แชร์

9

ผู้เขียน: Suchwita
last update ปรับปรุงล่าสุด: 2025-06-28 11:59:56

Malam menyelimuti rumah itu tanpa suara.

Para pelayat sudah pulang. Hanya tinggal Reza dan jenazah Rendra yang kini terbujur di ruang tamu. Lampu gantung masih menyala redup, seperti menahan nyalanya agar tak ikut menyaksikan peristiwa yang hendak terjadi.

Reza duduk di ujung ruangan. Tatapannya tertuju ke arah dua peti itu: peti jenazah dan peti ke-13.

Sejak siang tadi, hawa di rumah berubah. Suhu ruangan turun drastis. Jam dinding tak lagi berdetak. Telepon rumah berdering pelan selama lima detik, padahal kabelnya sudah dicabut sejak minggu lalu.

Dan kini… peti ke-13 terbuka sepenuhnya.

Reza berdiri perlahan, melangkah mendekatinya. Dari celah peti tua itu, hembusan kabut tipis menyebar ke lantai, merayap seperti jari-jari dingin yang mencari jalan. Reza tahu apa yang sedang terjadi.

Peti itu lapar.

Seseorang atau sesuatu di dalamnya bersiap menempati tubuh baru.

Jenazah Rendra.

Reza menggenggam liontin kecil peninggalan kakeknya. Di dalamnya ada serpihan logam dari kunci asli peti.
อ่านหนังสือเล่มนี้ต่อได้ฟรี
สแกนรหัสเพื่อดาวน์โหลดแอป
บทที่ถูกล็อก

บทล่าสุด

  • PETI KE-13   9

    Malam menyelimuti rumah itu tanpa suara.Para pelayat sudah pulang. Hanya tinggal Reza dan jenazah Rendra yang kini terbujur di ruang tamu. Lampu gantung masih menyala redup, seperti menahan nyalanya agar tak ikut menyaksikan peristiwa yang hendak terjadi.Reza duduk di ujung ruangan. Tatapannya tertuju ke arah dua peti itu: peti jenazah dan peti ke-13.Sejak siang tadi, hawa di rumah berubah. Suhu ruangan turun drastis. Jam dinding tak lagi berdetak. Telepon rumah berdering pelan selama lima detik, padahal kabelnya sudah dicabut sejak minggu lalu.Dan kini… peti ke-13 terbuka sepenuhnya.Reza berdiri perlahan, melangkah mendekatinya. Dari celah peti tua itu, hembusan kabut tipis menyebar ke lantai, merayap seperti jari-jari dingin yang mencari jalan. Reza tahu apa yang sedang terjadi.Peti itu lapar.Seseorang atau sesuatu di dalamnya bersiap menempati tubuh baru.Jenazah Rendra.Reza menggenggam liontin kecil peninggalan kakeknya. Di dalamnya ada serpihan logam dari kunci asli peti.

  • PETI KE-13   Pecah

    Cermin besar di ruang loteng rumah itu kini mulai retak perlahan. Dari dunia nyata, ‘Reza palsu’ terduduk di ruang tamu dalam posisi kaku. Tangannya mencengkeram lengan sofa, keringat membasahi wajahnya, dan napasnya berat seperti orang tenggelam di air gelap. Tapi bagi dunia luar, ia hanya tampak seperti seorang yang sedang tertidur dan bermimpi buruk. Di dalam mimpi itulah Reza asli melawan. Suara tangisan dan bisikan semakin keras. Rumah impian Reza palsu, yang sebelumnya tampak tenang dan sempurna, mulai hancur dari dalam. Dinding dapur terkelupas, rak piring jatuh satu per satu, dan dari dalam lemari es yang terbuka perlahan, keluar kabut hitam menggumpal seperti jelaga hidup. Reza berdiri di lorong depan, menatap tubuh palsunya dari kejauhan. “Aku tahu siapa kamu,” katanya pelan. “Kau bukan hantu. Kau bukan iblis. Kau hanya sesuatu yang terlalu lama dikurung dan kini mencoba menjadi manusia.” Sosok itu bangkit. Wajahnya berubah perlahan. Mata Reza palsu mulai berkedut, raha

  • PETI KE-13   Bayangan

    Ruangan di balik cermin bukan hanya loteng kosong seperti yang awalnya Reza lihat. Setelah beberapa waktu menyusuri dinding yang seolah tak berujung, ia menyadari bahwa tempat ini telah berubah.Langkah kakinya kini mengantarkannya ke sebuah lorong panjang, gelap, dengan cahaya kehijauan samar memancar dari retakan dinding. Suara gemerisik mengiringi tiap langkahnya, seperti bisikan yang mengendap-endap di belakang.Di ujung lorong, ada ruangan besar, seperti aula batu tua.Dan di sana mereka berdiri. Enam sosok.Tak seluruhnya manusia. Beberapa tampak masih memiliki bentuk tubuh yang utuh, meski penuh luka, luka yang aneh seolah terbentuk bukan dari kekerasan, tapi dari waktu yang berhenti. Ada yang tanpa wajah. Ada yang berbalut kain. Ada yang hanya bayangan tipis.Semuanya menatap Reza. tanpa terlihat marah, tanpa terlihat terkejut, hanya menampilkan rasa lelah. Sosok yang pertama bicara adalah lelaki paruh baya dengan kepala botak separuh dan mata seperti bekas terbakar.“Kau...

