“Kamu yang perlu jaga lisan Cantika!” Asha menoleh ke belakang, entah sejak kapan Akash berdiri di belakangnya, yang jelas saat itu dia bicara tegas dan membuat Cantika terkejut.
“Kash, maksud kamu apa?” tanyanya.
“Asha istriku, dia berhak menyebut Mamaku dengan sebutan Mama, dia bukan pembantu di rumah ini yang punya kewajiban memanggil Mama dengan sebutan Nyonya,” ucap Akash membuat Cantikan makin kaget.
“Tapi Kash, di…” Kalimat Cantika terhenti saat melihat telunjuk Akash mengarah padanya.
“Jangan karena kita teman sejak kecil dan aku cerita banyak hal ke kamu terus kamu merasa punya hak untuk ikut campur dalam urusanku. Asha adalah istriku, urusanku. Jangan menghina dia di hadapan orang lain, kamu gak berha
Malam itu Akash dan Asha menginap di rumah sakit untuk menjaga putra mereka yang kelihatan jauh lebih baik setelah kedatangan ayahnya.Saat adzan Isya menggema, Asha memilih sholat di ruang perawatan sementara Akash sholat di musholla rumah sakit, setelah itu ia keluar area dan membeli makan malam untuknya dan Asha.Beberapa waktu berlalu, Ia kembali. Langkahnya cepat di lorong. Namun mendadak langkahnya terhenti ketika tubuh seorang perempuan tampak berjalan sempoyongan dari arah berlawanan menabraknya. “Tolong,” ucap wanita itu dengan suara lirih hampir tidak terdengar.Wajahnya pucat, keringat menetes dari pelipisnya. Mata perempuan itu tampak kosong, seakan menahan sakit yang teramat dalam.Sebelum sempat bereaksi, tubuh rapuh itu goyah dan hampir terjatuh menabrak Akash untuk kedua kalinya. Refleks, Akash mengulurkan tangan, menahan bahunya agar tidak membentur lantai.“Tolong!” teriak Akash mencuri perhatian bebe
*** Flash back on ***Asha sedang membereskan berkas tender di ruang arsip saat ia mendengar suara yang cukup familiar di pendengarannya sedang berbisik dari balik rak tinggi di sebelahnya. Tadinya, dia tidak ingin ambil pusing, tapi saat mendengar namanya disebut, gerakan tangannya yang sedang memilah berkas refleks berhenti saat itu juga.“Aku harus cari cara supaya dia dikeluarkan dari kantor ini. Dia terlalu disayang, mentang-mentang istri atasan terus dia merasa paling hebat sendiri. Pokoknya aku mau dia kehilangan muka setidaknya di depan Pak Akash.”Asha mengernyitkan keningnya, dadanya bergemuruh, dia tahu pemilik suara itu—Mirna. Tapi apa alasan Mirna mengatakan itu dan kepada siapa ia menyampaikan itu, sungguh dia tidak paham.“Semua berkas baik fisik dan back up data dia yang simpan, kalau ada kehilangan dia pasti yang akan dituduh kan?” Asha memegang dadanya saat itu juga, tangannya mengepal keras. Telinganya makin tajam mendengar tiap kata yang keluar dari mulut Mirna.“C
Brak!Pintu ruang rawat Atha terbuka paksa dari luar hingga menimbulkan suara yang cukup keras, membuat Cakra dan yang lainnya sengaja memutar badan dan melihat ke arah pintu.Seorang pemuda nyeleneh dengan rambut sedikit acak-acakan, memakai kacamata sedang berdiri dan menggaruk kepalanya.“Maaf, saya kira gak ada orang,” ujarnya.Asha menghela nafas, sedikit kesal karena ulah anak laki-laki itu. “Bisa jangan berisik gak? Anakku baru tidur Ren,” ujarnya.Seketika pemuda yang dipanggil Ren itu memasang cengiran dan mengatupkan kedua tangan di depan dada, tanda meminta maaf.“Tunggu di depan dulu, nanti aku kesitu,” ujar Asha.Anak muda itu keluar kamar seteleh memberi tanda ok dengan tangan kanannya. Lalu perlahan, semua pandangan tertuju padanya. Sementara itu, Asha juga melihat putranya yang nampak tenang berada di ruangan.Melihat putranya tetap tidur tenang, akhirnya dia mulai bicara. “Asha bukan hacker kok Kek, tapi Asha memang punya teman hacker. Dan kebetulan pas Asha ceritakan
Langkah kaki Akash terdengar menggema di sepanjang koridor rumah sakit. Nafasnya terengah, kemeja yang tadi rapi kini sedikit kusut akibat ia berlari sejak turun dari mobil. Setelah pertemuan di ruangan Cakra tadi dia baru tahu kalau Asha terburu-buru keluar dari kantor karena mendapat telepon dari ibunya, kalau Atha jatuh sakit dan dibawa ke rumah sakit.Akash menghentikan langkah sejenak di lorong khusus anak, matanya liar mencari satu sosok—Asha. Ia menggenggam ponselnya erat berniat menghubungi Asha kembali. Sayangnya dia tidak bisa melakukan itu karena ternyata ponsel wanita kesayangannya tidak aktif karena kehabisan daya.“Pasien anak, atas nama Atha,” ucap Akash saat berdiri di depan meja informasi.“Ruang 304, Pak. Ujung koridor kanan,” jawab perawat ramah sambil menunjukkan ara
Bima keluar dari mobilnya, ia masuk ke sebuah bangunan besar berwarna putih, mengikuti titik lokasi yang diberikan tim IT CMP. Sesuai instruksi Cakra, dia datang sendiri. Bukan untuk menangkap basah orang yang telah menerobos masuk ke server utama untuk kedua kalinya.Sejujurnya Bima dan Cakra sudah bisa menebak siapa yang melakukannya, tapi mereka tidak lekas mengambil kesimpulan. Saat bertemu dengan orang itu, ia menerima sebuah dan laptop yang lekas dibawa kembali ke CMP. Untuk menuntaskan tugasnya, sekaligus menangkap orang yang telah bermain di belakang layar.*Sementara itu di kantor, Cakra memanggil Sandy, Arjuna dan Akash ke ruangannya. Gara dan Andra yang mengerjakan projek, Mirna yang harusnya menjadi penyimpan data dan juga Damar sebagai kepala IT ikut hadir di ruangan itu.
Akash kembali ke ruangannya dengan wajah frustasi yang tidak bisa disembunyikan. Ia berusaha menghubungi Asha berkali-kali, tapi tidak ada hasilnya. Dia tidak ingin mempercayai pemikiran Arjuna, rasanya tidak mungkin kalau Asha melakukan hal buruk seperti ini. Apa gunanya untuk dia.Tapi, sejak tadi Asha tidak bisa di hubungi dan itu juga membuatnya hampir hilang akal.“Apa mungkin… nggak… nggak mungkin. Buat apa?” gumamnya pada diri sendiri. Berusaha menghilangkan semua kemungkinan terburuk kalau Asha ada dibalik semua ini.Pintu ruangan terbuka pelan, Gara datang bersama seorang tim IT. Ia benar-benar berharap kalau mereka datang dengan berita baik, sayangnya yang dia dengar justru membuat dadanya sesak.“Maksud kalian gimana?” tanya Akash, meminta penjelasan ulang.“Dari penyelidikan kami, pembobolan data ini tidak dilakukan dari luar kantor Pak. IP yang melakukan pembobolan berada di gedung ini. Dan…” pria dengan kaca mata bening di samping Gara sempat berhenti bicara sesaat. “Kem