Share

Bab 3. Tawaran Pekerjaan

Gita tersenyum kepada wanita yang merupakan tetangganya yang selama ini sudah merawat rumahnya.

“Wa’alaikumussalam, nyampe rumah malem Cing, kejebak macet.” Gita menjawab dengan senyum ramahnya.

“Iye malam minggu mah macetnya parah Git, emak lo mane?”

“Mak didalem Cing, masih ngaji.”

“Ya udeh, Cing kedalam dulu ye mau ketemu emak lo.”

Wanita ceriwis itu pun masuk kedalam rumah, Cing Lela merupakan salah tetangga terbaik yang mereka miliki. Walaupun dia lumayan cerewet layaknya emak-emak pada umumnya, tapi Cing Lela tidak suka ikutan bergosip dengan para tetangga lainnya. Malah terkadang dia yang membubarkan ketika ibu-ibu mulai berkerumun didepan warungnya. Setelah selesai merapihkan beberapa tanamannya, Gita pun menyusul masuk kedalam rumah.

“Saya mau mudik semingguan, mau nengokin emaknya Bang Udin yang lagi sakit. Tapi saya lagi bingung nyari orang buat gantiin kerjaan saya. Bos saya gak suka sembarangan orang yang masuk ke apartemennya. Takut orangnya panjang tangan, saya juga susah nyari orang yang jujur yang mau gantiin kerjaan saya.” Cing Lela mengeluhkan kegundahannya.

“Emang kerjanya apa Cing?” Gita bertanya sambil mencuci tangannya.

“Cumi nyuci baju, nyetrikain pakaian bos saya sama beberes doang, kalau misal sempet, masakin dia untuk makan malam, tapi kalau misal gak bisa juga gak papa, orangnya baek gak rewel.”

“Dia seminggu sekali pulang kerumah orang tuanya, kita bisa ambil libur.”

“Hmm ... Gita mau nyoba deh Cing, daripada iseng dirumah gak ada kerjaan kan.”

“Beneran lo mau Git, tar Cing laporan sama bos dulu, biar dia gak kaget. Nanti lo bawa name tag Cing aja buat masuk apartemen, kalau ada apa-apa tar Cing yang tanggung jawab.” Seru Lela kembali.

“Mak, permisi dulu saya mau beberes buat mudik. Rencana saya mau berangkat pagi ini biar nyampe kampung gak kesorean. Git mulai hari ini bisa kan gantiinnya, tar Cing anterin lo dulu ke apartemen biar securitynya tahu kalau lo lagi pengganti gue sementara.”

“Ya udah Cing, kalau begitu Gita mau siap-siap juga deh.”

“Lela, salam buat ibu mertuamu, semoga Allah angkat penyakitnya dan kembali sehat wal afiat lagi.” Ujar emak.

"Aamiin ... iya mak, makasih doanye." tukas Lela kemudian kembali kerumahnya.

Gita bergegas menuju kamar mandi dan membersihkan dirinya. Sebenarnya dia hanya kasian kepada Cing Lela karena sedang kesulitan, lagi selama ini Cing Lela sudah sangat baik kepada keluarganya. Hanya pekerjaan rumahan biasa tidak sulit, pikirnya. Setelah siap Gita pun berpamitan kepada ibunya, ia pergi ke apartemen itu diantar oleh Cing Lela. Setelah sampai diloby bawah apartemen, wanita itu mengajak Gita menemui security dan bagian resepsionis.

“Pak Burhan, ini orangnya yang bakalan gantiin saya kerja disini ya, namanya Gita. Tolong jagain ye pak.”

Gita hanya tersenyum ramah kepada laki-laki berkumis tebal dan berbadan gempal itu.

“Beres tar gue jagain La, tenang aja.” Sahut Pak Burhan seraya melirik Gita dari atas sampai bawah lalu keatas lagi.

“Jangan dipelototin terus Pak, tar die takut gak mau kerja disini dah.” Lela memberengut tak suka menatap laki-laki berpakaian dengan tulisan security itu.

“Eh iya ... maap dah, maap ya mba habis saya terpesona liat kecantikan mba Gita.” Ujar Burhan jujur sambil senyam senyum.

