Abimanyu dimarahi habis-habisan oleh Lastri karena tidak segera membawa Adisti ke alam mereka.“Harusnya kamu lebih pinter, Abi!” hardik Lastri kesal.“Ma, kita harus bermain cantik. Mana mungkin aku bisa membawanya begitu saja. Bukankah lebih baik kita memberi mereka peringatan terlebih dulu sebelum membawanya ke sini? Aku ingin membuat Adisti merasa hanya bersama kita dia akan merasa aman.”Lastri terdiam mendengar penuturan anaknya. Setelah kehilangan calon cucu, membuat Lastri semakin kesal dengan manusia. Selalu saja ada yang menggagalkan rencananya. Padahal Lastri ingin segera memiliki anak dari Adisti agar semakin kuat dan ada yang meneruskan kekuasaannya.“Terserah kamu saja! Yang penting Kamis depan kamu harus berhasil membawa Adisti kemari, apa pun yang terjadi!” Lastri menekan setiap ucapannya. Lalu meninggalkan Abimanyu sendiri.Sementara itu di tempat yang berbeda, Dion, Adisti, dan Kartilan berada di ruang tamu menikmati makan malam. Adisti dan Dion duduk berdampingan, b
“Bismillah.” Dion berusaha berdiri. Ia memegangi kedua lututnya yang terasa ngilu. Seluruh badannya terasa sakit, apalagi sekarang Dion merasa sangat pusing.“Bagaimana ini? Adisti dibawa pergi. Apa yang harus kulakukan?” gumam Dion panik.Belum hilang panik Dion, terdengar teriakan Darsih yang memanggil Dini berkali-kali.Mendengar itu, seketika panik melanda hati Dion. Bersusah payah ia berlari menuju kamar Dini.Seketika hatinya nyelekit saat melihat keadaan Dini yang terkulai tak berdaya di atas lantai. Kamar terlihat seperti kapal pecah karena banyak barang yang pecah dan berhamburan di lantai. Gegas Dion menghampiri Dini, lalu memerintahkan Darsih menata ranjang. Ia menggendong ibunya dengan panik, lalu meletakkan perlahan.“Tolong bersihkan kekacauan ini,” pinta Dion pada Darsih.Darsih hanya mengangguk lalu segera mengambil sapu dan pengki. Ia membersihkan semua benda yang sudah tidak berbentuk, lalu membuang ke tempat sampah.Sedangkan Dion, laki-laki itu memeriksa denyut Din
Ustaz Ramli berhasil masuk ke alam Abimanyu. Saat ini ia bersama Aldi dan Dion berada di bawah pohon yang menjadi jalan keluar masuk makhluk tak kasatmata ke alam manusia.“Kita di mana?” tanya Dion sambil menautkan alis. Ia mengucek mata, lalu menatap sekeliling.“Di alam mereka, Kak,” sahut Aldi.Dion mengangguk mengerti. Matanya terus menyusuri sekitar. Batu pertama kali ia datang ke alam Abimanyu. Tentu saja hal ini membuatnya terheran-heran karena ternyata kehidupan di sana sama saja seperti di dunia manusia.“Ustaz, banyak sekali rumah. Bagaimana cara kita mencarinya?” tanya Aldi menatap sekeliling. Rumah yang terbuat dari anyaman bambu berjejer rapi di sepanjang jalan. Hanya satu rumah megah nan mencolok di sana. Tepat diujung jalan. Kelihatan jelas dari tempat mereka berdiri sekarang.“Sepertinya di sana.” Tunjuk Ustaz Ramli ke arah rumah megah.Aldi mengernyit. “Jadi ... dia bukan makhluk sembarangan?”Ustaz Ramli mengangguk. Menyesal ia tidak teliti menelusuri Abimanyu. Jika
Dion terbangun dari tidurnya. Ia menoleh ke sebelah kanan, ada Ustaz Ramli dan Aldi yang tengah tertidur. Ia bergerak pelan, bangun dari tidur menuju kamar mandi. Entah mengapa ia merasa suasana malam di alam ini terasa sangat dingin, membuatnya menggigil. Apalagi mereka tidur beralaskan karpet saja.Kamar mandi Dasiran terletak di belakang rumah hanya bertutupkan kain sedada orang dewasa. Di dalam kamar mandi terdapat bak yang berukuran lumayan besar dan jamban manual.Angin berembus kencang saat Dion akan masuk kamar mandi. Seketika bulu kuduknya meremang. Entah mengapa tiba-tiba saja perasaannya tidak enak. Tapi, ia mencoba menepisnya. Di sini ada Ustaz Ramli dan Aldi yang menjaganya, jadi ia berusaha tidak panik.Setelah buang air, Dion segera menyiram dan keluar. Namun, saat ia menginjakkan kaki di luar dari kamar, terdengar suara bisik-bisik di samping rumah.“Siapa yang sedang berbincang?” gumam Dion lirih. Ingin mengintip, tetapi hatinya berkata jangan. Namun, Dion penasaran s
