Share

Bab 2

Author: Fafacho
last update Last Updated: 2022-06-10 12:00:21

“Wulan bangun, Mama bilang bangun” suara kencang dengan tarikan selimut yang keras membuat tidur Wulan terganggu.

“Ada apa sih ma? Aku ingin istirahat sebentar” ucap Wulan, yang sedikit membuka matanya melihat sang Mama yang berdiri dengan tangan yang sudah terlipat di dada.

“papamu ingin bicara cepat bangun sekarang” tegas perempuan paruh baya itu dengan sedikit sengit tak suka. “buruan tak usah sok lemah begitu” lagi ucapan dengan nada memerintah begitu mengusik Wulan.

Wulan hanya bisa diam, dan menuruti ucapan sang Mama, dia perlahan menyibak selimutnya dan turun dari ranjang melihat Mamanya yang langsung pergi begitu saja. Sebelum berdiri dia melihat kesisi nakas yang berada di sebelah tempat tidurnya saat ini. terpampang bingkai foto kecil dengan foto seorang pria yang ada di dalam bingkai tersebut.

“Kamu lihat pagi ku seperti apa saat ini, semakin buruk saat kamu tidak ada” gumam Wulan sambil menatap foto itu berkaca-kaca.

Dia dengan lemah berdiri, memakai sandalnya dan berjalan kearah kamar mandi lebih dulu sebelum turun untuk menemui Papanya yang entah akan berbicara apa padanya nanti.

Wulan masuk kedalam kamar mandi, dia menghela nafasnya sebelum mengambil sikat giginya saat ini. hidupnya sudah cukup berat ditambah kehilangan Leon yang selalu ada untuknya semakin membuat dirinya terasa berat untuk sekedar menghirup nafas. Tapi kalau dia begini terus, ia sama saja membuat Leon mati sia-sia karena telah menyelematkan dirinya.

“Kamu bisa Wulan, kamu bisa. Ayo bekerja dengan keras, kejar harapanmu. Jangan sia-siakan pengorbanan Leon” gumam Wulan menyemangati dirinya di depan cermin kamar mandi.

Agendanya saat ini, mencari pekerjaan untuk menambah tabungan biaya kuliahnya. Dia harus mengumpulkan uang sendiri untuk kuliahnya kalau dia tak mengumpulkan uang entah kapan dia bisa kuliah, menunggu ayahnya seakan tak memberikan kepastian dan tak pasti nantinya dia bisa kuliah seperti kakaknya atau tidak.

................................................

Radit baru saja menginjakkan kakinya di lantai dua sebuah mall, tapi semua karyawan sudah berbaris dan menunduk menyambutnya saat ini. Radit tak memberikan respon, dia hanya terus berjalan menuju tempat yang ingin dia tuju saja.

Dia baru saja berjalan beberapa langkah, langkahnya itu langsung berbelok kesebuah toko perhiasan yang cukup besar di mall tersebut.

“Selamat datang tuan Raditya Gilgan,” sambut salah seorang pria yang berpakaian rapi dengan setelan kemeja putih dan celana hitamnya.

“hemm,” Radit hanya berjalan melewati pria tersebut dan mendekat kearah etalase perhiasan yang ada di situ.

“Kau sudah membuatkan apa yang aku minta sebelumnya kan?” tanya Radit tanpa melihat kearah pria yang berjalan di belakangnya.

“Sudah tuan, sesuai permintaan tuan” jawabnya.

“Bagus, mana tunjukan padaku barangnya” pinta Radit dan dia langsung berjalan kearah sofa melipat kedua kakinya sambil memperhatikan sekitar dan melihat beberapa karyawan perempuan yang melihat kearahnya dengan saling berbisik satu sama lain. Menatap malu-malu padanya.

“Ini Tuan” ucap pria tadi yang berdiri didepan Radit sambil membuka sebuah kotak berwarna putih memperlihatkan sebuah kalung Silver dengan liotin berinisial W pada kalung tersebut.

