Share

3.

Setelah sepuluh tahun hidup di Jepang, hari ini Hiroshi sampai di Bandara di kota S. Bukan tanpa sebab Hiroshi kembali ke kota kelahirannya. Selain untuk menghadiri pernikahan saudaranya, dia harus mengambil kembali apa yang seharusnya menjadi miliknya. Meskipun bukan sebuah pengasingan, namun Hiroshi dan Ibunya merasa terusir dari rumahnya sendiri. Dia dan ibunya harus keluar dari rumahnya sendiri dan pulang ke kampung halaman ibunya di Jepang, setelah ayahnya tiba-tiba meninggal. Saat inilah waktu yang tepat untuknya merebut kembali apa yang sudah seharusnya menjadi miliknya. Setelah selesai membongkar barang-barangnya, Hiroshi bergegas menuju ke kampus untuk mengurus perpindahan kuliahnya. Sesampainya di Kampus, Hiroshi bingung mencari tempat untuk mengurus kepindahannya. Tanpa sengaja dia bertemu dengan gadis berpakaian cukup nyentrik, dengan rambut di ikat dengan sumpit yang ditusukkan.

"Maaf, aku mungkin tersesat, dimana tempat untuk mengurus kepindahan mahasiswa?" Hiroshi mencoba bertanya dengan gadis itu.

"Oh, kamu mahasiswa baru? Ada di gedung sebelah, kamu lurus saja nanti ada gedung berwarna putih biru berlantai tiga, kamu bisa bertanya dengan bagian informasi." Gadis itu menjawab sambil menunjukkan arah gedung yang dimaksud.

"Baiklah, terimakasih sekali." Hiroshi masih terheran dengan gaya gadis unik itu.

"Kau bukan orang sini ya, kamu seperti orang dari luar? Matamu indah..."Gadis itu entah memuji atau hanya menggoda. Hiroshi hanya tersenyum malu, lalu membungkukkan badan tanda berpamitan dengan gadis itu.

                                                                     ***

Hari ini adalah hari pertunangan Kelana dan Marlina. Nampak di rumah Kelana sudah terlihat kesibukan, rumahnya sudah dihiasi dengan beberapa ornamen bunga. Acara hari ini hanya kusus untuk keluarga inti saja, namun suasana rumah Kelana sudah tidak kalah dengan acara pernikahan.

Acara akan dimulai pukul 8 malam, namun sejak pagi, orangtua Marlina dan adiknya sudah sibuk dengan segala persiapan. Dari pihak keluarga Kelana sudah mengirimkan orang untuk merias Marlina agar terlihat berbeda, begitu juga dengan orangtua Marlina, mereka akan didandani sedemikian rupa agar nampak seperti orang kalangan atas. tepat pukul 6 sore, Marlina dan keluarga sudah dijemput oleh pihak Kelana menuju tempat acara. Antusias dari keluarga Marlina begitu terlihat, namun tidak dengan Marlina. Dia masih bingung dengan keputusannya, apakah ini tindakan yang dibenarkan. Mobil mulai terasa menurunkan kecepatannya, pintu mobil pun dibuka dari luar. Terlihat orangtua dan eyang Kelana menyambut kedatangan Marlina dan keluarga. Ayah Marlina terpesona melihat rumah yang begitu mewah, Ibu Marlina mencoba menyembunyikan kekagumannya. Pak Rudy mengantarkan kedua keluarga masuk kedalam ruangan yang sudah dipersiapkan. Kedua keluarga duduk berseberangan, Marlina duduk diantara kedua orangtuanya, namun Kelana belum terlihat diantara keluarganya.

"Maaf, Kelana masih bersiap, kita tunggu 5 meit lagi." Papa Kelana mencoba membuat suasana agar lebih nyaman.

Kelana terlihat masuk kedalam ruangan, memakai baju batik senada dengan bawahan yang dipakai Marlina. Kelana terlihat begitu mempesona, tanpa disadari Marlina menatap Kelana tanpa berkedip. Dia memang pantas menjadi idola di kampus.

"Maafkan saya bapak dan ibu, membuat kalian menunggu." Kelana langsung mencium tangan kedua orangtua Marlina.

"Oh tidak apa-apa, bapak paham Kelana pasti sibuk." Ayah Marlina langsung menyambut tangan Kelana dengan sangat antusias.

"Karena semua sudah hadir disini, maka acara langsung saja kita mulai." Pak Rudy mempersilahkan semua yang hadir untuk menepati tempat duduk yang sudah tersedia.

Marlina awalnya merasa ragu dengan keputusannya, namun ketika melihat perilaku Kelana yang begitu sopan, dia mulai berubah pikiran, apalagi Kelana terlihat begitu menawan. Rangkaian acara satu persatu telah dilewati, hingga puncak acara adalah pemasangan cincin pada jari Kelana dan Marlina. Tak terlihat pasangan itu adalah hasil dari perjodohan, mereka berdua nampak begitu serasi. Entah siapa yang pandai bersandiwara, namun raut wajah keduanya nampak bahagia.

