Share

PESONA SANG PEWARIS
PESONA SANG PEWARIS
Author: Fafacho

Bab 1

Brukk,.

Benturan keras dan membuat kedua orang yang bertabrakan terdorong pelan ke sisi belakang masing-masing.

Pria berkemeja putih dengan lengan yang kemeja yang sedikit terangkat keatas, tampak kesal mengambil ponselnya yang terjatuh di jalanan untuk pejalan kaki. Dia langsung menatap seorang perempuan yang berdiri lemah tanpa melihat ke arahnya, perempuan tersebut hanya menunduk diam tanpa bicara sepatah katapun.

Hal tersebut membuat pria berkemeja putih itu semakin kesal, karena melihat perempuan yang tak merasa bersalah sama sekali dengan insiden ini.

“Maaf, saya permisi” hanya ucapan itu saja yang keluar dari mulut perempuan yang sama sekali belum ia lihat wajahnya. Tapi perempuan itu sudah pamit pergi saja tanpa menunjukkan rasa bersalahnya.

“Maaf, kau bilang maaf. Kau tidak lihat ponselku terjatuh karenamu? Kalau ponsel ini rusak kau..” pria itu menahan lengan perempuan yang akan pergi tersebut.

Akhirnya perempuan itu mendongak melihat pria yang Menahan lengannya saat ini, terlihat mata yang memerah dan seperti orang yang baru saja menangis.

“Bisa lepaskan, aku jamin ponselmu tidak apa-apa.” perempuan itu melepas paksa tangan pria didepannya, dan dia melihat sekilas wajah pria itu dan langsung pergi begitu saja.

“Yaa..kau bisa jamin apa kalau ponselku tidak apa-apa. dasar perempuan tak tahu diri” maki pria itu yang kesal karena diabaikan begitu saja. Tapi tadi dia sempat tertegun saat melihat wajah perempuan tersebut.

“Tuan Raditya, Papa anda sudah menunggu di mobil” terdengar suara dari belakang Radit sapaan akrab pria itu.

Radit langsung berbalik melihat pria tegap dengan setelan hitam berdiri sambil memberi hormat padanya.

“Mengganggu saja,” desis Radit begitu sinis dan tampak tak suka. Dia langsung memasukkan ponsel miliknya kedalam saku jas dan langsung melenggang pergi begitu saja. Meninggalkan ajudannya.

Radit yang sudah sampai di depan mobil berwarna hitam, langsung membuka pintu belakang mobil tersebut dan masuk kedalamnya.

“Maumu sebenarnya apa? kau sengaja ingin mempermalukan Papa tadi hah” tegas seorang pria paruh baya yang langsung menatap tajam Radit yang sudah duduk disebelahnya.

“Siapa yang ingin mempermalukanmu Pa” jawab Radit dengan santai tanpa merasa terintimidasi oleh tatapan sangar sang ayah.

“bukannya kau bilang ingin menikah menuruti ucapan Papa, lalu kenapa kau pergi seenakanya sendiri saat rekan bisnis Papa memperkenalkan putrinya tadi”

“memang aku ingin menikah tapi bukan dengan pilihan papa, aku ingin menikah dengan pilihanku. Lamarkan perempuan yang aku inginkan besok” pungkas Radit menatap sang Papa yang sedikit mengangkat alisnya.

“Siapa yang ingin kau nikahi hah?” tanya Reynold Gilgan ayah Radit.

“Nanti juga tahu siapa perempuan itu, sudah aku pergi dulu. ada yang ingin aku urus” pungkas Radit dan langsung keluar dari dalam mobil. “Jangan pernah meminta anak buahmu yang lain mengikutiku” Radit menepuk pundak pria yang berdiri di luar mobil sambil berbisik di telinga pria tersebut.

“Tu..tuan ta” pria dengan setelan hitam itu tergagap takut melihat seringai dari Radit.

Radit tak menggubris lagi, dia langsung pergi begitu saja meninggalkan pria itu yang tampak gugup.

................................

Wulan termenung duduk seorang diri di kursi taman, sinar lampu yang mulai terang dikala malam yang kian datang menyinari area taman tersebut.

“Semua salah ku, benarkan.ini salahku kan, kenapa kau yang pergi kenapa bukan aku” Wulan menatap langit malam yang hanya terhiasi satu bintang yang bersinar cukup terang.

“kenapa kau menolongku, kenapa harusnya aku yang lenyap bukan dirimu” Wulan menatap langit malam yang semakin sunyi.