“Bagus, sesuai keinginanku. Bungkus itu, dan persiapkan untukku” Radit tampak puas dengan apa yang ia inginkan sebelumnya. Dia langsung berdiri dari duduknya dan memegang pelan bahu pria dengan kemeja putih itu. “tolong benari pegawaimu sebelum aku menutup toko perhiasanmu ini” bisik Raditya ditelinga pria itu dengan nada mengancam. Membuat pemilik toko perhiasan langsung melebarkan matanya tak mengerti dan melihat arah pandang Raditya ke pegawainya yang tampak curi-curi pandang serta sedikit melayangkan senyum menggoda pada Radit.

Raditya Gilgan, paling benci dengan godaan wanita murahan yang terus menggodanya. Hatinya berkata cukup satu wanita saja yang ada di hatinya tak ada yang lain. Wanita manapun tak akan bisa menggoda dirinya barang sedetikpun. Hal itu sungguh membuatnya tak suka dan jijik sendiri dengan para wanita murahan yang terus melayangkan tatapan menggoda padanya. Benar sebutan wanita murahan lebih pantas bagi mereka yang tukang menggoda pria yang baru saja di kenal.

“Aku tunggu di depan, bawakan kedepan” perintah Radit dan langsung melenggang pergi, ia lebih memilih menunggu barang miliknya selesai dikemas di depan toko daripada di dalam toko yang dipenuhi wanita murahan.

Radit bersandar di tembok dengan santai memegangi ponsel miliknya, melihat galeri ponselnya saat ini melihat foto seorang perempuan cantik tengah tersenyum di sebuah taman bunga.

“Kau tunggu diriku, sebentar lagi kita akan bersama lagi. Dan kau akan menjadi milikku seutuhnya sayang” seringai senang nampak jelas di mata Radit. Harapannya untuk mendapatkan pujaan hatinya sebetar lagi akan terlaksana.

..............................................

Wulan berjalan menemui Papanya yang ada di teras samping rumahnya, dia menatap tanpa ekspresi kearah sang papa.

Hermantyo yang menyadari kedatangan sang putri langsung melihat putrinya itu yang sudah berdiri didepannya saat ini.

“Duduk dulu Wulan, Papa ingin mengobrol denganmu” ucapan lembut keluar dari mulut pria paruh baya tersebut.

“Papa ingin bicara apa?” tak menuruti perintah Papanya Wulan malah melayangkan pertanyaan.

“Kamu duduklah dulu, Papa ingin mengobrol santai denganmu bisa kan?” pinta Herman pada putrinya.

“kalau Papa tidak ingin bicara sekarang, lebih baik aku pergi tenagaku habis Pa. Aku tidak bsia berdebat denganmu saat ini” ucap Wulan terus terang, tenaganya memang habis tubuhnya tak bertenaga sama sekali.

Herman akhirnya mengalah, dia berdiri dari duduknya sekarang dan berjalan perlahan mendekati putrinya itu lalu memberikan pelukan hangat bagi sang putri.

“Papa minta maaf, Papa sudah salah padamu. Kamu jangan merasa sendiri masih ada Papa dan keluargamu, Papa tahu pasti kau sangat merasa kehilangan Leon” Herman memeluk Wulan mengusap lembut pundak putrinya yang perlahan mulai terasa getaran.

“Itu Papa tahu kalau aku kehilangan Leon, Papa pasti juga tahu kan kalau hanya Leon yang ada disisiku. Papa yang katanya papaku mana tidak pernah membelaku, Mama yang katanya mama kandung tapi seperti mama tiri bagiku membedakan diriku dan kakak. Dan katanya aku yang punya adik tapi tak pernah ada untukku. Mana yang dibilag keluarga, nggak pa kalian bukan keluarga bagiku” Wulan menangis sambil perlahan melepaskan pelukan sang Papa.

“keluarga tidak seperti ini Pa keluarga itu saling menyayangi bukan saling iri dengki dan menjatuhkan seperti ini. aku tersiksa Pa, aku tersiksa” Wulan histeris meluapkan segala emosinya didepan wajah sang Papa yang tak selalu membelanya didepan Mamanya.

“Wulan, Papa minta maaf. Tapi Papa selalu ada untukmu, maafkan Papa sayang. Papa janji Papa akan membelamu saat ini” Herman berusaha menenangkan sang anak.

