Share

Bab 8

Author: Bintu Hasan
last update Last Updated: 2022-09-01 10:50:54

Lelah rasanya setelah melakukan live streaming di Facebo0k. Pasalnya lelang kali ini lumayan banyak daripada tahun lalu dan alhamdulillah peminatnya banyak juga. Kami sampai banjir orderan.

Selain aku, ada satu karyawan baru lagi. Ah, mungkin saja saudara Mbak Rina karena setahu aku dia bukan asli sini, ketahuan dari muka.

Dia mem-packing barang dengan cekat, aku sampai melongo melihatnya. Atau mungkin juga karena dia seorang lelaki berpengalaman sampai bisa secepat dan serapi itu.

"Tempelin gih!" perintah Mbak Rina menyerahkan tumpukan stiker info pemesan yang berisi nomor pesanan, nama, nomor telepon, alamat serta ucapan terimakasih. "Mbak mau ke warung sebentar, laper!"

Laki-laki itu sangat pintar karena sudah menandai tiap paket dengan nomor pesanan sehingga aku tidak perlu bingung. Tentu saja aku menempel stiker itu dengan hati-hati, takut mendapat sensor.

"Rafael, panggil saja Rafa."

"Eh?" Aku terkejut karena tiba-tiba saja dia memperkenalkan diri.

"Nama kamu siapa?" tanya Rafa tanpa mengalihkan pandangan dari tumpukan barang yang tersisa sedikit.

"Ayu Syafitri, panggil saja Ayu."

"Nama yang indah," pujinya lantas membuatku mengukir senyum.

Sekalipun sikap Rafael yang dengan mudah memperkenalkan diri juga memuji nama, aku tetap tidak bisa menilainya sebagai lelaki ganjen atau pun playboy karena bisa saja dia memang friendly.

Tangannya berhenti bergerak setelah sepuluh menit berlalu karena semua barang sudah dibungkus rapi. Aku terkagum-kagum melihatnya.

"Perlu dibantu pasang stiker?"

"Tidak."

Rafael mengulum senyum, kemudian kembali membantuku. Dia seperti manusia robot yang tidak mengenal kata lelah padahal sejak tadi dia berkutat dengan pekerjaannya sampai-sampai baju basah karena berkeringat.

Aku tidak mau banyak bicara jangan sampai dia salah faham mengira aku baper apalagi sekarang suasana hati masih belum membaik. Seandainya hanya ada aku seorang diri, sudah tentu air mata akan tumpah sejadi-jadinya.

"Assalamualaikum!"

"Waalaikumussalam, Dian? Sini gih bantu aku tempelin stiker. Tinggal sesuaiin nomor. Bisa, kan?" Pintaku tanpa basa-basi.

Dian mengangguk setuju, kami melakukannya bersama-sama. Berulang kali mata kami beradu pandang seperti ada yang hendak disampaikan Dian, tetapi ada Rafael di sini.

Aku tidak tahu harus melakukan apa agar Rafael menjauh supaya tidak mendengar pembicaraan kami, juga merasa tidak enak jika harus mengusir halus.

"Ini karyawan baru?" tanya Dian dengan setengah berbisik.

"Oh, ini. Namanya Rafael, dia tadi yang paketin semua barang hasil lelang."

Kembali Dian manggut-manggut mengerti. Setelah itu dia berkata, "kamu pasti capek, ya? Istirahat gih, biar aku yang bantu Ayu."

"Iya, Ra. Kamu istirahat saja, aku dibantu Dian. Udah biasa kok," tambahku.

Mungkin karena sudah benar-benar lelah sehingga Rafael berdiri tanpa jawaban. Aku lega dia melangkah menjauh dari kami.

Tanpa mengulur waktu, Dian memberitahuku bahwa tadi malam Gio hampir dibunuh sama ibunya gara-gara memberontak di rumah. Lelaki tadi malam benar bukan ayahnya, mereka berdua terlibat perkelahian.

Kondisi Gio sangat memprihatinkan, tetapi tidak ingin ditemui. Dia juga mengirim pesan pada Dani untuk menyampaikannya padaku.

"Pesan apa?" kejarku.