“Pak Burhan, inget bini dirumah lagi hamil noh.” Cibir Lela memutar bola matanya jengah.

Gita yang sejak tadi merasa tak enak karena dijadikan tontonan orang yang lalu lalang pun hanya bisa menunduk malu.

Kemudian Lela mengantar Gita menuju resepsionis untuk meminta kunci apartemen majikannya.

“Mba Sely, ini orang yang mau gantiin saya sementara di apartemennya Pak Rion ya, namanya Gita. Git, ini mba Sely yang ngurusin perkuncian apartemen.” Lela memperkenalkan keduanya.

Lalu mereka menuju lift lantai 9, tepat dikamar bernomor 99, Lela berhenti dan membuka pintu apartemen. Ruangan tersebut terlihat sangat berantakan, pecahan beling ada dimana-mana, kursi goyang terbalik serta, lukisan pemandangan yang copot dari tempatnya.

“Busyeet dah, kenapa kaya kapal pecah gini.” Lela terbelalak melihat apartemen itu bagai kapal yang habis diterjang badai.

“Hadeeh, pasti Pak Rion mabok lagi dah. Kasian amat orang kaya, banyak duit masih aja mabok, kaya orang stres aj. Git maaf yaa ... Pak Rion jarang sih, ngamuk-ngamuk begini. Kecuali kalau dia habis bertengkar sama mantan bininye.”

“Gue jadi gak enak mau ninggalin lo nya.”

“Gak papa Cing, nanti saya beresin semua, tenang aja. Oh iya biasanya dia pulang kerja jam berapa?” tanya Gita.

“Biasanya habis maghrib baru pulang, tapi kadang kalau lagi sibuk dikantor bisa pulang malam juga Git.”

Gita hanya menganggukan kepalanya, tak lama Lela pun meninggalkan Gita seorang diri diruangan itu. Gita mulai menggulung kemeja panjangnya, dan memakai sendal rumah yang tersedia untuk menghindari pecahan beling yang berserakan. Dia merasakan gerah, akhirnya dia melepas hijabnya karena Gita pikir dirinya hanya sendirian. Setelah membereskan bagian ruang tamu, ia menuju kamar utama yang tidak kalah berantakannya dengan ruangan tamu. Dengan sabar Gita merapihkan kamar itu, ketika sedang membereskan sampah, Gita melihat ada beberapa bekas kon*** yang teronggok didalam tempat sampah. Gita bergidik ngeri dan jijik melihatnya, dengan cepat ia menyingkirkan plastik sampah itu. Kemudian setelah ruangan telah rapih dan bersih, wanita itu menuju dapur, ia mleihat isi kulkas, ada beberapa sayuran, telur dan sosis. Sebelum mulai memasak, Gita menyalakan mesin cuci dan memasukan beberapa baju kotor. Sambil mencuci ia memasak beberapa hidangan dengan bahan-bahan tadi.

Pekerjaan Gita selesai tepat saat adzan dzuhur berkumandang, badanya terasa lengket. Ia memutuskan untuk menumpang mandi dikamar mandi yang berada didapur, karena ia tidak betah dengan tubuhnya yang lengket. Tapi karena Gita tidak membawa baju ganti, ia mengenakan kembali pakaiannya. Setelah itu ia menunaikan sholat dzuhur, kemudian ia melipat mukenanya kembali. Dan sebelum pulang ia menuliskan pesan untuk Rion.

"Selamat siang, Pak Rion

Saya Gita yang menggantikan Bu Lela.

Hari ini saya masak dengan bahan seadanya yang ada didalam kulkas. Semoga rasanya bisa diterima lidah anda.''

Setelah selesai menempelkan pesan diatas meja makan, Gita pun pulang meninggalkan apartemen itu dalam keadaan bersih, rapih dan wangi. Gita tersenyum puas melihat hasil kerjanya dihari pertama. Ini memang pengalaman baru untuknya, tapi lumayan seru, Ia bisa melihat pemandangan kota yang indah dari gedung tinggi ini. Pemandangan pantai dan jalanan ibu kota menjadi objek bidikan kamera hp nya saat ia berisitirahat sejenak tadi. Selain membaca Gita juga menyukai fotografi walaupun dia hanya bisa menggunakan kamera ponselnya yang sudah ketinggalam zaman.