“Aku sudah tidak butuh Pa, tidak ada rasa percaya lagi di hatiku buat kalian. Kalian bagaikan orang asing bagiku saat ini” Wulan perlahan menurunkan tangan Papanya yang ada di bahunya.”Tidak usah perdulikan aku, perdulikan saja Mama dan yang lainnya. Aku hanya orang asingkan untuk kalian” lanjut Wulan dan akan pergi dari hadapan sang Papa. Tapi dia berhenti dan berbalik melihat Papanya yang menunduk merasa bersalah.

“Seharusnya dulu, tidak usah kalian melahirkanku kalau hanya sebagai bayang-bayang atau pengganti kak Widya” sinis Wulan sebelum pergi dari hadapan Papanya. Ia sudah tak ingin banyak bicara lagi dengan sang papa.

°°°

T.B.C

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • PESONA SANG PEWARIS   Bab 18.

    Radit terdiam melihat laki-laki yang tidak asing baginya itu. Sedangkan laki-laki itu yang tadinya tersenyum seperti menyambut kehadiran Radit langsung ikut terdiam saat melihat perempuan yang ada di sebelah Radit saat ini. "Kau.. kenapa kau ada disini? " tanya Radit terkejut. Lukas yang tadinya melihat kearah Wulan langsung menatap kearah adiknya, Yups Lukas dan Radit adalah saudara seayah beda ibu. "Hai bro, apa kabar" sapa Radit berusaha mengkondisikan wajahnya yang terkejut tadi saat melihat Wulan. wajahnya kini sumringah saat melihat adiknya. Radit yang di sapa dengan penuh senyuman hanya memasang wajah datar nan dingin, dia terlihat tak perduli dengan sapaan ramah itu. "aku tanya, kenapa kau bisa ada disini" tukas Radit kembali bertanya seperti itu pada Lukas. "kenapa pertanyaan mu konyol sekali, jelas aku disini. Ini rumah kakekku" tukas Lukas. "mana pria tua bangka itu" ucap Radit dan langsung menyingkirkan Lukas dari hadapannya. Lalu ia masuk kedalam sendi

  • PESONA SANG PEWARIS   Bab 17

    Radit saat ini baru saja selesai mandi, dia tadi sampai rumah setelah dari kantor langsung mandi membersihkan diri. Hampir dua puluh menit dia di kamar mandi, saat dia keluar belum mendapati Wulan. kamarnya masih kosong tak ada Wulan di situ, "dasar perempuan lelet, sampai sekarang belum di rumah juga" gerutu Radit. Pria tinggi tegap itu lalu berjalan kearah lemari untuk mengambil pakaiannya. Dia harus segera berganti pakaian baru setelah itu dia akan ke rumah kakeknya. Kakeknya begitu cerewet sedari tadi terus saja menyuruh asisten untuk menelpon nya agar dia cepat datang kerumah keluarga Gilgan. Pria tua yang menurunkan Marga Gilgan padanya dan ayahnya itu sangat menyebalkan mentang-mentang memiliki harta tapi seenak sendiri. "kalau bukan karena uangmu, aku tidak mau datang mengenalkan perempuan itu pada mu" tukas Radit. Radit terus saja mengomel sendiri. Radit memang tidak ada keinginan untuk mengenalkan Wulan pada kakeknya, tentu saja dia enggan karena pere

  • PESONA SANG PEWARIS   Bab 16

    Banyak yang tak mengira jika kehidupan seorang konglomerat itu tidak menyenangkan, banyak aturan yang harus dijalakan. Banyak larangan yang menyesakkan harus diturutu, kehidupan bak di penjara apa-apa dibatasi.Radit duduk merenung di kursi kerjanya, yang ada diruangannya tersebut. Dia saat ini berada di kantor, duduk di meja dengan jabatan Direktur tertulis jelas di atas mejanya itu.Benar Radit menjabat sebagai seorang direktur di perusahaan ayahnya, sedangkan CEO serta pemegang saham sepenuhnya ada di tangan ayahnya dan kakeknya.Pintu ruangan Radit terbuka, membuat pria itu mengalihkan pandangannya ke kearah pintu saat mendengar suara pintu yang terbuka tersebut. Pandangannya menatap datar pada pria yang masuk kedalam.Seorang pria tua, dengan tongkat di tangannya berjalan serta topi putih yang dikenakannya. Ia berjalan mendekat kearah Radit yang hanya diam melihat dirinya masuk.“Kakekmu datang tapi kau hanya diam saja begini, mana sopan santunmu?” tukas pria itu pada sang cucu.