"Kamu harus ikhlas sama takdir yang Allah berikan. Tidak selamanya kita minta yang manis, langsung dikasi gula. Kadang Allah beri garam dulu, setelah itu diberi madu. Allah selalu punya cara untuk mengabulkan doa hamba-Nya sekalipun itu di luar dugaan."

Dengan intonasi sangat pelan, aku menceritakan pada Dian perkara tadi malam. Tentang jawaban Gio juga ibunya yang membawa pulang seorang lelaki.

"Jadi, gimana keputusan kamu setelah tahu Gio memutuskan menyerah?"

"Tetap berjuang walau sendiri, Beb. Aku gak mau kalau nanti Gio balik berjuang sementara aku sudah jadi istrinya Akbar."

"Laki-laki bukan cuma Gio. Demi kebaikan kamu, blokir nomor Whats*pp Gio dan hapus pertemanan di Facebo0k."

"Kenapa aku harus melakukan itu?"

"Bukan cintamu yang perlu dikikis, tetapi rasa berharap." Dian menepuk pundak ini sekilas sebelum akhirnya melanjutkan pekerjaan.

Dia benar, aku harus mengikis harapan dan melabuhkannya hanya kepada Allah. Pernah suatu hari aku membaca novel bahwa ada satu hal yang mampu mendewasakan seseorang. Sesuatu yang pasti terjadi terlebih jika tidak melabuhkan harapan kepada Allah. Sesuatu itu bernama luka.

Apalagi jika kita menyimpan sebuah nama dalam hati, pasti berujung kecewa. Itu yang aku tahu dan tidak dapat dielakkan kalau Gio telah memenuhi ruang hatiku.

Air mata berlinang, tetapi berusaha aku tahan apalagi menyadari kalau di toko ada Rafael juga. Bibir bergetar hebat ketika kenangan tentang Gio terbayang-bayang dalam ingatan.

"Lebih baik kamu baca doa Nabi Musa agar hatimu lapang menerima takdir. Kamu hafal, kan?" tambah Dian lagi.

"Rabbi syrahli shodriy, wayassirliy amriy, wahlul uqdatan min lisaani, yafqahuu qauliy. Itu?"

Dian mengangguk, kemudian memelukku erat. Seketika air mata turun tanpa permisi, aku menangis dengan suara keras. Luka terlalu menohok hati sehingga aku tidak mampu mengendalikan diri.

Berulang kali Dian mengusap punggungku untuk menenangkan. "Laa tahzan, innallaaha ma'anaa. Kamu harus kuat, sabar dan ikhlas. Aku mau kamu kembali seperti Ayu yang aku kenal."

Aku tidak merespon, tetapi berusaha mereda isakan yang luar biasa dengan menarik napas panjang dan mengembuskan perlahan. Tiba-tiba mataku terpaku pada Rafael yang berdiri di belakang Dian.

"Ma-maaf tadi aku kaget dengar kamu nangis makanya lari ke sini."

"Gak apa-apa."

"Kamu istirahat aja biar aku yang selesaikan!" suruh Rafael seraya menunjuk kursi tunggu.

Dian membantuku berdiri, lalu menggenggam erat tangan ini seperti berusaha menyalurkan kekuatan. Di hadapan Dian, aku bagai perempuan bodoh yang hanya mengenal satu lelaki saja. Akan tetapi, bagaimana jika hati sudah bertuan pada Gio?

Lihatlah Qais yang selalu setia mencintai Layla, padahal mereka terlibat cinta terlarang dikarenakan perbedaan kasta. Aku bukan meminta Gio menjadi gila seperti Qais, tetapi mau melihat perjuangannya.

Cinta bukan hanya tentang pengorbanan, tetapi juga perjuangan. Bahkan aku rela memeluk duri dalam diri Gio sekalipun harus berdarah-darah.

"Ayu, rasa kehilangan itu hanya sekejab. Perlahan waktu akan membuatmu lupa pada Gio. Jadi, kamu yang tenang, lupakan dia!"

Aku tersenyum malas. "Kamu ternyata tidak mengerti apa itu cinta dan kehilangan, Dian. Andai kamu faham bahwa cinta dan rasa kehilangan tidak akan sirna sekalipun waktu berputar lima kali lebih cepat."

"Tetapi, Gio bilang tidak peduli lagi sama kamu. Dia bahkan mau nyari calon pendamping hidup yang bisa menerima keadaan orangtuanya."

