Part 8Pagi hari, aku bangun tidur dengan tubuh terasa pegal semua. Mungkin karena baru pertama kali ini aku bekerja menggunakan tenaga sebagai tukang parkir liar, maka otot-otot di tubuhku pun tak siap dan berontak, jadilah pegal-pegal tak karuan seperti sekarang ini.Niat semalam sih ingin dipijitin Mia, apa daya ia sendiri mengaku sedang kecapean. Jadi terpaksa aku mengalah agar tak menimbulkan pertengkaran.Aku melirik jam di dinding. Pukul 06.00 WIB. Bergegas aku bangun dan menunaikan solat subuh meski sudah terlambat. Biasanya di rumah ada Anita yang siap membangunkan aku sebelum adzan berkumandang sehingga aku bisa shalat tepat waktu, tetapi di rumah ini sepertinya aku tak bisa mengandalkan Mia untuk melakukan itu. Sebentar lagi saatnya berangkat ke kantor karena pukul 07. 30 kami sudah harus absensi pegawai. Buru-buru aku membangunkan Mia, ingin disediakan sarapan pagi agar bisa secepatnya pergi ke kantor. Terserahlah, mau dibuatkan mie goreng atau mie rebus saja yang penting
Part 9Sore ini sepulang dari kantor, seperti biasanya aku kembali ke mall untuk bergabung bersama Dino dan rekan-rekan lainnya mengais rezeki demi sesuap nasi untuk keluarga.Dengan jaket ala petugas parkir dan topi lebar, kusembunyikan wajah agar tak dikenali orang. Aku tak mau pekerjaan sampingan sebagai petugas parkir liar ini sampai ketahuan dan terendus Anita. Lebih-lebih Mia yang pasti akan merasa malu jika sampai mengetahui kalau aku terpaksa mengambil job sampingan sebagai juru parkir liar ini kendaraan demi memberinya uang belanja.Kacamata hitam tak luput tercantel di atas hidung saat ini. Dengan penampilan seperti ini bisa dipastikan tak ada seorang pun teman, sahabat atau pun anggota keluarga yang akan mengenaliku. Aku bisa menyembunyikan identitas ku yang sebenarnya agar tidak ketahuan.Aku meniup peluit dan memberikan aba-aba saat sebuah mobil sport memasuki pelataran parkir mall. Buru-buru aku memberi kode agar sopir mobil tersebut memarkir kendaraannya dengan baik da
Part 10Usai kedua sosok berlainan jenis itu menghilang di balik pintu kaca mall, aku menghela nafas dengan kasar.Rasanya begitu sakit dipecundangi seperti ini, tetapi aku tak mampu membalasnya. Aku merasa shock hingga tubuhku hanya mampu berdiri lunglai dengan keringat dingin mengucur dari seluruh pori-pori. Ingin rasanya kukejar sosok Mia tadi tetapi akal sehat masih membuatku mampu menahan gejolak emosi di hati.Melihatku hanya diam, Dino mendekati dan menepuk bahuku pelan."Hen, ada apa sih kok sejak tadi bengong aja. Kesambet setan kamu ya?" Dino tertawa lebar tanpa tahu bahwa aku sedang shock mengetahui hal yang baru saja terjadi.Tak mungkin rasanya jujur mengatakan pada Dino bahwa aku baru saja memergoki istri mudaku pergi bersama laki-laki lain mencari alat pengaman untuk aktivitas haram mereka.Dino pasti tahu persis bahwa tujuanku mencari tambahan penghasilan ini adalah demi menafkahi Mia, tetapi bukannya kesetiaan yang kudapatkan melainkan pengkhianatan yang menyesakkan d
Part 11Aku pun membuka mulutku, ingin tahu apa sebenarnya yang membuat istri pertamaku ini meminta persyaratan seperti itu dan seolah olah hendak menolak niatku yang saat ini ingin bercerai dari Mia agar bisa kembali lagi secara utuh padanya dan keluarga ini."Tapi kenapa kamu meminta syarat seperti itu kemarin, Ma? Dan kenapa Mama kelihatannya nggak senang kalau Papa hendak menceraikan Mia dan kembali kepada Mama lagi secara utuh? Apa Mama nggak cinta lagi sama Papa? Nggak ingin waktu Papa buat Mama aja? Nggak mau penghasilan Papa buat Mama seorang dan nggak akan dibagi dua lagi dengan Mia kalau Papa bercerai darinya Ma!" tanyaku beruntun dengan nada tertahan, berusaha membujuk dan memberikan pengertian pada Anita supaya dia membatalkan persyaratan yang dulu ia minta itu.Entah, apa masih bisa hal itu dibatalkan atau tidak. Tapi yang jelas saat ini aku tak mungkin lagi hidup bersama Mia. Aku akan kembali bersama Anita dan memperbaiki kembali rumah tangga kami berdua."Dari awal Mama