Sore hari, Rion tiba di apartemennya. Ia puas melihat keadaan apartemennya yang telah rapih kembali. Semalam Rion benar-benar kewalahan menghadapi amukan Linda, mantan istrinya yang datang tiba-tiba, sialnya Linda datang setelah ia dan Sasa selesai bercinta. Pertikaian antars mantan istrinya dan Sasa tidak terelakkan lagi. Beberapa kali Rion mencoba untuk melerai keduanya, tapi dua perempuan itu sama keras kepalanya. Mereka menghancurkan apartemen Rion dengan membabi buta.

Rion masuk kedalam kamar, matahari sudah tergelincir ke tempat peraduannya. Rion melepas penat dengan berendam di bathub kamar mandi sambil menikmati sebotol bir dingin yang ia ambil dari dalam kulkas. Setelah selesai mandi, ia merasakan lapar. Baru saja Rion ingin memesan makanan lewat aplikasi ponsel, dia melihat diatas meja makan ada beberapa hidangan yang terturup tudung saji. Rion pun membukanya kemudian mulai menikmati hidangan tersebut. Masakan rumahan yang sudah jarang sekali ia makan. Rasanya lumayan enak menurut Rion, sampai dia menghabiskan dua piring nasi untuk hidangan itu. Setelah selesai, Rion membaca pesan untuknya disecarik kertas yang ditulis oleh Anggita tadi.

Rion tersenyum simpul membaca pesan itu, kemudian dia membalas pesan tersebut dikertas yang sama.

Rasa masakanmu enak, sampai habis tak bersisa. Good Job.

Terima kasih.

Rion menaruh piring kotor bekas makannya, kemudian ponselnya berdering. Arka putra semata wayangnya sudah memenuhi layar ponselnya.

“Papah kapan pulang?aku kangen papah.” Wajah Arka berubah sendu, selama hampir seminggu ini Rion tidak pulang kerumah. Karena sibuk dengan pekerjaannya juga karena ia sedang menghindari sang ibu yang selalu membujuknya untuk menikah lagi. Rion bukannya tidak mau menikah lagi, hanya saja dia belum siap untuk menikah kedua kalinya. Setelah perceraiannya dengan Linda, Rion merasa telah gagal menjadi suami untuk istrinya, ternyata cantik dan seksi saja tidak cukup, tapi ia juga butuh seorang wanita yang mau mengerti dirinya, menerima segala kekurangannya. Entah apa kurangnya Rion dimata Linda, sehingga wanita itu berselingkuh dengan salah satu rekan bisnisnya. Rion sangat marah, dia merasa harga dirinya sebagai suami telah direndahkan. Sebelum menikah memang kehidupan mereka terlalu bebas, bahkan Rion sampai hari ini belum bisa lepas dari yang namanya s** bebas. Apalagi setelah bercerai dengan Linda, ia sempat merasa insecure dengan dirinya sendiri. Jadi untuk memupuk rasa percaya dirinya lagi, Rion tidur dengan beberapa wanita yang menggilainya. Rion hanya memanfaatkan tubuh mereka, tapi hatinya tetaplah kosong.

“Besok minta tolong Om Andro antar Arka kesini, oke!”

“Gak bisa woi ... gue besok ada kencan Bang.” Seorang pria yang berwajah hampir mirip dengannya berganti memenuhi layar ponselnya.

“Androoo, language!” teriak seorang wanita yang tak lain adalah ibu mereka.

“Rioon, kapan kamu pulang, udah kaya bang Toyib kamu tuh, gak pulang-pulang!” wajah wanita itu bergantian memenuhi layar ponselnya.

Rion memutar bola matanya malas, lalu menatap sang ibu dengan jengah.

“Mah, tolong ponselnya kasih Arka dong, kan dia kangen sama aku,” Ujar Rion dengan wajah lelah.

Kemudian Arka pun, muncul lagi. Rion memberikan senyumnya kepada bocah laki-laki itu.

“How’s your day?”

“I’m so bored Pah. Besok aku akan ketempatmu, kalau Om Andro tidak mau menemani, biar aku sama nenek aja kesana.”