“Jadi mereka sempat mengetahui kedatangan kalian?” tanya Abimanyu saat rombongan yang membawa Ustaz Ramli, Aldi, dan Dion datang.Pimpinan rombongan itu mengangguk. “Untung saja saya berhasil menemukan mereka, Tuan.”Abimanyu mengangguk. Ia tersenyum samar. Setelah pimpinan rombongan itu berlalu, Abimanyu masuk ke kamar. Ditatapnya wajah Adisti yang tengah tertidur dengan damai setelah malam yang panjang.“Kali ini anakku harus selamat!” gumam Abimanyu penuh penekanan.Sementara itu di tempat yang berbeda, Ustaz Ramli, Aldi, dan Dion sedang duduk di dalam penjara. Mereka dibawa ke penjara yang sepertinya berada di dalam bawah tanah. Memang lantainya sudah licin, tapi dindingnya masih dari tanah. Tidak hanya ada mereka bertiga. Di samping itu, berjejer penjara yang berisi manusia. Dari ruangan itu, Dion bisa melihat beberapa manusia yang dipaksa bekerja mengangkat batu, mereka diawasi makhluk besar yang berwajah mengerikan.“Selanjutnya apa yang akan kita lakukan?” tanya Aldi sembari m
“Saya ingin bebas dari Abimanyu, Tuan.”Akhirnya keluar dari mulut Dion perkataan itu. Namun, baik Ustaz Ramli maupun Aldi, seketika mereka mengernyit saat mendengar pengakuan makhluk itu. Bebas? Jadi apakah sebelumnya ia dikurung di ruangan ini?“Apa maksudmu?” Tanya Ustaz Ramli datar.Lagi-lagi makhluk itu menggeram sebelum menjawab. “Sebenarnya aku adalah warga biasa, tetapi Abimanyu mengurungku di dalam peti itu saat aku mendengar percakapannya dengan Nyonya Lastri.”Ustaz Ramli dan Aldi saling berpandangan.“Lalu?” tanya Aldi.“Mereka mengatakan sedang mencari wanita yang pernah mati suri untuk dijadikan ratu dan sebagai inang untuk keturunan mereka. menurut kepercayaan, jika Abimanyu menikah dengan wanita yang pernah mati suri, mereka akan mudah menguasai wilayah ini.”Ustaz Ramli mengangguk paham. Ia tahu hal itu, jadi saat tahu informasi itu tidak kaget.“Siapa namamu?” tanya Ustaz Ramli.“Seno, Tuan. Tolong selamatkan saya dari sini.” Dion menangkupkan kedua tangan di atas ke
“Saya tahu tujuan kalian ke sini. Saya tidak setuju dengan penobatan yang dilakukan besok. Karena itu saya datang menawarkan bantuan.”Ustaz Ramli dan Aldi saling berpandangan, lalu mereka menatap Seno dan Hartanto bergantian.“Bantuan?” tanya Ustaz Ramli lirih.“Benar. Saya akan membantu kalian untuk menyelamatkan wanita itu agar penobatan besok gagal. Bagaimana? Saya tidak meminta balasan apa pun. Penobatan gagal saja sudah membuat saya senang,” tutur Hartanto panjang lebar.Aldi mengernyit. Ia menatap Hartanto lekat, mencoba mencari kebohongan di wajah laki-laki yang terlihat tua itu.Berbeda dengan Ustaz Ramli yang mengangguk menyetujui. Dengan sekali pandang, ia bisa menilai ketulusan Hartanto.“Baiklah. Kami setuju.”Hartanto tersenyum senang. “Saya akan bergerak sebentar lagi untuk menyelamatkan wanita itu. Kalian tunggu saja di bawah pohon tempat kalian masuk kemari.”“Apakah tidak sebaiknya saya menemani dan membantu Anda?” tanya Aldi menawarkan bantuan. Ia belum sepenuhnya p
“Adisti ...,” panggil Dion lirih. Tentu saja Adisti tidak mendengar panggilan Dion. Wanita itu terus bergelayut manja di lengan Abimanyu. Bahkan tanpa malu Adisti meraba dada Abimanyu hingga berakhir di area privasi laki-laki itu.Ustaz Ramli memalingkan wajah sambil beristigfar dalam hati, sedangkan Hartanto terus mengumpat dalam hati. Rupanya Abimanyu kembali memantrai Adisti, justru sekarang semakin kuat karena wanita itu bahkan tidak mau menoleh pada Dion sama sekali.Ada rasa tidak rela dalam diri Dion saat melihat adegan itu. Wanita yang dicintai dan disayangi menjadi budak nafsu makhluk dari alam lain. Ia tidak rela Adisti melakukan itu dengan Abimanyu.“Lepaskan dia!” teriak Dion. Entah kekuatan dari mana, seketika laki-laki itu sudah berdiri tegak lalu mendekati Abimanyu.Dion mencekal lengan Adisti, menghentikan gerakannya yang lembut mengelus benda milik Abimanyu. “Ayo kita pulang dari sini.”Diperlakukan demikian membuat Adisti seketika emosi. Aktivitas yang disukainya ter