Share

Bab 2 Ajakan Menikah

Bab 2 

Ambar tak elak melongo mendengar ucapan Alvaro. 

Apa dia tidak salah dengar? Majikannya baru saja mengajaknya menikah, bukan?

“Kenapa kamu diam? Saya bilang, ayo kita menikah!”

Sungguh, Ambar tidak salah dengar. Majikannya benar-benar sedang mengajaknya menikah!

Dengan senyum yang dipaksakan, Ambar berujar, "Tuan, jangan bercanda ….”

“Apa kamu pernah melihat saya bercanda?” balas Alvaro dengan wajah serius.

Sudut bibir Ambar berkedut. “T-tapi, saya tidak mungkin menikah dengan Tuan …." 

Alvaro mengerutkan keningnya. "Kenapa tidak mungkin? Saya kurang baik untukmu? Atau wajah saya terlalu buruk dan bukan seleramu?”

Kurang baik sih tidak, buruk rupa juga tidak. Bahkan, bisa dikatakan Alvaro luar biasa tampan. Akan tetapi …. siapa yang mau menikah dengan singa galak seperti ini!? Walau tampan, tapi yang ada Ambar bisa mati muda karena sakit hati diomeli terus!

‘Selain itu ….’

Belum sempat Ambar bahkan menyelesaikan ucapan batinnya, dia tersentak begitu melihat Alvaro berdiri dari kursinya. Aura dominan pria tersebut sangat kental, membuat dada Ambar sesak, terlebih ketika pria itu berjalan mendekatinya.

"Duduk," perintah Alvaro sambil menarik kursi yang ada di depan mejanya. 

Seperti robot, Ambar mematuhi perintah majikannya. Dia duduk di kursi tanpa suara.

Suasana ruangan Alvaro hening selama beberapa saat sampai suara bariton pria tersebut memecah kesunyian. 

“Utang ayahmu akan lunas, hidupmu juga tidak akan lagi diganggu olehnya. Pun ayahmu kembali mencarimu tentang utang, saya bisa mengatasinya.” Pria itu menatap Ambar lurus. “Demikian, katakan pada saya, apa pernikahan kita akan merugikanmu?”

Ambar terdiam. Majikannya tersebut benar. Bila dijabarkan seperti itu, Ambar memang sama sekali tidak dirugikan. 

Terlepas dari sikap buruk sang majikan, tapi hati pria itu memang baik, kemampuan serta kuasanya juga luar biasa. Jadi, menikah dengan Alvaro juga bukan pilihan buruk. 

Akan tetapi–

Ambar mengangkat wajahnya dan memberanikan diri menatap wajah datar Alvaro. Alis indahnya menekuk dan saling tertaut. 

"Saya memang diuntungkan, tapi apa keuntungannya pernikahan ini untuk Tuan?”

Alvaro agak kaget Ambar menanyakan hal seperti itu. Akan tetapi, dia menghela napas kasar dan menjawab, "Tentu saja keuntungan saya adalah kamu tetap di rumah ini dan mengurus Afreen."

“Selain itu?”

“Tidak ada.”

Ambar menatap lekat wajah tampan Alvaro. Kentara jelas di mata Ambar bahwa pria itu sama sekali tidak berbohong.

“Hanya demi Afreen, Tuan bersedia menikahi saya? Bawahan Anda?” tegas Ambar lagi.

“Ya.”

Sebagai kepala urusan rumah tangga Alvaro, Ambar pun tahu betapa pentingnya Afreen untuk majikannya itu. Akan tetapi, tidak dia sangka bahwa pria itu rela menawarkan pernikahan hanya demi menyenangkan putranya tersebut!

Ditatap lama oleh Ambar membuat Alvaro mengangkat salah satu alis hitam tebalnya. Terpancar rasa heran dari mata hitam pekat pria itu melihat tingkah Ambar yang tidak seperti biasa. 

“Sudah saya jawab semua pertanyaanmu, apa yang masih kamu pikirkan?” sergah Alvaro, tidak sabar.

"Pernikahan ini … pernikahan kontrak?” tanya Ambar.

Alvaro melipat kedua tangannya. “Tentu saja,” jawabnya singkat.

“Sampai kapan?”

