Share

Bab 05. Aturan Abian

Penulis: Kenzie
last update Terakhir Diperbarui: 2025-07-19 09:38:51

Rumah besar itu berdiri megah di kawasan elite yang sunyi. Arsitekturnya bergaya minimalis modern. Reina menatap bangunan itu dari balik kaca mobil, kacamata hitamnya menutupi separuh wajah lelahnya.

Abian keluar dari mobil, diikuti Reina di belakangnya. Kedatangan keduanya disambut oleh bibi kepala pelayan dan satpam rumah. Abian menyerahkan kunci mobil dan meminta satpam mengeluarkan koper istrinya.

“Selamat datang, Nyonya Reina. Saya Maryam, kepala pelayan di sini sekaligus orang yang akan membantu segala keperluan rumah tangga di sini,” ujar bibi kepala pelayan.

Bu Mar segera tersenyum. “Itu sudah menjadi tugas saya, Nyonya.”

Reina masuk ke dalam rumah dengan menjinjing tas kecilnya. Hawa dingin khas pendingin ruangan mahal dan aroma maskulin yang samar menyambutnya. Rumah itu besar, megah, tapi terlalu hampa untuk rumah yang mewah. Bu Mar menyuruh seorang pelayan untuk membawa koper Reina ke kamar utama.

Abian langsung melenggang pergi menuju ruang kerjanya, meninggalkan Reina.

Tatapan Reina terpaku pada pintu kayu cokelat tua. Pintu yang membuat sosok Abian hilang di dalamnya dan tak pernah keluar lagi. Hatinya bergemuruh tak tentu arah, tapi wajahnya tetap tenang. Cardigan sudah ia buka, memperlihatkan tank top putih miliknya. Dengan senyum nakal yang terselip di sudut bibirnya, ia melangkah pelan mendekati pintu tersebut.

Sesampainya di depan pintu, Reina tidak mengetuknya. Dia hanya berdiri di depan pintu, kepala sedikit miring, alis terangkat geli. Di benaknya, ide jahil mulai berputar untuk menggoda Abian.

Tangannya sudah menggenggam kenop, bersiap untuk membuka pintu. Penasarannya bukan cuma soal isi ruangan, tapi juga reaksi Abian saat melihat istrinya berdiri di sana, setengah menantang, sepenuhnya menggoda. Perlahan pintu terbuka dan Reina menyembulkan kepalanya, menengok keadaan di dalam ruangan.

“Aku sudah atur kamar untukmu di lantai dua. Sebelah kamar utama,” ucap Abian tiba-tiba, masih dalam fokusnya pada layar laptop.

Reina mendongak, bibirnya melengkung sinis. Langkah kakinya dia hentikan, mendengus kesal karena ketahuan.

“Katakan saja aturannya sekarang! Aku yakin kamu sudah menyusunnya secara sistematis seperti dulu.” Reina balik menyindir.

Tatapan Abian menusuk, tapi tenang. “Pertama, kamu bebas melakukan apa pun, asal tidak membawa siapa pun ke rumah ini untuk urusan pribadi, terutama seks.”

Reina membeku. “Maksudmu?”

“Kamu boleh ke klub. Maksimal dua kali seminggu, tapi rumah ini bukan tempatmu membawa laki-laki. Ini rumahku dan aku ingin menjaga batasan.”

Mata Reina membelalak, ekspresinya berubah dari geli menjadi marah. “Wow. Kamu benar-benar berpikir aku semurah itu?”

“Aku hanya memberi batasan. Selain itu, kamu terlalu impulsif,” balas Abian santai, bahkan terlewat santai.

“Asal kamu tahu, aku bahkan belum pernah tidur dengan Raka. Bukan belum, tapi Raka orang berprinsip yang tidak akan menyentuhku sebelum adanya ikatan pernikahan. Dia itu pria idaman walaupun statusnya anak haram. Gak kayak kamu yang menuduhku murahan!”

Abian terdiam kaku, rahangnya mengeras. Dia tidak suka mendengar Reina memuji pria lain di hadapannya. Abian tidak langsung membalas. Matanya menatap Reina dalam, seolah menyaring emosi yang mendadak meledak.

“Kedua, tidak ada aktivitas seksual apa pun di dalam rumah ini,” lanjut Abian.

“Itu yang aku mau. Oke, lalu peraturan ketiga?” Reina menatap Abian menantang.

“Pulang sebelum tengah malam atau beri kabar. Kalau kamu hilang sampai pagi dan mabuk berat, aku nggak mau repot mencari mayatmu di pinggir jalan,” balas Abian dingin.

