Share

Bab 6

Part 6

 

 

Aku menatap Dea dan Deo, ke dua buah hatiku yang sedang menyelesaikan sarapan pagi mereka dengan hati bertanya tanya.

 

 

Sudah dua minggu ini, sejak aku menikah lagi, kulihat duo bocah itu bersikap diam seolah tak mengindahkan keberadaanku di rumah ini. 

 

 

Setiap kali bertemu atau berpapasan, mereka selalu buang muka dan diam seribu basa. Lama lama aku jadi tak enak sendiri melihatnya.

 

 

Apa jangan jangan mereka menyimpan kekesalan atau kemarahan padaku ya? Tapi kalau iya kenapa? Tak urung hatiku diliputi tanda tanya.

 

 

"Dea, Deo, kalian kenapa sih? Papa perhatikan dari kemarin kok diam aja sama Papa? Ada apa?" tanyaku saat aku kembali bertemu dua bocah itu dengan pandangan tertuju penuh ke arah mereka.

 

 

Mendengar pertanyaan dariku, Dea dan Deo hanya bergeming. Jemari mereka terlihat lesu mengaduk aduk nasi di piring tanpa semangat. Ah, ada apa sebenarnya yang terjadi pada diri mereka? Batinku bertanya tanya.

 

 

"Dea? Deo? Jawab ... ! Kalian kenapa sih diam aja sama Papa? Kalian marah sama Papa? Kesal sama Papa? Tapi kalau iya, kenapa?" Aku kembali mengulang pertanyaan. Kali ini dengan nada suara sedikit meninggi.

 

 

Namun, duo bocah kembar tidak identik berusia sepuluh tahun itu masih diam seribu bahasa. Tak peduli pada perkataanku.

 

 

"Mereka katanya malu, Mas. Di sekolah diejek temannya Papanya nikah lagi katanya." Anita tiba-tiba muncul di belakangku dan mewakili Dea Deo menjawab pertanyaanku.

 

 

Mendengar ucapan Anita itu, spontan aku menyapu kembali wajah duo kembar di depanku dan baru menyadari wajah mereka yang terlihat menyimpan kesedihan.

 

 

Seketika aku merasa tersentil. Ah, apa perbuatan ku menikah kembali dengan Mia benar-benar telah menyakiti perasaan anak anak?

 

 

Tapi tidak! Mereka hanya anak anak yang tak akan paham kenapa aku memutuskan menikah kembali dengan Mia. 

 

 

Mereka cuma anak-anak yang sama sekali tidak mengerti urusan orang dewasa. Tidak mungkin bukan aku terus terang mengemukakan alasan sebenarnya mengapa aku sampai menikah lagi dan menduakan mama mereka dengan Mia? 

 

 

Aku tahu apa yang aku lakukan ini adalah halal dan wajar. Bukan sesuatu yang dilarang oleh agama. 

 

 

Memang aku sudah melanggar ketentuan peraturan kepegawaian yang melarang seorang pegawai negeri sipil beristri dua. Akan tetapi kalau Anita tak lapor ke atasan dan ke badan kepegawaian daerah, semua ini pasti tak akan terbongkar dan aman aman saja.

 

 

Jadi sekali lagi, aku yakin, apa yang aku lakukan ini tidaklah salah. Mereka saja yang tidak mengerti dan Anita yang tidak mampu memberikan pemahaman pada anak-anak bahwa apa pun yang dilakukan oleh orang tuanya, mereka tak berhak protes apalagi menyalahkan, sehingga sikap mereka jadi seperti ini.

 

 

"Kenapa harus malu? Papa menikah lagi 'kan sah di mata agama? Jadi kenapa harus malu? Yang malu itu kalau Papa kalian berzina di luaran, terus ketahuan orang-orang dan jadi heboh. Boleh kalian malu punya Papa begitu!"

 

 

"Lha ini Papa nikah baik baik! Atas izin mama lagi, kok kalian malah malu? Aneh ...!" Aku mendengkus tak suka pada anak anak yang aku anggap tak lagi patuh pada orang tuanya.

