Share

PPRS 08

Author: HaniHadi_LTF
last update Last Updated: 2025-08-25 20:09:29

Rangga menatap Kemna dengan khawatir, tetapi ia tetap menjaga jarak aman. Ia memegang payung besar itu di atas kepala mereka, melindungi tubuh perempuan itu yang sudah setengah basah. Mata Kemna, yang memerah dan sembap, tetap terpaku pada tanah. Napasnya berat, seolah kata-kata yang ingin keluar tertahan di tenggorokan.

"Ayo, aku antar pulang. Nggak baik kamu di sini terus," ajak Rangga

Perempuan itu tetap diam. Tangannya menggenggam tas dengan kuat, jari-jarinya memutih. Rangga menunggu, sabar, tanpa mendesak. Beberapa detik berlalu sebelum akhirnya suara serak itu keluar.

"Rangga... aku nggak mau pulang."

Pria itu mengernyitkan dahi. "Kenapa?"

Kenna mengangkat wajahnya sedikit, matanya menatap Rangga dengan tatapan yang sulit dijelaskan. Ada luka yang begitu dalam di sana, tetapi juga kelelahan. Ia menggigit bibir, berusaha keras menahan isak.

"Dia selingkuh," kata Kenna akhirnya, suaranya hampir tidak terdengar. "Di ruang kerjanya... dengan perempuan lain."

Rangga terdiam. Ternyata, melihat betapa hancurnya perempuan ini, membuat dada Rangga sesak.

"Jadi kamu tahu?" tanya Rangga tiba-tiba. Pura-pura tidak mengerti.

Kenna menghela napas panjang. Ia menunduk sedikit, lalu mengangguk pelan. 

Keheningan mengisi di antara mereka. Hujan masih turun dengan deras, suara tetesannya seperti latar yang menyakitkan.

"Apa ke panti?"

Kenna menggeleng. Dia telah diperingatkan Ibu-ibunya di panti sebelumnya, bahwa Barel bukanlah pria tyang cocok untuknya, dan Kenna tak menghiraukannya

 Rangga menggigit bibirnya, bingung harus berkata apa lagi. Akhirnya, ia menawarkan sesuatu yang sederhana.

"Kita ke tempatku. Kamu istirahat di sana sebentar. Mungkin setelah itu kamu bisa berfikir mau ke mana."

Mata Kemna menyipit, seolah mempertimbangkan tawaran itu. "Kamu nggak akan berbuat yang macam-macam kan?"

Rangga tersenyum kecil. "Yang macam bagaimana?"

Kenna menunduk.

Barel membuka pintu mobilnya.

Tiba di apartemen Rangga yang mewah dan hangat. Rangga menyalakan lampu temaram di ruang tamu, lalu membawa selimut dan baju bersih untuk Kenna. Perempuan itu duduk di sofa, menggigil, meski ia mencoba menyembunyikannya.

"Maaf, aku tak punya baju cewek. Hanya ada kaos dan training itu yang mungkin bisa kamu pakai, sama sarung barangkali kamu mau sholat. Gantilah bajumu di kamar mandi, nanti biar aku cucikan. Setelah kering, besuk bisa kamu pakai. Menginaplah duluh di sini. Di kamar yang satunya itu." Panjang lebar Rangga berkata.

"Minum ini dulu," kata Rangga sambil menyerahkan secangkir cokelat hangat setelah Kemna keluar. Dia hampir terkikik saat melihat Kenna menarik sarung untuk menutupi kepalanya yang tak berhijab..

Kenna mengambil cangkir itu, menghirup aromanya, tetapi tidak langsung minum. Matanya menerawang, seolah tenggelam dalam pikirannya sendiri. Setelah beberapa saat, ia bergumam, "Apa yang salah sama aku, Rangga? Kenapa dia... kenapa dia tega begitu?"

"Ini bukan salah kamu, Kenna," jawab Rangga, duduk di kursi di depannya. "Dia yang salah. Dia yang nggak tahu betapa berharganya apa yang dia punya."

