Waduuh Siska nelpon siapa, tuh? Hai sahabat-sahabatku tercinta. Maaf ya baru bisa update🙏 Tetap dukung Ambar ya. I Love You all 🥰🥰🥰
“Mau ke mana kamu malam-malam gini?” Sebuah suara menegur Siska yang baru saja keluar dari pintu kamarnya. Ternyata Bu Galuh diikuti beberapa orang keluarga tengah melewati kamar Siska. Rupanya setelah makan malam mereka ingin berpindah ke ruang santai yang berada di dekat kamar Siska. Ketika melihat penampilan Siska yang siap untuk bepergian, Bu Galuh pun menegurnya. Siska yang merasa kaget pun dengan gugup mencoba menjawab. “Saya ada keperluan penting dengan seorang teman.” “Memangnya sepenting apa sampai malam-malam mau ketemu? Lagi pula kita ada tamu, kenapa kamu sebagai tuan rumah malah meninggalkan mereka?” cerca Bu Galuh. Siska mendengus. “Kan Ibu yang tuan rumah, saya hanya sekretaris yang beruntung menikah dengan anggota keluarga ini.” Setelah itu, dia pun pergi melewati Bu Galuh dengan wajah angkuh.Bu Galuh mendengkus mendengar jawaban Siska, lalu mengabaikan kepergian wanita tersebut.Masuk ke mobilnya, Siska tidak langsung pergi. Dia menatap lurus ke arah pintu rumah
*Di Kediaman Alvaro*Tampak Ambar sedang sangat sibuk mengatur pesta pernikahannya dengan Alvaro. Walau sebelumnya dia tidak ingin campur tangan, tapi asisten pribadi yang Alvaro tugaskan membuatnya harus terlibat dengan wedding organizer. Sebenarnya, Ambar tidak menginginkan pernikahan yang mewah. Akan tetapi, karena status Alvaro sebagai seorang pebisnis ternama, dia tidak bisa mengadakan pesta yang terlalu sederhana.“Tolong Mbak urus label nama untuk undangan sesuai daftar nama yang saya susun ini, ya,” pinta Ambar sembari menyerahkan daftar tamu undangan yang telah dia susun sejak pagi. Tidak ada satu pun anggota keluarga Ambar terdaftar di sana. Lagi pula, saat berusaha menghubungi mereka, tidak ada yang bersedia mengangkat. Ambar mendengkus dalam hati. ‘Mungkin, mereka takut aku meminta tolong,’ batinnya. Padahal, dia sudah bayarkan utang mereka, tapi tiap kali meminta tolong sedikit saja, kedua orang tua dan adik-adiknya tidak pernah bersedia dan malah menegurnya.Hidup yan
“Nama yang familiar?” tanya Ambar. Saskia kemudian tertawa dan berkata, “Iya. Aku baru baca nama itu di sebuah artikel bisnis. Astaga namanya kok bisa mirip banget dengan nama seorang konglomerat Indonesia, Alvaro Hadinata.”Ambar hanya tertawa menanggapi, dia tidak ingin membuat temannya terkejut ketika tahu bahwa mereka membicarakan orang yang sama.Keduanya pun kembali berbincang membahas hal lainnya sambil menikmati aneka makanan dan minuman layaknya dua orang sahabat yang lama tidak bertemu. Tanpa terasa hari semakin beranjak malam.“Maaf, Ki, aku harus pulang. Gak enak kalau aku pulang terlalu malam.”“Yaah … aku belum puas ngobrol dengan kamu,” protes Saskia. “Aku juga … tapi sayangnya aku tetap harus pulang sekarang.” Saskia mengangguk pelan. Dia tampak sedikit sedih, tetapi dia memahami alasan Ambar. Saskia berdiri dari kursinya dan beranjak akan memeluk Ambar ketika dia melihat seseorang yang dikenalnya melintas tak jauh darinya. “Aletta? Sedang apa dia di sini? Dan siapa
“Alvaro yang kita bicarakan tadi … lelaki yang kamu sebut konglomerat itu … dia bukan kekasih Aletta. Alvaro itu … calon suamiku.”Saskia membelalak mendengar ucapan Ambar. Dia syok mengetahui fakta yang baru diungkap oleh sahabatnya itu. Untuk beberapa saat Saskia terdiam, kemudian dia berkata, “Jadi, maksud kamu Aletta lah yang selalu mengejar Alvaro secara sepihak, padahal pria itu sudah menolaknya mentah-mentah?! Apa perempuan itu gila?!”“I-iya seperti itu,” jawab Ambar sambil lalu. Dia sedikit mengabaikan Saskia karena ingin segera mencari cara untuk mengejar Alvaro. Itu sebabnya dia tidak berhenti memencet tombol di samping pintu lift dan menjadi semakin panik ketika lift tidak mau segera terbuka. Di tengah kegelisahannya, tiba-tiba akal sehat Ambar menyadarkannya. ‘Bagaimana aku mau mengejar kalau tidak tahu mereka mengarah ke mana?!’Ambar kemudian memperhatikan lift yang tadi Aletta naiki. Matanya menatap tajam lift itu berhenti di mana. Lantas dia berlari menuju meja