  • PETI KE-13   Bukan aku

    Pagi sudah menjelang siang ketika Reza memutuskan untuk keluar dari rumah. Ia butuh udara segar. Ia butuh melihat manusia lain, mendengar suara kehidupan yang normal, apa pun selain suara-suara dari dalam kepalanya.Tapi saat membuka pintu depan, ia langsung tahu sesuatu telah berubah.Langit tampak aneh. Bukan kelam, bukan terang, tapi keabu-abuan yang mengambang. Awan menggumpal padat, namun tak bergerak. Udara di luar tak membawa suara burung, tak ada deru angin, hanya keheningan yang menekan.Reza melangkah ke halaman. Tanah di bawah kakinya lembek, seperti dipijak usai hujan, padahal tidak ada tanda hujan turun semalam. Sepatu ketsnya menancap dalam di tanah becek yang berbau tanah... dan darah.Ia mempercepat langkah, menuju jalan setapak yang biasanya terhubung ke desa.Namun jalan itu kini lebih panjang dari biasanya.Pohon-pohon di kanan kiri terlihat asing. Batangnya bengkok, daunnya lebih gelap, dan dari balik semak-semak terdengar suara retakan ranting tapi tak ada binatan

  • PETI KE-13   Gangguan

    Setelah beberapa menit dalam keheningan yang menggigit, Reza merangkak perlahan keluar dari dapur. Tangannya gemetar saat meraba-raba dinding untuk berdiri. Lentera yang tadi dibawanya terjatuh, kacanya pecah, menyebarkan minyak dan bara kecil yang segera padam.Ia memutuskan untuk kembali ke kamarnya. Tapi langkahnya terganggu saat melewati lorong sempit menuju tangga belakang lorong yang dulu selalu ditutup oleh sang kakek. Tapi sekarang pintunya terbuka. Sedikit.Di balik celah pintu itu, udara seperti berubah. Ruangan terasa lebih lembab. Bau tanah basah, logam berkarat, dan dupa terbakar menyeruak begitu kuat hingga membuat Reza hampir muntah.Namun sesuatu menariknya. Sebuah getaran aneh dari balik pintu itu. Seperti bisikan yang tidak keluar sebagai suara, tapi terasa langsung di dalam kepala."Kau belum melihat semuanya, Reza."Dengan langkah berat, ia menyentuh gagang pintu.Saat itu juga, suara gemeretak terdengar dari dalam seperti benda besar yang diseret di atas lantai ba

  • PETI KE-13   Giliranmu

    Pagi menjelang dengan langit kelabu, seakan malam masih enggan pergi dari rumah tua itu. Reza duduk diam di tepi ranjang, tubuhnya menggigil. Matanya merah, kantuk tak pernah datang sejak teror malam itu. Ia tidak berani memejamkan mata. Setiap kerlingan membuat bayangan perempuan bermata kosong kembali muncul.Udara dingin, meski jendela telah tertutup rapat. Tapi ia tahu, hawa dari bawah tanah belum pergi.Di meja kecil di sebelah ranjangnya, tergeletak sesuatu yang tak ia sadari sebelumnya, sebuah amplop tua bersegel merah, warnanya hampir pudar. Di bagian depan tertulis namanya dengan tulisan tangan yang familiar.Untuk Reza,Bila aku sudah tiada.Tangannya gemetar saat membuka amplop itu. Di dalamnya, selembar kertas tipis dengan tulisan tangan sang kakek:"Reza, cucuku...Bila kau membaca ini, berarti aku sudah gagal menjaga peti itu lebih lama.Aku tahu ini tidak adil. Tapi darah kita, garis kita… memang telah diikat pada peti ke-13 sejak dahulu.Jangan pernah membukanya, aku m

บทอื่นๆ
สำรวจและอ่านนวนิยายดีๆ ได้ฟรี
เข้าถึงนวนิยายดีๆ จำนวนมากได้ฟรีบนแอป GoodNovel ดาวน์โหลดหนังสือที่คุณชอบและอ่านได้ทุกที่ทุกเวลา
อ่านหนังสือฟรีบนแอป
สแกนรหัสเพื่ออ่านบนแอป
DMCA.com Protection Status