 

 

"Tapi kenapa Papa harus menikah lagi? Apa sih kekurangan Mama di mata Papa? Mama itu nggak pernah membantah perintah Papa, selalu mengerjakan semua yang Papa suruh! Pekerjaan rumah Mama kerjakan sendirian. Mama capek ngurus kita, tapi Papa malah nikah lagi. Sama Tante Mia pula! Jujur, aku malu dan benci sama Papa, tahu!" Dea, kembar yang duluan lahir, tak kusangka membuka suaranya dengan nada keras sembari tatapannya menyapu wajahku dengan nada tak suka yang kentara.

 

 

Mendengar ucapan putriku itu, aku mencebik kesal.

 

 

"Lho, emangnya kenapa kalau Papa nikah lagi? Itu hak Papa, kok! Kalian anak kecil nggak tahu apa apa! Jadi sebaiknya kalian diam saja dan nggak usah banyak protes!"

 

 

"Anita, coba ajarin anak anak supaya patuh dan nggak melawan orang tua! Apa sih kerjamu sehingga mereka jadi begini?" hardikku pada Anita karena menurutku salahnya yang tak bisa memberikan pengertian dan pemahaman pada anak anak bahwa apapun yang dilakukan oleh orang tuanya, mereka tak boleh protes, marah atau pun bersikap kurang ajar seperti ini.

 

 

Anak kecil kok mau mengatur orang tuanya! Mana bisa! Aku bersikeras di dalam hati.

 

 

"Apa Papa nggak tahu kalau Tante Mia itu suka jalan sama om om, Pa? Dea sering kok lihat Tante Mia naik mobil sama om-om yang jemput dia ke rumahnya! Tante Mia itu nggak pantas Papa nikahi! Tante Mia itu nggak pantas merebut Papa dari Mama! Papa tahu nggak itu!" seru Dea lagi dengan marah.

 

 

Deg! Sesaat jantungku berdetak kencang mendengar perkataan putriku itu. Mia sering jalan dengan om om? Yang benar saja!

 

 

Meski perempuan itu mulai membuatku pusing kepala dengan permintaannya soal uang belanja, tapi aku tak percaya kalau dia seperti yang dikatakan Dea barusan, suka jalan dengan om om.

 

 

Tidak! Mia bukan wanita seperti itu. Aku yakin Dea bilang begini, karena tak suka saja, aku menikah lagi dan berbagi hati dengan wanita lain selain mamanya.

 

 

Itu membuatku serta merta mengibaskan tangan sembari menyangkal perkataan Dea dengan nada tak kalah marah.

 

 

"Dea, lancang kamu! Kecil-kecil sudah berani fitnah dan melawan orang tua! Dengar, apa pun yang Papa lakukan di luaran kalian tidak berhak mengatur atau melarang! Oke!"

 

 

"Satu hal lagi, jangan pernah menyebut Tante Mia dengan perkataan yang tidak-tidak, karena Papa nggak percaya itu! Papa tentu saja lebih percaya pada Tante Mia karena dia istri Papa!"

 

 

"Jadi sudah ya, kalau kalian tidak suka Papa ada dan tinggal di rumah ini, lebih baik Papa pergi sekarang juga!  Kalian tinggal saja dengan Mama kalian karena kalian sudah benar-benar nggak bisa lagi menghargai Papa!" hardikku dengan marah sambil bangkit dengan kasar menuju pintu keluar.

 

 

Tak kupedulikan panggilan Anita yang memintaku untuk sabar dan menjelaskan semuanya dengan baik-baik pada anak-anak karena aku sudah terlanjur marah. 

 

 

Ya, aku marah karena anak anak setali tiga uang dengan Anita yang mulai protes karena aku menikah lagi dengan Mia.

Komen (2)
goodnovel comment avatar
Rania Humaira
anita apa segitu bodonya, g pernah mikirin perasaan anak kayak suaminya. cuman bisa ngebabu apa gunanya juga. laporkan aja suami mu yg.keras kepala itu
goodnovel comment avatar
indiarti indiarti
kak, saya sudah bayar kenapa kok belum di buka kuncinya
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status