Hari ini, hari pertama Kelana dan Marlina datang bersamaan ke kampus. Setelah satu minggu acara pertunangan, ini pertama kali mereka menampakkan diri di depan umum. Sesampainya d kampus, Kelana langsung keluar dari mobil dan pergi begitu saja meninggalkan Marlina. Sedangkan Marlina masih merasa canggung harus diantar jemput dengan mobil, apalagi bersama dengan Kelana. Dengan agak sedikit canggung, dia keluar dari mobil dan masuk kedalam kampus. Setiap langkahnya seperti diperhatikan oleh mahasiswa yang ditemu Marlina. Namun seperti biasanya, Marlina tetaplah Marlina yang periang dan sedikit cuek. Kali ini Marlina sudah tidak memakai celana olahraga dan rampung yang dikepang dengan sumpit. Penampilan Marlina terlihat begitu anggun, dengan sedikit riasan diwajahnya. Diapun bergegas menuju kelasnya. Dia langsung menghampiri ketiga sahabatnya. Wajah Tika dan Tiwi yang awalnya nampak kesal, tiba-tiba berubah langsung memeluk Marlina.
"Bagaimana kau begitu jahat seperti ini, kamu buan cinderela." Tika merengek kepada sahabatnya itu.
"Apapun itu, kami tetap sahabatmu." Ranti yg duduk di depan Marlina mencoba untuk terlihat lebih kalem.
"Kamu tahu, setelah pangeran Kelana kamu curi, entah dewa apa yang memayungi kelas kita. Ada mahasiswa pindahan yang jauh lebih tampan dari pangeranmu. Dan dia terlihat lebih ramah." Tiwi mengejek Marlina.
Hiroshi masuk kedalam kelas. Tika dan Tiwi terlihat histeris, entah bagaimana mereka berdua bisa sangat seekspresif itu. Mereka tidak sungkan untuk berteriak dan bertingkah konyol di depan umum, apalagi hanya di dalam kelas.
"Hiroshi, kamu bisa duduk di depanku." Tika mempersilahkan Hiroshi yang masih bingung mencari tempat duduk.
"Hai, kamu juga di kelas ini?" Marlina nampak sedikit terkejut.
"Bagaimana kalian bisa saling kenal? Marlina cukup Kelana yang kamu curi, pangeranku ini jangan kau dekati!" Tika langsung menarik tangan Hiroshi
"Tapiii..., dia kan...." Marlina coba menjelaskan namun Hiroshi nampak sedikit menggelengkan kepalanya, tanda dia tidak ingin orang lain tahu siapa dia sebenarnya.
***
Kelana nampak asik sedang memainkan gitarnya di teras belakang rumahnya. Ibu Diana mengahmpiri putranya itu dan duduk disampingnya.
"Nak, kamu sudah bertemu dengan Hiroshi bukan?" Ibu Diana membuka percakapan mereka.
"Tentu Ma, kemarin saat acara pertunangan dan tadi siang dia mampir kerumah. Ada apa Ma?" Kelana menjawab sambil memainkan petikan gitarnya.
"Apakah kamu tidak merasa ada yang janggal. Mereka sudah pergi lebih dari lima tahun, dan mereka tiba-tiba saja datang. Bagaiman menurutmu?" Ibu Diana mulai terlihat serius.
"Ma, ada apa dengan Mama? Mama kesini hanya ingin membahas itu? Bukankah ada banyak hal yang harus Mama persiapkan untuk pernikahanku?" Kelana mencoba mangalihkan pembicaraan
"Sebentar Kelana, Bukankah aneh, mereka tiba-tiba pindah kesini dan membeli rumah tidak jauh dari rumah kita. Bukankah mereka sudah punya kehidupan yang baru di Jepang sana?" Ibu Diana kali ini mencoba menghentikan petikan gitar Kelana.
"Ma, mereka datang kesini bukankah karena undangan dari Mama untuk pernikahan ini, lalu kenapa sekarang Mama bingung sendiri? Sebaiknya Mama ketemu dengan Marlina, masih banyak yang harus dia pelajari untuk bisa menjadi pendamping ku. Aku tidak mau nanti dia membuat malu keluarga kita dengan tingkahnya yang sering terlihat konyol." Kelana berdiri dari tempat duduknya dan begitu saja pergi meninggalkan Ibu Diana.
***
Karena kesehatan Papa Kelana yang semakin menurun, maka pernikahan yang harusnya masih satu bulan lagi, akan lebih dipercepat lagi. Satu minggu lagi pernikahan akan segera dilangsungkan. Marlina sudah mulai dipingit, tidak booleh pergi ke kampus ataupun keluar rumah jika tidak ada hubungannya dengan pernikahan. Sedangkan Kelana, dia masih saja mencuri-curi kesempatan untuk bisa keluar rumah untuk sekedar berkumpul dengan teman-teman band nya. Memang penjagaan untuk Marlina lebih ketat, karena dia masih harus banyak belajar mengenai tata cara kehidupan kalangan orang kelas atas, Marlina juga harus belajar mengenai bisnis keluarga yang selama ini telah dijalankan turun temurun.