  • PESONA SANG PEWARIS   Bab 15

    Wulan menaruh kantung es pada luka Radit, dia melakukan itu agar darah yang mengalir saat ini bisa membeku dan berhenti. Dia merasa aneh dengan darah itu yang terus mengalir padahal lukanya tidak terlalu besar.Radit hanya diam sambil sesekali melihat kearah Wulan yang telaten membersihkan lukanya hingga memplaster lukanya itu. dan dia langsung mengalihkan pandangannya saat Wulan sudah selesai.“kenapa darahmu tadi sulit untuk berhenti?” tanya Wulan yang entah mendapat keberanian darimana untuk bertanya seperti itu.“Sudah sana keluar, kau sudah selesai kan dengan sok jiwa pertolonganmu itu” cibir Radit dan berdiri dari duduknya.Wulan yang masih duduk melihat Radit yang langsung berdiri, dia juga ikut berdiri dari duduknya saat ini.“Ya sudah kalau begitu aku keluar dulu” pungkas Wulan dan akan pergi.“Apa yang terjadi padaku ini, jangan sampai kau bilang pada Mama” ancam Radit “Memang kenapa?” tanya Wulan penasaran.“Aku bilang jangan ya jangan, awas kalau Papa atau mamaku tahu soa

  • PESONA SANG PEWARIS   Bab 14

    Banyak alasan yang membuat Radit selama ini tampak diam, sedikit keras kepala dan egois terhadap orang lain. Dia sebenarnya pria yang baik yang tidak terlalu menyukai kekarasan. Dia hanya akan keras pada dan acuh pada seseorang jika orang tersebut membuat suasana hatinya buruk dan membuat dirinya terusik.Selama ini yang selalu mengusik hidupnya tentu saja kedua orang tuanya yang selalu tak akur dan saling menyalahkan satu sama lain. Dia bosan dengan itu, apalagi ia juga merasa kesepian tak ada teman di kala dirumah makanya ia lebih memilih untuk menghabiskan waktu di luar rumah. Tapi setiap kalia ia ingin melakukan apa yang ingin ia lakukan untuk membebaskan diri selalu saja anak buah ayahnya membatasi setiap gerak-geringnya membuat dia sedikit berkutik dan selalu terkekang dalam dirinya.Radit sendiri saat ini duduk termenung di balkon kamarnya sambil meminum soda kaleng yang baru saja dia ambil dari dalam lemari es kecil yang berada di kamarnya itu.Dia mendongak menatap bintang-bi

  • PESONA SANG PEWARIS   Bab 13

    Radit menaikkan Wulan ke atas dengan perlahan, perempuan itu sudah terbatuk-batu di pinggir kolam renang. Radit juga ikut naik saat Wulan sudah berada di atas.“kau begitu saja tenggelam, perempuan bodoh memang” maki Radit didepan wajah Wulan yang tengah batuk-batuk.Wulan yang terus batuk karena habis tenggelam barusan hanya melihat Radit yang duduk diepannya sambil menatap dan memaki diirnya.Radit setelah memaki Wulan langsung berdiri dari duduknya, dan dia mengambil handuk yang ia lempar tadi saat masuk ke kolam renang. Setelah megambil itu radit langsung melemparkannya pada Wulan.“Pakai itu, nanti kau sakit aku yang ribet” pungkas Radit pada Wulan yang masih duduk.“Kau jika bersikap begini denganku, tolong ceraikan aku” ucap Wulan sambil masih terbatuk dia berusaha untuk bicara dengan Radit. Radit yang tadinya akan berjalan, langsung berhenti dan mendekati Wulan lagi. Di berjongkok didepan perempuan itu menatapnya sini,“Kau pikir itu bukan mauku, orang tuaku yang melarang unt

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status