“Kamu? Berani menampar saya?” bentak Aletta.“Kenapa tidak? Kamu juga berani menculik calon suamiku?” balas Ambar dengan garangnya.“Yang menculik itu siapa? Mana buktinya? Jangan menuduh sembarangan?” Aletta berteriak tidak mau kalah. Ambar menatap Aletta dengan berani. Rasa khawatir akan keselamatan Alvaro membuatnya tak peduli lagi pada sopan santun yang biasa dia junjung. Dia mendorong Aletta ke samping agar tidak menghalanginya lagi. Akan tetapi, Aletta tidak mau mengalah. Dia bersikukuh menghalangi Ambar dan membuat Saskia harus turun tangan. “Kamu tahu siapa saya, kan? Satu langkah lagi kamu halangi Ambar, aku buat karirmu hancur selamanya!”Mata Aletta melebar mendengar ancaman Saskia. Dia tahu persis siapa gadis itu dan apa yang bisa dilakukannya. Itu bukan ancaman kosong dan dirinya bukan lawan yang sebanding bagi Saskia. Dengan terpaksa dan menahan kesal Aletta minggir dan membiarkan Ambar terus masuk. “Tuan Alvaro!” Pekik Ambar ketika melihat Alvaro terbaring di kasur ha
“Apa maksudmu!” pekik Siska.“Aku menyerah, Tante. Aku sekarang sadar Alvaro bukan jodohku. Ambar memang berjodoh dengan Alvaro! Aku akan membiarkan mereka berdua menikah. Lebih baik aku fokus ke karir saja.”“Kenapa kamu jadi lemah begini? Memangnya kamu sudah tidak ingin jadi istri Alvaro?” “Apa artinya keinginanku bisa terwujud kalau aku harus mendekam di balik jeruji, Tante?” Siska terkesiap mendengar kata-kata Aletta. Dia semakin yakin telah terjadi sesuatu saat keponakan kesayangannya itu menjalankan rencana yang telah disusunnya. “Jeruji? Penjara maksud kamu? Apa hubungannya dengan keinginan kamu? Kalau ngomong yang jelas dong! Jangan bikin Tante kebingungan. Gini aja … sekarang kita ketemu. Nanti kamu ceritakan aja semuanya.” “Maaf, Tante tidak bisa. Papa sudah tahu kegilaanku ini dan mengirim aku ke luar negeri. Ini sekarang aku lagi packing barang-barangku ke dalam koper.”Siska menggertakkan rahang dan mengepalkan jarinya. Dia heran kenapa rencana yang sudah tersusun s
“Tidak! Aku tidak bisa tidur,” tolak Alvaro. “Aku harus memikirkan cara untuk menghukum Aletta dan Siska.”“Kenapa harus dihukum? Cukup kamu berikan ancaman saja kepada mereka agar tidak mengganggu lagi,” saran Ambar.“Tidak bisa! Kamu pikir mereka cukup diancam dan langsung berhenti mengganggu? Jangan naif!” bentak Alvaro.Ambar mendelik mendengar bentakan Alvaro. Setelah upayanya menyelamatkan Alvaro, lelaki itu bukannya berterima kasih, tetapi justru memarahinya. Gadis itu menjadi sedikit tersinggung karena merasa tidak dihargai. Ambar menjauh dari kasur Alvaro sambil mengedikkan bahunya, “Terserahlah … aku bukan orang yang suka kekerasan. Menurutku tidak semua kejahatan harus dibalas dengan kejahatan pula. Ada kalanya kita harus merangkul mereka agar mereka menyadari kesalahannya. Permisi aku mau istirahat.” Ambar berlalu meninggalkan Alvaro yang terbengong-bengong menatapnya. Setelah pintu kamar ditutup oleh Ambar, barulah Alvaro tersadar dan mengumpat, “Apa itu tadi? Sekarang d
“Alvaro apa-apaan kamu? Kenapa Mama dipanggil dewan direksi?”Di depan pintu ruangan Akvaro yang terbuka paksa itu Siska sudah berdiri dengan tatapan marah. Di belakangnya ada sekretaris Alvaro yang tampak ketakutan.Alvaro memberi isyarat tangan agar sekretarisnya keluar dan menutup pintu. “Dan kamu kenapa ada di sini, Santo?” Siska yang semula histeris menjadi heran ketika melihat anak kandungnya berada di ruangan anak tirinya. “Tanyakan alasannya kepada anak tiri Mama itu,” jawab Santo dengan nada kesal. Siska menatap Alvaro dengan mata mendelik marah. “Apa-apaan ini Alvaro? Apa yang kamu lakukan kepada kami berdua?”Alvaro kembali bersandar di kursinya. Dia menatap sinis ke arah ibu tirinya. “Kenapa tanya saya? Tanya ke diri sendiri aja. Apa yang sudah kalian lakukan?” Siska memucat. Dia mulai menyadarinya. Dia tahu cepat atau lambat Alvaro akan mengetahui perbuatannya dan dia pasti akan langsung membalasnya. Hanya saja Siska tidak mengira anak tirinya itu akan tahu secepa