Malam sebelum pernikahan berlangsung, Marlina masih harus banyak belajar untuk acara pernikahnnya besok. Karena adanya acara adat yang cukup rumit dan asing bagi Marlina. Keluarga yang lain nampak sibuk dengan acara pernikahan besok.
"Hei, gimana perasaanmu? Sudah siap untuk besok?" Hiroshi menyapa sepupunya yang sedang asik bermain piano.
"Haaaaa, apa yang yang harus aku persiapkan? Semua sudah diatur, aku hanya tinggal mengikuti saja." Jawab Kelana santai.
"Lalu mana Marlina, aku tidak melihatnya?" Hiroshi duduk disamping Kelana dan ikut bermain bersama.
"Dia di rumah satunya, ada beberapa acara yang harus dijalani. Mungkin sekarang dia masih harus menghafalkan urutan acara untuk besok."
"Kamu tidak menelpone atau mengunjunginya? Kasihan dia pasti kelelahan harus mengikuti semua acara, pasti sangat asing baginya."
"Aku tidak tahu, aku dilarang bertemu dan juga disana sudah ada banyak orang yang akan membantunya."
"Kelana, kamu masih saja tidak berubah, sikapmu sangat dingin dengan orang asing. Tapi dia kan nantinya akan menjadi istrimu, bersikaplah lebih hangat."
"Sudahlah lupakan, apakah kamu masih ingat dengan lagu ini? Siapa yang salah harus bisa menghabiskan es krim itu."
Kelana dan Hiroshi asik memainkan tuts paino, seperti ketika mereka masih kecil dahulu. Mereka berdua memang memiliki bakat di dunia musik. Hiroshi lebih jago kalau untuk masalah piano, namun Kelana lebih unggul saat memaninkan gitar, suara mereka juga cukup merdu dan wajah mereka cukup tampan. Dan mereka pun tenggelam mengenang waktu mereka kecil dahulu dan sering menghabiskan waktu bersama.
Sementara itu selama Kelana berada di luar negri, Marlina setiap hari harus belajar mengelola perusahaan. Dia merasa sangat beruntung karena ada Hiroshi yang selalu membantunya. Meskipun sering menemui kesulitan, namun Marlina tidak mudah menyerah. Dia terus mencoba dan tidak sungkan untuk bertanya kepada Hiroshi maupun kepada pegawai yang lain. "Apa kamu masih ingin lembur?" Hiroshi berdiri di depan meja kerja Marlina. "Ohhhh, sudah jam berapa ini?" Marlina kaget mendengar suara Hiroshi. "Sudah lebih dari jam 7, yang lain juga sudah pulang. Kamu mau jadi penunggu kantor ini?" "Bukankah aku terlalu cantik untuk sesosok hantu penunggu gedung?" Marlina mengusap-usap mukanya. "Hahahahaha, kalau kamu hantunya, aku rela setiap hari kamu ganggu." "Aku sangat lapar, tapi aku harus segera pulang." Marlina membereskan mejanya dan memasukkan barang bawaannya ke dalam tas. "Lahhhh, kenapa kita tidak makan dulu saja. Deket sini ada ayam goreng yang sambelnya terkenal enak, Aku yakin kamu
Sesampainya di Singapura, Kelana langsung bertemu dengan salah satu kliennya. Karena perjalanan yang tidak terlalu melelahkan, maka Kelana memutuskan untuk segera menyelesaikan urusannya dengan beberapa klien sekaligus. Setelah hampir setengah hari dia berkutat dengan urusan pekerjaan, Kelana memutuskan untuk istirahat saja di hotel, karena besok dia masih ada pertemuan dengan klien yang lain. Sebelum kembali ke kamar hotel, Kelana ingin bersantai di restoran hotel. Ketika sedang menikmati kopinya, dia di kejutkan dengan suara perempuan. "Apakah kopi disini enak?" Suara perempuan itu mengejutkan Kelana. "Astaga, apa yang kamu lakukan di sini?" Kelana sedikit beranjak dari duduknya karena terkejut. "Aku mengejutkanmu?" Perempuan itu lalu duduk di samping Kelana. "Bukankah kamu seharusnya ada di Thailand? Apakah tempatnya berubah?" Kelana melihat sekeliling karena seharusnya Kanaya berada di Thailand untuk koompetisi. "Kamu tidak senang aku berada di sini?" Kanaya mencoba memeluk K
