Part 21"Om Farhan? Hore ... Om jemput kita ya, Om? Emang Mama lagi ke mana, Om? Katanya Mama yang mau jemput kita?" tanya anak anak dengan gembiranya saat melihat kemunculan laki laki itu."Mama kalian sedang ada pesanan ayam, jadi minta tolong Om buat jemput kalian. Ayok kita pulang sekarang. Habis ini Om mau dinas lagi soalnya. Kalau mau jalan bareng sama Om lagi besok, ya. Hari ini Om lagi cukup sibuk soalnya," kata laki laki berseragam aparat tersebut dengan akrab pada anak anak.Aku memicingkan mata dengan heran melihat kedekatan Dea dan Deo dengan pria itu. Siapa ya? Apa masih keluarga Anita atau bagaimana? Aku tak kenal soalnya. Sebab selama ini jujur aku memang kurang dekat dengan keluarga besar mantan istriku itu. Yang aku tahu, Anita berasal dari keluarga sederhana. Itu sebabnya aku enggan dekat dekat dengan keluarga mereka karena takut dipinjami uang atau pun dimintai tolong sesuatu.Jadi meski aku lumayan sering mengantar Anita pulang ke rumah orang tuanya, tapi aku jaran
Part 22"Nah, Anita ... ini anak Ibu. Namanya Himawan. Hima ... ini Anita. Yang punya usaha ayam geprek super enak yang sering Ibu beli. Katanya kamu penasaran waktu Ibu bilang namanya Anita. Nih, kamu kenalan sendiri ya," ujar Bu Sovia memperkenalkan kami.Seketika aku pun terkejut sangat. Begitu pun laki laki itu. Laki laki yang masih aku ingat betul saat menjawab pertanyaan dewan juri ketika kami diutus mewakili sekolah untuk mengikuti lomba. Suara yang penuh wibawa dan kecerdasan. Mas Himawan Wicaksono."Anita? Ternyata benar kamu Anita yang dulu sering bareng Mas diutus sekolah untuk ikut lomba ya. Tadinya Mas mikir, jangan jangan Anita itu kamu. Ternyata bener. Dugaan Mas nggak salah. Anita itu adik kelas Mas yang dulu jago masak, makanya dulu kamu juga sering juara pas lomba masak kan, Nita? Pantes sekarang juga jago bikin usaha ayam geprek yang rasanya mantul luar biasa. Selamat ya ...," ucap Mas Hima dengan nada ramah sehingga ketegangan dan kekakuan yang sesaat tadi melanda
Part 23POV Hendri"Din, carikan aku kerjaan dong. Kamu kan tahu aku sekarang pengangguran. Aku nggak punya teman lain yang bisa aku mintain tolong selain kamu, Din. Tolong dong carikan aku pekerjaan. Tapi kalau bisa jangan jadi tukang parkir lagi ya karena aku butuh kerjaan yang lebih baik, lebih enak, nggak bikin capek, dan nggak harus kerja keras banting tulang kayak jadi tukang parkir, Din. Tapi duitnya juga banyak.""Kamu pasti bisa bantu mencarikan kan, Din? Please ... kamu biasanya banyak informasi. Tolongin, Din, kasih tahu aku kalau ada lowongan pekerjaan yang bisa aku masukin. Aku butuh banget ini," ujarku memohon pada Dino yang tengah duduk di kantin sarapan pagi.Barusan aku memang menghubunginya, menanyakan keberadaannya dan Dino mengatakan kalau dirinya tengah berada di kantin yang berada tak jauh dari kantornya ini sehingga aku pun langsung meluncur menuju ke sini.Mendengar perkataanku, Dino menghentikan suapan soto ayam dari mulutnya lalu menatapku."Apa? Kamu ingin c
Part 24POV Hendri."Pak Hendri, kita ke jalan Delima ya. Saya mau ambil pesanan nasi ayam di rumah temen saya, untuk makan siang seluruh karyawan hari ini," ujar Pak Himawan saat aku tiba dan memulai hari pertamaku bekerja padanya.Mendengar nama jalan itu disebut, sejenak aku menatap kaget. Jalan Delima? Hmm ... Di situ kan kediaman orang tua Anita di mana saat ini mantan istri yang amat aku rindukan itu juga tinggal di sana?Ah, kebetulan sekali kalau begitu. Siapa tahu tanpa sengaja aku bisa bertemu dengannya. Jadi aku bisa pamer dan menunjukkan padanya kalau sekarang aku sudah punya pekerjaan baru yang cukup menjanjikan setelah diberhentikan tidak dengan hormat sebagai PNS sebab sekarang aku bekerja pada seorang pengusaha sukses seperti Pak Himawan. Mana tahu lama lama dari seorang sopir pribadi, aku bisa diangkat menjadi karyawan tetap perusahaan dengan posisi lumayan tinggi mengingat Pak Hima konon bukan orang yang pelit dan perhitungan.Dengan begitu Anita pasti tak akan meren
