuh ratus lima puluh ribu rupiah ini harus cukup dialokasikan Anita buat kebutuhan hidup keluarga kami selama satu bulan.

 

 

"Kan Papa harus kasih Mia uang belanja juga, Ma. Makanya Papa cuma bisa kasih segitu. Dihemat-hemat saja biar cukup," ucapku dengan perasaan tak enak. Tapi mau gimana lagi, tak mungkin aku mengabaikan permintaan Mia kemarin, karena dia sekarang sudah jadi istriku juga.

 

 

"Iya, Mama tahu. Tapi harusnya Papa kan bisa adil. Mama harus mencukupi kebutuhan semua orang di rumah ini, termasuk Papa yang setiap hari pulang makan ke rumah. Masa Papa cuma kasih satu juta tujuh ratus lima puluh ribu rupiah. Gimana Mama bisa memenuhi kebutuhan dapur dan keluarga kita dengan uang segitu, Pa?" Anita menatapku dengan pandangan penuh protes. Namun, aku hanya diam.

 

 

"Makanya dari awal Mama sudah mengingatkan soal uang belanja. Nanti kalau nikah lagi pasti Papa kerepotan soal memberi nafkah. Tapi Papa kekeh bilang Mia nggak nuntut uang belanja. Papa tahu itu nggak mungkin, kan? Sekarang saja dia hampir menguasai semua uang gaji Papa. Terus kami mau makan apa kalau cuma segitu yang bisa Papa kasih? Sementara kita nggak ada sumber keuangan lain kecuali dari gaji Papa. Harusnya kalau mau adil, Papa hitung dulu kebutuhan di rumah ini, baru memberi jatah belanja Mia. Toh, dia hidup sendiri, belum punya anak. Belum punya banyak kebutuhan. Nggak seperti mama yang harus memikirkan kebutuhan kita berempat setiap bulan, Pa," protes Anita lagi dengan ekspresi tak senang.

 

 

Mendengar ucapannya itu aku hanya mampu menghembuskan nafas dengan perasaan gundah.

 

 

Anita benar. Sejujurnya aku juga tak menginginkan semua ini terjadi. Tapi mau bagaimana lagi? Mia sekarang sudah jadi istriku dan mau tak mau aku juga harus memenuhi kebutuhannya dan memberinya nafkah seperti aku memberi Anita belanja bulanan, meski jujur, penghasilanku rupanya tak cukup untuk itu.

 

 

Aku tak menyangka bila Mia, janda tanpa anak yang aku pikir mandiri secara finansial karena dia sudah punya rumah sendiri, kendaraan sendiri dan selama ini tak terlihat kekurangan apa apa, ternyata akan menuntut nafkah yang sama bila aku peristri.

 

 

Kalau tahu begini, mungkin aku tak akan menikahinya secepat ini atau minimal sebelum menikah, terang terangan membuat perjanjian di atas kertas kalau aku tak akan dan tak bisa memberinya nafkah full karena gajiku yang kecil.

 

 

"Maafkan Papa, Ma. Tapi kamu juga nggak bisa beranggapan begitu, dong Ma. Walau pun Mia hidup sendiri dan belum punya anak, tapi dia kan juga punya kebutuhan sehari hari yang sudah menjadi kewajiban Papa untuk memenuhinya karena sekarang dia sudah jadi istri Papa."

 

 

"Jadi supaya adil, uang gaji Papa dibagi dua ya? Maksudnya yang biasanya untuk mama tiga juta lima ratus ribu rupiah, sekarang dibagi dua jadi satu juta tujuh ratus lima puluh ribu rupiah buat kamu dan buat Mia. Ya, Ma?" ujarku.

 

 

"Nggak bisa gitu, dong Pa. Nggak akan cukup uang segini buat makan kita berempat. Apalagi kebutuhan pokok sekarang serba mahal. Please deh Pa, jangan aku dan anak-anak yang jadi korban dengan adanya Papa menikah lagi. Dari awal kan Mama udah bilang, Mama nggak mau jatah belanja rumah ini dipangkas karena Papa nikah lagi. Kalau cuma dikurangi satu juta sih masih bisalah ditolerir, tapi kalau sudah fifty fifty ya jelas nggak mungkin. Atau solusinya Papa terpaksa cari sampingan lain aja, Pa. Narik Grab atau apa gitu, supaya keuangan kita bisa mencukupi," usul Anita dengan wajah tak enak.

 

 

Melihat itu aku hanya mampu menelan ludah yang terasa menyesak dan pahit di tenggorokan. Ah, ternyata rumit juga urusan punya istri muda ini. Awalnya yang terbayang di benak cuma ena ena aja rupanya urusan dapur akhirnya jadi masalah juga.

Comments (3)
goodnovel comment avatar
Yati Syahira
wkwk gaji cuma 4 jt istri dua ,dasar sinthing......
goodnovel comment avatar
Sitihasanah Titi
Rasain emang enak punya istri dua, gaji pas2an aja blagu
goodnovel comment avatar
Helmy Abdullah
jantan tak guna otak , selangkangan saja yng di utamakan
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status