"Marlina, sekarang kamu resmi menjadi anak kami, jadi sekarang kami juga orangtuamu. Mungkin butuh waktu satu atau dua bulan untuk meresmikan status kalian, karena Mama dan Papa tidak bisa tinggal disni terlalu lama, selama Mama dan Papa pergi, kami titip Kelana sama kamu ya." Mama Kelana memegang tangan Marlina dengan lembut.

"Marlina, mulai besok kamu bisa pindah kerumah ini. Kami sudah menyiapkan kamar khusus untukmu nak, karena kalian belum bisa tinggal satu kamar. Papa percaya dengan kalian, pasti kalian tahu batas-batasnya kan. Dan kalau satu rumah kalian jadi sering bertemu, jadi bisa lebih cepat adaptasi. Peresmian pernikahan kalian, akan kami persiapkan secepat mungkin. Kalian bisa Papa percaya kan?" Papa Kelana memberikan wejangan kepada pasangan baru itu.

"Papa, Mama, Eyang, Ibu dan Bapak tidak perlu khawatir. Papa dan Mama sudah mendidik Kelana dengan sangat baik. Marlina akan aku jaga sesuai dengan amanah dari mendiang Eyang Kakung, aku akan memperlaukakn dia dengan sangat baik." Ucapan Kelana semakin membuat Marlina jatuh cinta.

Setelah acara puncak selesai, dilanjutkan dengan acara ramah tamah. Marlina duduk semeja dengan Kelana, namun tidak ada sepatah katapun yang keluar dari mulut mereka. Tiba-tiba ada sosok berdiri disebelah Kelana, sosok yang menurut Marlina sudah pernah dia temui.

"Hai, selamat ya, akhirnya kamu bisa selangkah didepanku." Hiroshi menepuk pundak Kelana.

"Kapan kamu sampai? Kenapa tidak ada kabar samasekali?" Kelana langsung berdiri memeluk Hiroshi.

"Calon istrimu terlihat sangat cantik. Maaf kemarin saya belum sempat memperkenalkan diri. Nama saya Hiroshi, saya sepupu Kelana." Hiroshi menjulurkan tangannya untuk bersalaman dengan Marlina.

Belum sempat Marlina menyambut tangan Hiroshi, Kelana sudah menarik tangan Hiroshi. Dia menarik Hiroshi menuju ke meja eyang dan orangtuanya.

"Eyang lihat siapa ini yang datang, Kakak sudah pulang." Kelana dengan semangatnya berbicaara kepada eyangnya.

"Maaf, saya baru bisa berkunjung sekarang." Hiroshi langsung mencium tangan eyang dan Papa Mama Kelana.

"Wahhh, kamu terlihat begitu tampan seperti mendiang ayahmu. Kabarmu baik kan?" Eyang mencoba memeluk cucunya yang sudah lama tak dijumpainya. "Duduklah disni, disamping eyang. Eyang sangat rindu."

"Kenapa kamu sendirian, dimana mamamu?" Papa Kelana menyapa keponakannya itu.

"Maaf, Mama masih ada keperluan yang harus diselesaikan, jadi mungkin bulan depan baru bisa pualng kesini."

"Nak, sekarang kamu tinggal dimana? Apakah tempatmu nyaman?" Papa Kelana mulai mencairkan suasana.

"Saya tinggal tidak jauh dari sini Om, rumahnya cukup luas untuk kami berdua tinggal. Kebetulan Mama berencana membuka studio di rumah."

"Mama mu buka studio apa?" Mama Kelana mulai nampak tertarik dengan kehidupan keponakannya ini.

"Mama buka kelas Yoga tante, kebetulan selama di Jepang Mama mempelajari tentang yoga, dan sekarang Mama sudah mempunyai sertifikat sebagai pelatih Yoga." Kelana nampak semangat menceritakan kehidupannya.

"Lalu kamu apakah masih kuliah atau ada kesibukan yang lain?" Kelana pun tak kalah tertariknya.

"Kebetulan aku kuliah di kamus yang sama dengan mu, kemarin waktu aku datang ke kampus untungnya calon istrimu membantuku. Kalau tidak, pasti aku sudah tersesat di kampusmu yang luas itu." Hiroshi bercerita sambil menunjuk ke arah Marlina.

'Pantas saja aku tidak asing dengan orang ini, ternyata dia laki-laki kemarin yang aku temui di kampus. Dan memang aura keluarga mereka terasa sangat berbeda. Ternyata dia memang bukan orang biasa.' Dalam hati Marlina menggumam.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status