Part 12"Mas, kamu nggak pulang ke rumah Mia? Sudah tiga hari lho kamu di sin" tegur Anita saat aku masuk ke dalam kamar usai kami makan malam bersama. Usai pembicaraan kami kemarin, aku memang belum mengambil keputusan apa apa lagi. Aku masih berusaha mempertimbangkan baik dan buruknya bila aku terpaksa mengambil keputusan. Terburuk sekalipun.Bukan karena aku takut kehilangan Mia, istri mudaku yang bi*al itu, tetapi aku takut kehilangan Anita jika aku terburu nafsu menceraikan Mia sebab bila aku menjatuhkan talak pada perempuan murahan itu, secara otomatis aku pun telah menjatuhkan talak pada Anita, istri idamanku ini. Dan tentu saja, aku tak mau hal itu sampai terjadi.Mendengar pertanyaan Anita, aku pun hanya diam sembari menggeleng lemah. Ya, buat apa lagi aku kembali ke rumah istri mudaku itu kalau aku sudah tahu, ia ternyata adalah piala bergilir yang bisa dipakai sembarang laki laki? Kalau tubuhnya bekas jamah dan sisa laki-laki lain? Aku tak sehina itu untuk bersedia memun
Part 13"Mas, jawab! Kenapa kamu nggak mau pulang hah? Kenapa? Apa kamu sudah bosan sama aku? Iya?" teriak Mia dengan nada kasar sembari kedua matanya melotot lebar ke arahku. Tangannya berkacak pinggang dan wajahnya terlihat merah menahan emosi.Aku mencibirkan bibir dengan sebal. Dasar munafik! Sudah ketahuan, masih saja ngeles pura pura tak tahu kesalahan diri! Batinku kesal.Masih terbayang bagaimana dengan nakalnya ia mengajak pria di sampingnya kemarin membeli alat pengaman untuk enak-enak haram mereka. Suami mana yang tidak sakit hati dan jengkel kalau tahu istrinya begituan sama laki laki lain?Sudah cukup rasanya aku menjadi budak cinta-nya selama ini hingga aku nyaris menafikan semuanya demi dirinya. Tetapi bukan kesetiaan yang kudapatkan darinya melainkan pengkhianatan yang menjijikkan. Menyesal rasanya sudah menikahi Mia dan mengorbankan perasaan anak-anak serta Anita demi bisa hidup bersamanya. Menyesal rasanya sudah membiarkan raga ini dicekam lelah menjadi tukang parki
Part 14Usai Mia pergi dengan membawa amarahnya, aku pun membalikkan tubuhku hendak menuju ke rumah Anita kembali. Aku memutuskan batal pergi.Namun, begitu aku membalikkan badan, pandanganku pun langsung bertemu dengan pandangan Anita yang sedang menatapku dengan tatapan tenang tetapi menghukum.Tapi aku sadar, semua ini tentu saja akibat dari kesalahanku sendiri yang telah berbuat zolim pada diriku sendiri di mana aku pantas dihukum untuk itu. Andai aku tak terpengaruh godaan teman-teman yang mengatakan indahnya bila bisa beristri dua seperti lagu Ahmad Dhani yang pernah populer itu, tentu aku tak perlu mengalami nasib buruk seperti sekarang ini. Dikhianati istri mudaku sendiri, dan sekarang harus kebingungan memikirkan nasib rumah tanggaku bersama istri pertama.Sekarang semua sudah terjadi. Apapun konsekuensinya, perceraian dengan Mia memang sudah tak mungkin dihindarkan lagi. Tak mungkin kugadaikan harga diri demi mempertahankan rumah tangga yang sudah dinodai oleh perselingkuha
Part 15Aku menerima surat panggilan dari kepolisian itu dengan hati gelisah. Rasa khawatir, takut sekaligus marah pada Mia membuatku uring-uringan sendiri. Aku merasa sangat kacau.Ingin rasanya saat ini juga menyambangi kediaman Mia dan menanyakan langsung alasannya mengapa ia tega mengadukan perlakuanku yang tak seberapa itu pada pihak berwajib. Tapi kalau itu kulakukan, mungkin kami akan kembali terlibat pertengkaran dan entah apa yang akan terjadi padaku dan juga Mia nantinya.Hanya sebuah tamparan biasa yang tak akan mungkin membuat dia terluka serius, tetapi entah kenapa telah membuat Mia tanpa basa-basi lagi mengadukanku pada aparat yang berwajib. Benar-benar sialan perempuan itu rupanya!"Ada apa, Hen? Ada masalah lagi? Kok wajah kamu pucat gitu?" tanya Ibu tiba-tiba dari balik sekat pembatas ruang tengah menuju depan dengan tatapan penuh tanya.Sejak pertengkaran antara aku dan Mia di depan teras rumahku dan Anita kemarin, aku memang pindah mengungsi ke rumah Ibu yang berjar