FLASHBACK ON

“Pergi, Pergi dari sini. Gara-gara dirimu anakku tiada, kau penyebabnya pergi” teriakan histeris disertai dorongan kuat membuat Wulan terdorong kebelakang dia terisak dengan perlakuan dari ibu pria yang berarti baginya selama ini.

“Kenapa, anakku harus menolongmu, kau penyebab anakku tiada kau pembunuh kau pembunuh” lagi makian yang begitu mengiris hati Wulan yang tengah berduka semakin mendukakan hatinya teramat dalam.

“Ibu, aku..aku minta maaf. Aku,aku juga tida...”

Plakk tamparan cukup keras mendarat di wajah mulus Wulan, kini wajah mulus itu tampak kemerahan karena tamparan tersebut.

Orang-orang yang berada disitu langsung berusaha memisahkan perempuan paruh baya dari Wulan,

“Lila, kau apa-apaan. Kenapa ditengah duka kita kau malah membuat keributan. Biarkan saja Wulan disini melihat Leon untuk terakhir kalinya” suara penuh ketenangan berusaha menenangkan perempuan paruh baya bernama Lila. Dia memegang bahu perempuan itu mengusapnya lembut sambil melihat iba kearah Wulan yang menangis didepannya saat ini.

“Kau bilang biarkan saja, aku tidak bisa membiarkan pembunuh ini melihat putraku yang sudah kaku begitu. Ini semua salahnya, kenapa Leon tidak mendengarkanku selama ini, kenapa dia malah berpihak pada perempuan tak tahu diri ini” Lila semakin memberontak dan berusaha menyerang Wulan.

“Wulan, lebih baik kamu pergi saja sekarang. Bukannya ayah ingin mengusirmu tapi kau bisa lihat bagaimana istriku ingin menyerangmu.” Ucap Nanda ayah dari Leon.

“Tapi yah,.” Wulan terasa berat untuk pergi dari situ. Dia ingin mengantarkan orang yang berharga dihidupnya untuk yang terakhir kali.

“Tidak usah tapi, tapi pergi dari sini. Aku tidak ingin melihat perempuan sepertimu disini” teriak Lila histeris dan semakin mengundang perhatian orang-orang yang datang.

“Wulan dengarkan apa kataku, kamu pergi saja” pinta Nanda lirih pada perempuan muda tersebut.

Wulan begitu merasa berat untuk pergi, tapi melihat tatapan-tatapan tidak Suka dari mereka membuatnya perlahan mundur pelan. Hatinya sakit ditatap seperti itu oleh orang-orang,

“Andai Leon mendengarkan ku dulu yah, dia tidak akan pergi begini. semua salah perempuan itu, dia merenggut anak kita, perempuan yang tak terawat begitu kenapa Leon membelanya mati-matian” Lila terduduk di lantai sambil menangis meraung mengingat dulu Leon yang selalu di sisi Wulan meskipun dia melarangnya.

“Bu, sudahlah ini sudah takdirnya Leon. Kamu jangan begitu, ikhlaskan Leon, ikhlaskan anak kita biar dia tenang disana. Kalau ibu masih menyalahkan Wulan begini, anak kita tidak akan tenang” Nanda berusaha menenangkan sang istri yang menangis tak terima.

Sedangkan Wulan sudah berlari kecil meninggalkan tempat persemayaman sementara Leon, dia menangis disepanjang jalan sambil membayangkan kejadian kemarin dimana dia hampir di tabrak oleh sebuah mobil tetapi Leon menolong dirinya dengan medorong tubuhnya sehingga Leonlah yang tertabrak mobil tersebut.

FLASHBACK OFF

“Aku harus apa tanpa dirimu, aku harus apa?” Wulan menatap penuh tanya ke langit malam.

“Kau memang bodoh, kenapa demi wanita sepertiku kau mengorbankan dirimu. Seharusnya aku saja Leon, aku yang lenyap bukan dirimu Leon.” Isakan mulai keluar dari bibir yang kian bergetar saat ini. air mata mengucur dengan derasnya membasahi wajah Wulan.

Langkah kaki yang tadi terdengar disekitar bangku taman tempat wulan duduk langsung tak terdengar lagi, seorang pria yang hendak lewat langsung berhenti saat mendengar isakan tangis dari bangku taman yang tak jauh dari dirinya berdiri saat ini.

“Siapa perempuan bodoh yang menangis seperti itu tengah malam begini?” sinis pria tinggi tegap dengan tangan yang masuk ke saku celana menatap tak suka pada perempuan tak dikenalnya itu yang menangis di taman malam-malam begini.

°°°

T.B.C

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status