"Tapi aku yang nggak cukup buat dia," katanya lirih. "Aku coba jadi istri yang baik. Aku coba memahami dia. Aku bahkan nggak pernah menuntut apa-apa... tapi dia..."

Air mata mengalir lagi di pipinya. Rangga bangkit, duduk di sebelahnya, tetapi ia tidak menyentuh perempuan itu manakala Kenna malah membuat jarak. Ia hanya ada di sana, membiarkan Kenna menangis.

"Kalau kamu butuh marah, marah saja," katanya akhirnya. "Kalau kamu mau nangis, nangis saja. Aku di sini."

Kenna menoleh, menatapnya dengan mata yang penuh luka. "Kamu tahu rasanya, nggak? Disakiti sama orang yang paling kamu percayai?"

Rangga mengangguk pelan. "Aku tahu."

Jawaban itu mengejutkan Kemna. Ia tidak menyangka. "Kapan?"

"Dulu," katanya, suaranya pelan. "Aku pernah tunangan... tapi dia pilih orang lain."

Kenna terdiam, menatap Rangga dengan cara yang berbeda. Ia merasa sedikit lega mendengar cerita itu, meskipun rasa sakitnya masih sangat nyata.

"Kenapa kamu nggak cerita?" tanyanya.

"Karena aku pikir nggak ada gunanya. Kadang cerita sedih lebih baik disimpan sendiri, kalau nggak ada yang bisa mengubah apa-apa."

Kenna mengangguk kecil. Ia mengerti maksud Rangga, tetapi ia juga merasa bersalah. Pria ini sudah cukup baik untuk membiarkannya menangis di apartemennya, dan kini ia malah membuatnya mengingat masa lalunya yang menyakitkan.

"Maaf," kata Kenna pelan.

Rangga tersenyum kecil. "Kamu nggak perlu minta maaf. Aku senang kamu percaya sama aku."

Hening lagi. Waktu terasa berjalan lambat. Kemna merasa lelah, tetapi pikirannya tidak bisa berhenti memutar kejadian tadi. Wajah Barel yang terkejut, wanita itu yang tersenyum santai, kata-kata mereka... semuanya seperti mimpi buruk yang terus berulang.

"Rangga," katanya akhirnya. "Kalau aku cerai... kamu pikir aku bisa bahagia lagi?"

Pertanyaan itu membuat Rangga terdiam. Ia tidak tahu apa yang harus ia katakan. Tetapi ia tahu satu hal: ia ingin Kenna bahagia, apapun caranya.

"Kamu pasti bisa," katanya akhirnya. "Tapi itu keputusan kamu, Kenna."

Perempuan itu tersenyum kecil, meskipun air matanya masih mengalir. "Terima kasih, Rangga."

Malam itu, Kenna akhirnya tertidur di kamar yang disiapkan Rangga, dengan selimut yang Rangga berikan. Namun pria itu masih duduk di kursi, menatap pintu kamar Kenna dengan ekspresi campur aduk. 

"Aku yang meyebabkan penderitaanmu, Kenna. Maaf!"

Ketika pagi menjelang, Rangga terbangun dan mendapati kamar itu kosong. Selimutnya terlipat rapi di atas meja. Di sampingnya, ada secarik kertas dengan tulisan tangan Kemna.

"Terima kasih, Rangga. Aku akan coba menemukan jalanku sendiri. Jangan khawatirkan aku."

Rangga menggenggam kertas itu, menatapnya lama. Ia tahu ini bukan akhir, dia sudah jatuh dalam pesona Kenna, bahkan saat melihatnya berantakan seperti tadi malam pesonanya itu masih membiusnya. 

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • PESONA PRIA RIVAL SUAMIKU   88. Dia bukan,..