"Kamu pikir aku gak bisa nerima keadaan ibunya Gio?"

"Tetapi tidak dengan orangtuamu. Kamu harus ingat itu. Jangan sampai kamu tidak tahu membedakan mana cinta dan obsesi!" Dian tersulut emosi.

"Oh begitu? Kalau begitu tinggalkan saja aku! Pergi!"

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (1)
goodnovel comment avatar
Rosi Mauliana
dari awal curiga kenapa Dian kekeh minta ayu melepaskan gio. pas baca langsung ke bab terakhir ternyata tebakan ku benar. Dian suka sama gio dan mereka nikah
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • PERNIKAHAN YANG TIDAK KUIMPIKAN   Bab 126

    Sepuluh tahun berlalu, kini Ayu sudah berkepala tiga. Dia sedang duduk di sebuah kursi taman berwarna putih di belakang rumahnya. Wanita itu sibuk menyulam rindu untuk kedua orangtua yang kini telah tiada.Rasanya waktu bergulir begitu cepat, dia tidak lagi muda dan kuat seperti dulu. Meski usia tiga puluh tahun lebih belum termasuk menua, tetapi pada anak remaja saja sudah banyak yang mengeluh lutut sakit atau kekurangan pendengaran."Bunda!" teriak seorang anak lelaki yang begitu mirip dengan Akbar. Usianya baru menginjak tahun ke delapan dan saat ini masih duduk di bangku kelas dua SD.Di belakangnya menyusul lelaki tampan yang selalu membersamai Ayu selama ini. Dia menggendong seorang gadis kecil yang matanya seindah milik Ayu. Usianya baru menginjak dua tahun pada pekan lalu.Anak kedua mereka bernama Syafiq dan anak ketiganya bernama Aisha. Meski sudah ada dua pengganti atas kepergian Yafiq, tetapi Ayu selalu dipanggil sebagai Bunda Yafiq."Anak bunda sudah pulang?""Iya, Bun. T

  • PERNIKAHAN YANG TIDAK KUIMPIKAN   Bab 125

    Tujuh bulan berlalu tanpa terasa dan proses pemulihan Ayu sudah selesai. Sekarang dia bisa bergerak sesuka hati meski Akbar selalu melarangnya untuk mengangkat beban berat. Selain karena dia perempuan, Akbar selalu takut terjadi sesuatu pada sang istri.Aktivitas mereka kembali seperti dulu sekalipun Ayu tetap banyak diam di rumah. Jika dulu ada Dian yang menemani, sekarang tidak lagi. Bahkan sahabatnya itu semakin jarang memberi kabar.Benar kata orang dahulu bahwa setelah menikah, mereka akan semakin jarang bertemu atau kumpul dengan sahabat karena kini prioritasnya berbeda. Terlebih jika dirinya bukan wanita karir maka akan semakin sedikit waktu untuk ketemu di luar.Selama tujuh bulan itu pula, Ayu selalu mendapat kebahagiaan dari perhatian penuh dari suami dan keluarganya. Dia juga dipanggil Bunda Yafiq oleh tetangga dan rekan kerja suaminya."Sayang, aku ada kabar gembira nih!" seru Akbar ketika baru pulang dari bekerja.Ayu yang sedang menonton televisi lantas berdiri dan mengh

  • PERNIKAHAN YANG TIDAK KUIMPIKAN   Bab 124

    Ayu membuka mata perlahan. "Benarkah Steva sudah pulang?""Iya, dia minta maaf karena tidak bisa menghindar. Steva mengaku kalau dirinya betul-betul tidak sengaja."Wanita itu mengangguk lemah, dia tersenyum karena pada akhirnya keputusan yang Akbar pilih jauh lebih baik dan menenangkan hati. Ayu yakin kalau Steva sungguh-sungguh dalam meminta maaf.Akbar pun mengeluarkan ponsel dan menyalakan rekaman suara Steva. Dua menit setelahnya terdengar ketukan di pintu utama membuat lelaki itu beranjak cepat."Masuk dulu, Dan!""Gak usah, lebih baik istirahat dulu, yang penting sekarang kita sudah tahu kalau Steva meminta maaf. Motor Gio sudah aku kembalikan dan kalau ada apa-apa, kamu tinggal telepo aku, kali aja bisa ngebantu.""Ya udah, barangkali kamu juga sibuk."Dani mengacungkan kedua jempol sebelum menghilang dari pandangan Akbar. Lelaki itu bahagia karena ternyata kejadian yang menimpa sahabatnya tidak melibatkan Dian juga Gio. Akan tetapi, dia masih harus merahasiakan sesuatu.Dani