“So sweet sekali, tumben perhatian,” ucap Reina sarkastik.

“Ini bukan perhatian, tapi tanggung jawab karena namamu ada di dokumen sebagai istriku. Jadi, bantu aku untuk nggak peduli sambil tetap bertanggung jawab.”

Reina membuang napas keras.

“Ingat, aku di sini hanya sebagai formalitas saja. Selebihnya aku akan tetap berada di apartemen atau bersama Raka semauku. Kamu hanya boleh membawaku ke rumah sialan ini kalau ada kunjungan dari orang tua kita,” peringat Reina.

Kemudian, Reina berbalik dan menaiki tangga tanpa menoleh lagi. Di depan pintu dirinya sempat berpapasan dengan Bu Mar, tapi dia tidak peduli. Hak sepatunya mengetuk setiap anak tangga dengan penuh amarah.

Abian hanya berdiri diam di bawah, menatap punggung Reina yang semakin menjauh. Ia tidak membalas, tidak pula mengejar. Dirinya hanya menghela napas perlahan, seolah sudah tahu ini akan menjadi awal yang panjang dan rumit.

.

.

.

~ To Be Continue ~

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Komen (3)
goodnovel comment avatar
Syafitri Wulandari
jadi penasaran mereka ada masalah apa di masa lalu ya?
goodnovel comment avatar
KiraYume
Rumit Abiaannn....
goodnovel comment avatar
enur .
permasalahan apa yang ada di antara mereka di masa lalu ? sehingga mereka begitu saling membenci ...
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terbaru

  • PESONA ISTRI NAKAL CEO   Bab 194. Semua Sudah Bergerak

    Papa Reina menggenggam tangan itu perlahan, penuh kehati-hatian. Jemarinya gemetar, membawa penyesalan yang akhirnya tak bisa lagi ia sembunyikan. Tatapannya jatuh, sarat rasa bersalah yang terlambat disadari.“Boleh, Sayang,” ucap Papa Reina lirih, suaranya penuh kehati-hatian. “Kita jalani pelan-pelan. Papa akan sabar dan ada untukmu.”Ia menatap putrinya dengan mata basah. “Papa ingin mendengar semuanya, setiap luka yang selama ini kamu pendam sendiri.”Reina mengangguk kecil. Air mata kembali jatuh, namun kali ini tidak disertai ketakutan yang melumpuhkan. Ada gemetar di bahunya, ada luka yang masih terbuka, tetapi juga ada keberanian yang baru saja tumbuh.Mama Reina mendekat dan duduk di sisi ranjang, tangannya menyentuh pundak Reina dengan kehangatan yang menenangkan. “Kita keluarga, Nak,” ucapnya lembut. “Luka lama memang tidak bisa hilang seketika, namun kita bisa berjalan bersama, pelan-pelan, sambil saling menjaga.”

  • PESONA ISTRI NAKAL CEO   Bab 193. Belajar Menjadi Keluarga

    Abian menegang seketika, dadanya seolah berhenti berdetak selama satu detik sebelum melangkah maju tanpa ragu. “Apa dia sudah sadar, Dok?” tanyanya cepat, suaranya tertahan di antara harap dan takut.Dokter menatapnya sejenak, lalu menjawab pelan, “Tadi sempat sadar sebentar dan pasien meminta bertemu dengan Tuan Abian. Kondisinya masih lemah, tetapi pendarahan sudah berhasil dikendalikan. Tanda vitalnya mulai stabil, jadi Anda boleh masuk sebentar, bicara padanya, tapi jangan membuatnya terkejut.”Abian melangkah masuk ke ruang tindakan tanpa menoleh ke belakang. Bau antiseptik langsung menyergap inderanya, menusuk hidung dan tenggorokan. Di tengah ruangan, Reina terbaring lemah, wajah pucat, dengan selang dan alat medis menempel di tubuhnya.Langkah Abian melambat saat mendekat, tangannya gemetar saat menggenggam jemari Reina yang dingin. “Maafkan Mas,” bisiknya lirih, suaranya pecah. “Mas terlambat, tapi Mas di sini sekarang. Mas janji, k