“Sampai Afreen cukup besar untuk lepas darimu.”

Ambar tersenyum pahit. Sungguh terus terang majikannya ini, seakan pernikahan saja dijadikan bisnis untuknya.

Melihat ekspresi Ambar, Alvaro mengernyitkan wajah. “Apa yang lucu?”

“Saya ingin pernikahan yang sebenarnya, bukan pernikahan sementara.”

Alvaro mendelik. “Ambar, jangan keterlaluan!” Dirinya sudah begitu baik ingin memberikan jalan keluar, tapi kenapa sepertinya gadis di depannya ini terus meminta lebih!?

Ambar menundukkan kepalanya dan tersenyum. 

"Tuan, saya tidak meminta Tuan untuk menjadikan saya istri sah,” ucapnya, membuat Alvaro mematung. “Pernikahan bisa diawali perjanjian maupun perjodohan, tapi saya tidak bersedia untuk dijadikan istri yang hanya diakui secara siri.”

Walau terpojok, tapi sebagai wanita, Ambar masih memiliki harga diri. Karena detik ini, selain hal tersebut, tidak ada lagi yang Ambar miliki.

“Pernikahan yang tercatat di KUA, memiliki buku nikah, dan diumumkan lewat sebuah pesta. Tidak harus pesta mewah, asal ada saksi yang tahu saja bahwa saya telah menjadi istri sah seseorang. Itu yang saya inginkan.”

Pandangan Ambar terangkat, menatap manik hitam majikannya lurus.

“Saya tahu Tuan tidak bisa memberikannya, tapi … saya harap Tuan bisa menghormati keinginan saya dan membiarkan saya berhenti.” 

Ambar pun membungkuk rendah, menunjukkan rasa hormat dan terima kasihnya kepada Alvaro. 

“Itu saja yang ingin saya sampaikan, Tuan. Saya permisi.”

Alvaro terdiam melihat Ambar yang berjalan pergi. Entah kenapa, menatap punggung gadis itu, hatinya merasa sedikit tidak nyaman. 

Baru kali ini dia kalah bernegosiasi. Dengan perempuan yang menjadi pekerjanya pula. 

Tangan Alvaro mengepal. Dia merasa sangat kesal, tapi … apa yang bisa dirinya lakukan? 

Lagi pula, Alvaro tidak salah. Tidak mungkin dia menikahi bawahannya itu secara sah, bukan? Apa kata orang-orang nanti?! Bagaimana dengan reputasinya!?

Di sisi lain, Ambar melangkah dengan punggung tegap. Dia sadar diri dengan posisinya. 

Ambar yakin di mata sang majikan, dirinya hanyalah seorang gadis yang berguna untuk mengatur urusan rumah tangganya. Selain itu, dia tidak ada latar belakang keluarga kuat, maupun pencapaian luar biasa yang bisa dibanggakan. 

Demikian, bagaimana mungkin dia sepadan dan layak untuk seorang Alvaro Hadinata, pemilik sekaligus direktur utama Hadinata Grup?

Ambar tersenyum tipis. Dari awal, dia memang tidak berniat menikahi Alvaro. Dia tahu dunia mereka berbeda, dan itulah kenapa dia menuntut kepada Alvaro mengenai pernikahan sah. 

Beruntung, pria itu tidak menerima permintaan Ambar. Kalau tidak, bisa repot nantinya.

‘Menikah dengan majikan, memangnya ini dunia novel?’ batin Ambar dengan senyum mencemooh saat dirinya membuka pintu dan berniat meninggalkan ruangan.

Tapi mendadak–

BRAK!

Suara pintu yang terbanting menutup terdengar bergema di seisi kediaman.

Ambar mematung di tempatnya. Pintu yang tadi terbuka di depan mata kembali menutup. Wanita itu menggeser pandangan, mendapati tangan Alvaro menahan pintu tersebut.

“T-Tuan …?” Alis Ambar tertaut. “Kenapa–”

“Saya setuju.”

Mata Ambar membesar. “Setuju?” Dia tidak mengerti.

Manik segelap malam Alvaro bergeser dan menatap Ambar lurus. “Saya setuju menikahimu secara sah.”

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Luvdiana
Nah loh beneran nih Alvaro serius msu nikah?
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status