Rion gelagapan, dia mencoba mencari alasan agar mamahnya tidak ikut Arka ke apartemennya. Bisa tambah gawat, kalau mamahnya tahu dia suka memasukkan para wanita ke dalam apartemennya.

“Arka, kalau Om Andro tidak bisa, nanti biar dijemput sama pelayan papah aja sayang, jangan sama nenek, kasian nanti nenek capek.” Ujar Rion mencari alasan.

“Kenapa mamah gak boleh ikut?”

“Apa kamu menyembunyikan sesuatu dari mamah?” sang mamah menatap Rion dengan pandangan penuh curiga.

“Ck ... Mamah tuh curigain aku terus, Andro tuh curigain Mah!” sahut Rion malas.

“Woi ... Sialan lo bang, ngapa jadi bawa-bawa gue, gue mah bebas masih bujangan!” sahut Andro tak terima.

“Mulutmu itu droo, mamah ulekin cabe sekalian yaa!”

“Aduh ... ampun Mah ... ampun!” Andro berteriak kesakitan.

Rion hanya tergelak melihat Andro dijewer oleh mamahnya. Lalu Arka kembali berbicara padanya.

“Pah udah dulu ya, Arka ngantuk, sampai ketemu besok Papah!” Arka menyudahi Video Call itu.

“Dah Sayang. Tidur yang nyenyak ya ... Jangan lupa mimpiin papah.” Kemudian panggilan tersebut berakhir.

Sebagai anak pertama di keluarganya segala gerak gerik Rion sangat diperhatikan oleh sang Mamah. Apalagi setelah papahnya wafat, semua tanggung jawab keluarga dan perusahaan ada dipundaknya. Seolah harga diri keluarga ada ditangannya sekarang. Oleh karena itu sang mamah sering kali menasihatinya, apalagi setelah kegagalan pernikahannya yang pertama, mamahnya menjadi over protektif.

Kadang Rion iri dengan kehidupan Andro yang tak terlalu dikekang oleh sang mamah. Adik brengseknya itu, bebas bergonti ganti pasangan layaknya berganti pakaian. Sedangkan Rion hanya bisa melakukan dengan sembunyi-sembunyi agar sang mamah tidak mengetahuinya.

Kesepian seperti ini yang Rion tak suka, ketika menjelang tidur jauh dari anak dan keluarganya. Oleh karenanya untuk mengusir rasa sepi, Rion kerap mengundang para wanita yang ia tahu akan dengan sukarela menyerahkan dirinya untuk ia nikmati. Sampai kapan dia akan hidup seperti ini, sebenarnya Rion pun mengharapkan kehadiran seorang wanita yang mampu menggugah hatinya dan membuatnya percaya untuk membangun rumah tangga lagi. Dia juga tidak mau terus berkubang dalam dosa, dia ingin memiliki wanita yang halal untuknya, dan memberikan ibu yang baik untuk Arka, putranya. Dia jadi teringat ucapan Randi, sahabatnya.

“Jodoh itu ibarat cermin Yon, kalau lo brengsek jangan salahin Tuhan, kalau lo dapetnya juga yang brengsek.”

“Tapi kalau lo nya baik ya dapetnya juga yang baik-baik.”

Rion mengehela napasnya panjang, diumurnya yang ke 37 tahun, dia harusnya mulai serius memikirkan masa depan Arka juga dirinya sendiri. Belum lagi masa depan perusahaan keluarganya, selama dia menggantikan mendiang papahnya Rion bisa menyelesaikan berbagai permasalahan yang terjadi di perusahaan. Dengan tangan dinginnya bahkan dia membuat perusahaan keluarganya menjadi lebih berkembang dan maju pesat dalam lima tahun terakhir.

Mungkin memang sudah waktunya Rion mendengarkan ucapan mamahnya. Pelan-pelan Rion bertekad untuk bisa merubah dari kebiasaan buruk melakukan s** bebas. Apa iya dia harus meminta sang mamah mencarikan istri untuknya? Karena katanya ridho Tuhan itu bersama dengan ridho orang tua.

“Ya Tuhan, aku serahkan semuanya padamu sekarang.” Ujar Rion sebelum akhirnya pria itu terlelap.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status