  • PERNIKAHAN YANG TIDAK KUIMPIKAN   Bab 123

    Dani dengan gerak cepat turun dari motor dan menarik Steva. Motor Gio dibiarkan jatuh sementara gadis itu Dani tarik kasar masuk ke halaman rumah Ayu.Akbar dengan sigap menyalakan rekaman suara untuk menjadi bukti kalau gadis itu yang bersalah. Tidak lupa dia berlari masuk ke belakang rumah untuk mengambil tali dan mengikatnya di kursi depan rumah.Dia tidak lagi peduli apakah gadis itu akan merasakan malu atau tidak, satu hal yang pasti dia harus menyesali perbuatannya. Motor Gio diambil oleh Dani dan memarkirnya di depan rumah Ayu."Kenapa kalian mengikatku, hah?!" teriak Steva kemudian setelah sadar dengan apa yang terjadi."Katakan, Ste. Kamu sengaja menabrak Ayu hari selasa kemarin, kan?" Dani langsung mengintrogasinya. "Tidak perlu mengelak karena aku hadir sebagai saksi di sana.""Tidak, kamu salah!""Apa perlu kutunjukkan bukti CCTV di tempat kejadian itu?" Dani sengaja menyeringai tajam agar Steva ketakutan. "Rupanya kamu tidak kenal kata lelah untuk berbuat jahat, ya. Setah

  • PERNIKAHAN YANG TIDAK KUIMPIKAN   Bab 122

    "By, jangan begitu. Entahlah, aku merasa terlalu kejam untuk memenjarakannya.""Terlalu kejam? Ayolah, Ay, ini bukan kejam. Mereka yang terlibat memang pantas mendapat hukumannya. Apa kamu pikir pembunuhan itu kesalahan kecil dan bukan dosa besar?""Sayang ... aku tahu itu kesalahan besar dan pelakunya wajib dipenjara, tapi apa kamu tahu kalau aku juga bersalah? Aku yang lari ngejer kamu di keramaian tanpa melihat ke kanan dan kiri jalan. Dia seperti gak sengaja nabrak aku, makanya lari begitu. Meskipun kita tahu Steva itu jahat, bisa jadi dia memang tidak sengaja. Aku yang salah dan kalau saja tidak lari ke jalan, dia gak bakal nabrak, kan?"Akbar menepuk jidatnya. "Kamu lari karena ada sebabnya, kan? Kalau aja laki-laki itu gak ada ngegoda kamu, mana mungkin kamu ngejer aku. Paling menunggu di tempat. Nah, di saat itu lah mereka kerja sama.""Tapi Bu Dania gak ada di sini, masa iya kerja sama. Mending daripada kita ikut disalahin sama pak polisi, gak usah usut perkara itu. Biar kita

  • PERNIKAHAN YANG TIDAK KUIMPIKAN   Bab 121

    "Dan, kamu bisa ke sini gak?" tanya Akbar via telepon. Dia ingin meminta bantuan serta saran dari Dani berhubung sekarang hari minggu, jadi tentu sahabat istrinya itu memiliki waktu luang."Bisa. Jam sepuluh ya soalnya masih cuci motor ini. Tapi mau bahas apa?""Gak denger kabar Ayu, Dan?""Enggak, kenapa sama Ayu?" tanya Dani lagi masih di balik telepon.Akbar tidak menceritakannya sekarang, dia meminta Dani untuk datang saja karena cerita di telepon bisa membuat salah faham. Begitu telepon ditutup, lelaki itu langsung melangkah cepat ke kamar menemui istrinya.Ayu yang sudah selesai memakai jilbab mengulurkan tangannya. "Anter ke depan mau jemuran.""Eh gak boleh. Orang abis caesar gak boleh kena paparan sinar matahari langsung. Mending latihan jalan lagi atau gak makan tempe sama minum susu biar cepet kering lukanya.""Boleh.""Gak boleh, Ay.""Boleh.""Enggak, Sayang."Ayu cemberut karena kali ini keinginannya tidak dituruti. Akbar yang super peka langsung duduk di tepi ranjang me