Part 25POV Hendri."Insya Allah bisa, Mas. Nanti aku kasih tahu anak anak supaya siap siap ikut ya, Mas," jawab Anita sebelum akhirnya Pak Himawan tersenyum ceria dan gegas memintaku memasukkan nasi ayam geprek di tangannya padaku.Dengan gerakan tak bersemangat dan hati diliputi api amarah, aku mengambil kantong plastik besar berisikan nasi di tangan Pak Himawan lalu segera memasukkannya ke dalam bagasi mobil. Tentu saja dengan tetap menundukkan kepala dalam dalam saat harus mendekat ke arah Anita yang masih saja tersenyum senyum ceria dan membuatku sebal tak alang kepalang.Kalau tak ingat aku harus tetap pura pura tak kenal dan menyembunyikan identitas diriku darinya, ingin rasanya kucengkeram kerah baju mantan istriku itu dan meneriakkan di telinganya betapa aku tak akan sedikit pun rela melepaskan dirinya untuk laki laki lain.Tapi karena aku sadar, aku harus tetep diam supaya semua rencana ini tak gagal, akhirnya aku pun hanya bisa menekan api amarah dan rasa cemburu sekuat ten
Part 1"Dek, bangun! Sudah siang! Tolong siapin baju kerja dan perlengkapan kantor Mas dong. Mas udah telat nih!" Kusibak selimut tebal yang membungkus tubuhku dan tubuh Mia, istri mudaku yang tampak masih pulas dalam tidurnya dengan buru-buru.Jarum jam sudah menginjak pukul sembilan pagi, berarti sudah satu setengah jam aku terlambat masuk kantor. Buru-buru aku meraih handuk dan masuk kamar mandi sembari kembali berteriak membangunkan Mia agar segera bangun dan mempersiapkan seragam kerja serta sarapan pagi. Namun, ternyata setelah keluar dari dalam kamar mandi, kutemui Mia masih bergelung malas dalam selimut. Jangankan menyiapkan seragam dan sarapan pagi, berkali-kali dibangunkan saja, Mia hanya bergeming saja.***"Mas, tadi pagi kamu pake seragam yang mana? Kok seragam yang di jemuran masih ada?" tanya Mia melalui sambungan telepon saat aku sedang istirahat makan siang di kantin kantor.Meski rasa jengkel akibat sikapnya yang tak peduli saat suaminya ini hendak berangkat menca
Part 2"Papa? Nggak salah pagi-pagi sudah ke sini?" tanya Anita pagi tadi saat aku buru-buru masuk ke dalam rumah dengan piyama mandi masih melekat di badan.Jarak rumah Mia dengan rumah istri pertamaku, Anita memang tidak begitu jauh, hanya berkisar seratus meteran saja dan berselang tujuh buah rumah. Jadi tak sulit bagiku bila harus berganti hari giliran atau pun mobile dari rumah istri mudaku itu menuju kediaman istri pertamaku.Mia sendiri adalah seorang janda tanpa anak yang sehari-harinya bekerja di salon kecil yang berada di depan kompleks perumahan ini.Karena seringnya kami bertemu dan bertegur sapa, membuat benih-benih cinta antara aku dan Mia pun mulai tumbuh subur dan bersemi.Tak ingin diam-diam selingkuh dan berbuat zina, akhirnya aku pun memberanikan diri mengutarakan niat di hatiku itu untuk menikah lagi dengan Mia pada Anita.Awalnya Anita menolak keras keinginanku itu karena katanya tak ada satu pun wanita di dunia ini yang rela cinta suaminya dan penghasilan dari su
Part 3"Mas, aku minta tambahan uang belanja ya? Soalnya yang kemarin kamu kasih udah habis ...," ucap Mia saat kami tengah berbaring di atas peraduan sembari jemarinya mengelus lembut dadaku yang masih terbuka.Kami baru saja mengarungi surga dunia yang penuh kehangatan khas pengantin baru. Sejak menikah siri seminggu lalu dengannya aku memang banyak menghabiskan waktu bersama istri mudaku ini ketimbang bersama Anita dan anak anak di rumah.Jujur aku akui, kebutuhan akan hubungan suami istri yang lumayan tinggi yang aku miliki selama ini dan jarang bisa aku dapatkan dari Anita karena alasan capek mengurus anak anak dan rumah, memang menjadi alasan utama yang membuatku nekat meminta izin untuk menikah lagi. Bersama Mia aku mendapat apa yang kuinginkan selama ini, pemenuhan kebutuhan batin yang tak pernah kurang dia berikan dan selalu bisa memuaskanku.Sayangnya dibalik semua kelebihan itu, Mia juga memiliki banyak kekurangan, di antaranya kurang bisa melayani kebutuhan sehari-hari ku