    Beberapa saat yang lalu, saat Kenna beranjak ke mushola."Mi, hentikan," ujar Wijaya dengan nada tegas. "Sudah cukup menyalahkan orang lain. Rangga butuh tenang, bukan kebencian. Hanya gadis itu yang bisa memberinya semangat untuk hidup, jadi biarkan dia menemaninya."Wieke menatap suaminya tak percaya. "Kamu membelanya? Setelah semua yang dilakukan Kimmi, perempuan yang berkali-kali berusaha menghancurkan hidup kita?""Kau pikir, Kenna itu Kimmi?" Wijaya menatap istrinya lama. "Buka matamu, Wieke. Lihatlah siapa dia.""Dia mirip Kimmi!" seru Wieke, matanya merah karena tangis. "Setiap kali aku melihat wajahnya, aku seperti melihat perempuan itu lagi.""Okelah kalau dia memang mirip Kimmi, bahkan kalaupun sejatinya dia memang anak Kimmi. Tapi sekarang, lihatlah keadaannya,.." Wijaya menghela nafas panjang. "Kalau memang dia anak Kimmi, seharusnya dia bergelimang harta. Tapi kenyataannya? Dia dibesarkan di panti asuhan. Sejak bayi, Wieke. Makan seadanya. Tidak pernah tahu siapa orang

  • PESONA PRIA RIVAL SUAMIKU   87. Bangunlah!

    Kenna segera mendekat, "Saya, Dok. Bagaimana dengan Rangga? Apa dia sadar?"Dokter tak langsung menjawab. Ia hanya menatap Kenna lama, seolah sedang menimbang kalimat."Dok, tolong katakan... dia masih bisa diselamatkan, kan?"Namun, belum juga dokter itu menjawab, Kimmi yang berdiri agak jauh bersama suaminya segera beranjak dan menyilah Kenna dengan tangannya, "Dok, bagaimana dengan anak saya?""Kami sudah berusaha, Pak, Bu. Saya,..""Maksud Dokter?" Wieke yang tak sabar, menyela. "Kita hanya bisa berdo'a sekarang. Kalau dalam dua puluh empat jam dia belum sadar, kemungkinan nyawanya tertolong sangatlah kecil."Wanita yang tetap cantik di usianya yang tak lagi muda itu, terhuyung. Setetes airmata jatuh di pipinya. Untunglah sebuah tangan lembut merengkuhnya. "Mi,... Sabar, Mi," ucap Rieke, adik Rangga."Kakak kamu, Rieke. Duluh, saat dia tidak memperdulikan bisnis keluarga, dan kerjaannya hany berfoya-foya, Mami berdo'a siang malam. Dan setelah kini do'a itu terjawab dengan dia te

  • PESONA PRIA RIVAL SUAMIKU   86. Jaga dia..

    "Jaga dia untukku, Ya Allah,.. jaga dia untukku!" Kenna terus berdo'a sampai dia tak sadar kalau mereka telah tiba di rumah sakit."Hati-hati Mbak!" seru Jerry saat Kenna mau terhuyung, tersandung gamisnya. Namun dia tak berhenti, berlari ke dalaam rumah sakit, mencari petugas."Cepat, tolong, dia terluka!" seru Kenna panik saat tiba di rumah sakit. Petugas yang berada di depan segera membawa ranjang. Tak lama, para perawat segera berlarian mendorong ranjang dorong menuju ruang gawat darurat. Tubuh Rangga tampak lemas, wajahnya pucat, darah di seragamnya belum mengering.Kenna masih berlari di belakang mereka, air matanya bercucuran. "Rangga... jangan tinggalin aku... aku pingin ngomong bukankah kamu belum dengar jawabanku..." suaranya pecah di antara langkah-langkah yang tergesa."Harap tunggu di luar, Mbak" ucap suster "kami akan segera melakukan tindakan.""Mbak, yang sabar," hibur Jerry.Ruang tunggu hening. Bau obat dan cairan antiseptik menusuk hidung. Kenna duduk memeluk lutut

  • PESONA PRIA RIVAL SUAMIKU   85. Bagaimana mungkin?