  • PERNIKAHAN YANG TIDAK KUIMPIKAN   Bab 120

    Jam sudah menunjuk angka empat sore. Tepat ketika Akbar selesai salat asar, dia langsung membantu sang istri untuk bangun. Mereka menuju ruang tengah dan latihan jalan di sana.Ayu memejamkan mata kuat karena perutnya sedikit merasakan nyeri. Namun, dia harus bertahan untuk sembuh karena kata dokter, semakin sering beraktivitas, maka mempercepat pemulihan.Akan tetapi, Ayu juga diingatkan untuk tidak bergerak lebih lama jangan sampai lelah atau melakukan aktivitas berat. Akbar pun terlihat tidak ingin melepas tangan istrinya walau sedetik."Susah, By. Susah geraknya.""Enggak, kok. Kita latihan lagi ya. Kamu ingat pesan ibu tadi siang, kan? Harus semangat untuk sembuh biar Allah kabulkan doa kita.""Kok ibu cepet pulangnya, By? Aku aja gak liat ibu pulang gara-gara ketiduran." Ayu sedikit memanyunkan bibir karena masih rindu pada ibunya."Loh kan ada aku di sini. Kemarin waktu aku kerja kan ibu lama nemenin kamu." Akbar menghela napas. "Lanjut lagi, Sayang."Perlahan Ayu mengangkat ka

  • PERNIKAHAN YANG TIDAK KUIMPIKAN   Bab 119

    Lima hari di rumah sakit, Ayu sudah diperbolehkan pulang. Meski sudah bisa makan, tetapi rasa nyeri itu selalu ada terutama ketika mau buang air. Padahal sejak zaman gadis, dia selalu berprinsip untuk menghindari caesar.Bagaimana tidak, dia tahu bagaimana sakitnya setelah obat bius hilang dari cerita teman-temannya. Apalagi resiko yang sangat besar harus dia lalui termasuk banyaknya pantangan yang wajib dihindari.Ayu ingin membuang napas kasar, tetapi takut menimbulkan rasa nyeri lagi. Membayangkan saja sudah membuat wanita itu merasa ngilu. Sekarang pun dia harus membuka mulut untuk menerima suapan dari suami tercinta."Kamu harus banyak makan protein, Sayang, biar jahitannya cepat kering. Jangan nonton atau baca buku humor dulu, harus semangat untuk sembuh. Sore nanti kita latihan jalan lagi, ya?""Sakit.""Enggak, kok.""Enggak, enggak. Kamu mana tahu, aku yang ngalamin, By! Sakit asli kalau nyeri datang lagi, serasa dikoyak-koyak. Duh, ngilu."Akbar tersenyum membenarkan Ayu kal

  • PERNIKAHAN YANG TIDAK KUIMPIKAN   Bab 118

    "Iya, kamu akan selalu salah di mata orang yang tidak suka atau tidak mengerti kamu. Tapi saya yakin kalau istrimu tidak akan menyalahkanmu," lanjut Pak Hatta."Benar begitu, Pak? Apa istriku gak bakal marah kalau dia sudah sadar?""Iya, benar. Satu yang perlu kamu ingat, Nak, bahwa sepahit apa pun hidup, kita tidak boleh berputus asa. Jangan pernah berpikir untuk mengakhiri hidup saat sedang depresi, sungguh istrimu saat ini begitu ingin untuk sembuh dan tertawa bersamamu lagi. Kamu percaya?""Bagaimana kalau aku sulit percaya, Pak? Mertuaku saja menyalahkan aku termasuk beberapa orang yang ada di lokasi kejadian tadi.""Maka paksa dirimu, paksa hatimu untuk percaya. Semua yang terjadi di muka bumi adalah takdir dari Tuhan. Mereka menyalahkanmu mungkin karena masih shock. Kalau saja istrimu kecelakaan saat bersama sahabatnya, kamu pasti refleks menyalahkannya juga, kan?"Akbar kembali menangis, ada amarah dalam hatinya untuk menghabisi lelaki yang berani menyentuh istrinya. Kalau saj

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status