"Apa yang menjadi pikiranmu, selama sesi latihan tadi sepertinya kamu begitu gelisah." Ibu Sayaka memberikan Kirana secangkir teh hijau. "Ah, tidak aku hanya merasa tegang, sebentar lagi ada ujian akhir, dan minggu depan aku akan ikut perlombaan di Bangkok." Kirana mencoba memutar lengannya agar merasa lebih tenang. "Aku dengar anda tinggal di Jepang cukup lama, Bagaimana dengan Jepang?" "Disana aku merasakan ketenangan, karena memang disana kampung halamanku. Hiroshi juga senang berada di sana. Jepang adalah negara yang sangat menarik. Hal modern bisa sangat berdampingan dengan tradisi yang kuat. Baru-baru ini ada sebuah kontroversi, seorang bangsawan yang akhirnya menikah dengan pacar lamanya." "Benarkah itu, pasti mereka menjadi bahan perbincangan nasional. Hahaha." Karina tertawa mendengar cerita Ibu Sayaka. "Tentu saja, bangsawan itu adalah seorang pewaris tunggal di keluarga bangsawan sekaligus pengusaha. Dia jatuh cinta dengan seorang gadis, temannya semasa kuliah. Mereka m
"Kakak kapan datang?" Agha, suara adik Marlina membuat suasana yang awalnya terasa cukup romantis tiba-tiba menjadi sangat canggung. "Agha, sejak kapan kamu datang?" Marlina mencoba bersikap biasa saja, dan mengusap-usap wajahnya. "Ehmmm, baru saja. Kakak kenapa disini?" Agha mendekat kearah Marlina sambil menyipitkan matanya. Dia melihat kearah Kelana dengan tatapan curiga. "Kamu sudah ditunggu ayah, cepat sana ganti baju dan segera bantu ayah." Kelana mencoba mengalihkan perhatian Agha, dia merangkul kepala Agha sambil menariknya berjalan menuju pasar. "Heiii, kenapa kamu memanggil ayahku Ayah." Agha mencoba melepaskan rangkulan Kelana. "Apa maksudmu, aku ini kan kakakmu. Sopanlah sedikit. Ayo cepat." Kelana kembali menarik tubuh Agha untuk berjalan lebih cepat. Marlina masih kaget dengan kejadian yang baru saja terjadi. Dia juga bingung dengan perilaku Kelana yang sok akrab dengan adiknya. "Hei, kenapa kamu masih berdiri di sana?" Kelana berteriak ke arah Marlina. "Haaa,
"Marlina." Terdengar teriakan perempuan dari dalam rumah. "Ibu, aku sangat merindukanmu." Marlina langsung memeluk ibunya yang berlari dalam rumah. "Apa kau tidak merindukan ayahmu ini?" Ayah Marlina berdiri di samping Marlina dan istrinya yang saling berpelukan. "Ayah, bagaimana kabarmu? Aku merindukan kalian semua." Marlina juga langsung memeluk ayahnya. Mereka bertiga terlihat sangat senang sekali, Marlina sampai melupakan ada Kelana dan Pak Rudy yang masih berdiri di luar rumah. Kelana dan Pak Rudy hanya tersenyum melihat tingkah laku keluarga Marlina. Kemudian Ayah Marlina tersadar dan melepaskan pelukannya, lalu berlari kecil menuju luar rumah. "Maafkan kami, silahkan masuk. Mohon maklum, kami bertiga belum pernah berpisah dengan waktu yang cukup lama. Mari-mari..." Ayah Marlina mengajak menantunya dan Pak Rudy masuk ke dalam rumah. "Mari silahkan duduk, rumah kami sangat sederhana, beginilah rumah di desa tidak ada barang yang mewah." Ibu Marlina mempersilahkan Kelana dan
Pagi ini tidak seperti biasanya, Marlina sarapan sendiri. Sejak bangun tidur tadi Marlina tidak melihat Kelana ada di rumah."Bi, Kelana kenapa tidak sarapan? Apa dia belum bangun tidur?" Tanya Marlina kepada Bi Nah."Maaf Non, tuan dari semalam belum kembali kerumah. Mungkin Pak Rudy lebih tahu.""Hah, tidak pulang?" Marlina langsung berdiri dan berlari ke depan mencari Pak Rudy"Pak, Kelana tidak pulang? Dia kemana?" Marlina memegang lengan Pak Rudy sambil menggoyang-goyangkannya."Iya Non, tapi..." Belum selesai Pak Rudy menjawab pertanyaan Marlina, Kelana sudah nampak dari dalam rumah."Ada apa kamu mencariku?" Nada suara Kelana terdengar agak meninggi."Hei, kemana saja kamu semalam, kenapa tidak pulang?" Marlina langsung menghampiri suaminya."Ada hal yang perlu aku selesaikan, dan itu bukan urusanmu. Cepat kamu berkemas, hari ini kita harus pergi ke suatu tempat." Kelana mendorong Marlina masuk ke dalam rumah."Kita akan kemana, kamu mengajakku liburan? benarkah itu?" Marlina