  • PESONA ISTRI NAKAL CEO   Bab 192. Amarah Seorang Suami

    “Pa-papa?” gumam Abian, terkejut melihat Papa Reina berdiri di lorong rumah sakit.“Nak Bian, apa yang terjadi pada anak mama, Sayang?” tanya Mama Reina, suaranya bergetar, penuh kecemasan dan kasih sayang.Abian terdiam sejenak, menahan emosi yang mendidih di dadanya. Menatap lelaki paruh baya itu membuat darahnya bergejolak. Jika saja dia tidak mengingat status mertuanya, sudah pasti ia akan meledak tanpa pikir panjang.“Tuan,” gumam Roy di sampingnya, menyadari wajah Abian memerah menahan amarah.“Aku bisa menahannya,” sahut Abian lirih, menatap kedua orang tua istrinya dengan mata yang menahan bara kemarahan.Bodyguard dan Roy merasakan ketegangan itu dengan jelas. Tangan Abian mengepal erat, rahangnya mengeras, setiap tarikan napasnya terasa berat dan tajam. Udara di sekitarnya seolah ikut menegang, siap pecah kapan saja.“Reina mencoba bunuh diri,” ujar Abian pelan, suaranya nyaris seperti peng

  • PESONA ISTRI NAKAL CEO   Bab 191. Saat Dunia Abian Runtuh

    Abian menoleh pada Roy. “Bawa semua data ini ke ruang aman. Jangan biarkan siapa pun mengaksesnya tanpa izinku. Termasuk keluargaku sendiri.”Roy mengangguk tegas. “Siap, Tuan. Semua akan diamankan.”“Gabungkan dengan semua bukti yang sudah kita punya,” lanjut Abian tanpa jeda. “Mulai sekarang, semuanya masuk ke perintah darurat.”“Baik, Tuan,” jawab Roy cepat, ekspresinya berubah lebih serius.Abian mengembuskan napas berat, lalu menatap mereka berdua. Sorot matanya dingin namun penuh tekad. “Kalau Cindy pikir dia bisa menutup semua jejak dan bermain-main dengan nyawa orang, dia salah besar. Aku akan pastikan semuanya tersingkap dengan caraku.”Tidak ada satu pun yang berani menanggapi. Aura Abian berubah tajam, dingin, seperti badai yang baru saja menemukan arah pasti untuk menghantam. Roy hanya mampu menunduk dalam, memahami bahwa sesuatu yang jauh lebih besar baru saja bergerak.Setelah memberikan perintah terakhir, Abian ber

  • PESONA ISTRI NAKAL CEO   Bab 190. Rahasia Keluarga Laurent

    “Aku menemukan sesuatu yang gila,” ujar Arga begitu Abian duduk di hadapannya.Arga mengeluarkan flashdisk dan meletakkannya di hadapan Abian tanpa banyak bicara. Roy maju membawa laptop, namun tetap berdiri menunggu perintah. Suasana ruangan menegang saat keduanya bersiap membuka apa pun isi perangkat kecil itu.“Buka sendiri saja. Aku tidak tahu mantan tunanganmu bisa segila itu,” kata Arga santai, tapi penuh arti.Mendengar sebutan mantan tunangan, Abian langsung tahu ini mengarah pada Cindy. Ia tak perlu menanyakan apa pun, hanya memberi kode halus pada Roy untuk menyambungkan flashdisk itu ke laptop. Gerakannya tenang, tetapi rahangnya mengeras menahan sesuatu yang mulai menggelegak.Layar menyala begitu flashdisk terhubung, menampilkan deretan file video dan dokumen dengan label yang cukup jelas untuk membuat siapa pun menelan ludah. Abian mencondongkan tubuh, pandangannya menyapu setiap nama file seperti memetakan potong

  • PESONA ISTRI NAKAL CEO   Bab 189. Krisis yang Membara

    Salah satu dari mereka langsung bergerak, lututnya menghantam lantai dengan suara cepat, dan tangannya yang dingin serta gemetar menyentuh leher Reina. “Masih ada nadi! Cepat, telepon ambulans!” teriaknya, suara pecah oleh panik.Rekannya segera meraih ponsel, menekan nomor darurat dengan ujung jari yang tak kalah bergetar. “Ini keadaan kritis. Segera kirimkan ambulans ke alamat yang saya kirim. Korban kehilangan banyak darah,” ucapnya, berusaha menjaga suara tetap stabil meski napasnya tersengal.Pria pertama mengangkat tubuh Reina dari bathtub, memeluknya erat agar kepala yang terkulai tidak kembali jatuh. Darah terus merembes dari lukanya, mengalir dan menciptakan pola merah yang cepat melebar di lantai marmer yang dingin. Tubuh Reina terasa semakin ringan, seolah nyawanya mengikis sedikit demi sedikit, membuat pria itu kian kalut saat mencoba menstabilkannya.“Nyonya Reina, tolong bertahan. Bantuan sedang dalam perjalanan,” bisiknya, suaranya serak seo

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status