    Belum sempat Rahma bicara, suara langkah-langkah terdengar di luar gudang. Lampu-lampu senter menembus celah pintu. Anak buah Rangga datang, kurang lebih sepuluh orang, semuanya berpakaian hitam. Dalam keadaan tersungkur, Rangga menatap Rahma tajam. "Kamu,...kamu udah habis waktumu. Dan setelah ini, kamu akan lama mendekam di penjara." Rahma masih berkacak pinggang. "Kalau kamu pikir aku akan menyerah, kamu salah besar, Rangga." "Aku pastikan kalian akan. Membusuk di penjara karena berkali-kali berusaha menculik Kenna." "Kamu pikir penjara bisa menembus ku? " "PD sekali kamu. Mengatakan itu? Sekarang, katakan, apa hubunganmu dengan Kiandra!" Rangga sudah kehilangan kesabaran. Salah seorang anak buah Rangga mendekat. "Pak, maaf, kami terlambat. Kami kehilangan jejak." Rangga baru ingat kalau dia mematikan handphone-nya saat dia sholat. "E,.. iya, maaf,..Nggak apa, tolong bantu Kenna. Cepat,.. to,.. long dia." Nafas Rangga tersengal, perut dan kepalanya tak lagi bisa ko

  • PESONA PRIA RIVAL SUAMIKU   84. Darahnya

    "Kembalikan Kenna, bi4d4b!" teriak Rangga saat mobil yang membawa Kenna telah melaju. Dengan cepat dia kembali ke mobilnya, lalu melajukannya dengan kencang menembus jalanan kota yang masih gelap.Angin malam menghantam kaca, tapi pikirannya jauh lebih berisik. Satu hal saja yang berputar di kepalanya, wajah Kenna yang teriak minta tolong.Rangga menekan gas lebih dalam. Tangannya gemetar di setir lalu menekan tombol, menghubungi seseorang. "Bertahan, Kenna... tolong bertahan." "Baik, Pak. Saya tahu. Saya akan terus mengikuti sinyal ponsel Bapak, dan segera membawa anak buah saya ke sana." Suara di sebran segera menyahut.Tak lama, suara azan Subuh terdengar. Hati Rangga bergolak, antara terus atau sholat duluh."Ini bagaimana sholat Subuhnya kalau gini?" guman Rangga bingung. Akhirnya, dia menghentikan mobilnya yang tak jauh dari mobil penculik berhenti. "Bismillah, aku niat sholat Subuh. Jaga dia, Tuhan!" Rangga lalu meletakkan tangan di kaca mobilnya hendak tayamum dan megerjaka

  • PESONA PRIA RIVAL SUAMIKU   83. Jangan jahui aku,..

    Malam itu, Kenna baru menyadari, kalau masa lalunya akan kembali lagi. Susah payah dia membuang Barel, ternyata dia juga mendapatkan calon mertua yang pemikirannya sama dengan keluarga mantan suaminya itu."Kenna, kamu kenapa diam terus dari tadi?" tanya Rangga. Suaranya yang kuat memecah hening di dalam mobil. Jalanan sore itu padat, tapi yang lebih padat adalah pikirannya.Kenna tetap menatap keluar jendela, mengikuti bayangan pepohonan yang melintas cepat di kaca. "Aku cuma capek," jawabnya pelan."Capek atau kecewa sama Mami?" Rangga menoleh sekilas. "Kamu tahu, kan, aku udah tahu semua tentang kamu, dan aku nerima kamu apa adanya. Jangan berubah, Ken."Kenna menarik napas panjang. "Aku gak berubah, Rangga. Aku cuma takut. Aku gak mau ngulang kesalahan yang sama.""Kesalahan?" alis Rangga naik."Dulu aku juga pernah nggak disukai keluarga suamiaku karena aku tak bisa memberi mereka keturunan," suaranya mulai bergetar. "dan sekarang, mami kamu... bahkan menuntut hal yang sama, yang

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status